Bab 174
Tiara berkata dengan nada menghina,
"Kepala Keluarga Halim, Thomas Halim, juga ingin mundur posisinya karena
kesehatannya yang lemah."
"Tapi dilihat dari kebodohan
Edward dan sikapnya yang nggak becus, Keluarga Halim pasti akan hancur kalau
jatuh ke tangannya!"
Nathan menggelengkan kepalanya dan
berkata, "Ini urusan Keluarga Halim dan nggak ada hubungannya
denganku."
"Aku hanya berharap Edward nggak
berpura-pura mati saja."
Tiara melengkungkan bibirnya dan
berkata, "Kalau dia benar-benar mengambil alih Keluarga Halim, mengingat
pikirannya yang sempit, dia pasti akan mencari masalah denganmu."
"Kalau begitu, aku akan
mengirimnya dan Keluarga Halim ke jurang kehancuran secepatnya," ucap
Nathan dengan datar.
Tiara menutup mulutnya dan tersenyum.
"Kalau memikirkan Edward sekarang, aku merasa merinding. Dia sepertinya
terobsesi dengan orang yang nggak suka pamer sepertimu."
"Aku bukan orang hebat. Hanya
saja, aku nggak suka menindas orang lain. Jadi, sebaiknya mereka juga nggak
mencari masalah denganku," kata Nathan.
Tiara tiba-tiba teringat sesuatu dan
berkata dengan nada putus asa, "Aduh, Nathan. Aku lupa beri tahu kamu.
Regina pergi ke pedesaan untuk membeli tanaman obat."
Nathan mengerutkan kening dan
berkata, "Pergi ke pedesaan untuk membeli tanaman obat? Lantas, kenapa?
Apa bisa terjadi masalah?"
"Kamu masih belum tahu. Ini
pertama kalinya Regina bertanggung jawab dalam departemen farmasi sejak
menjabat sebagai CEO Grup Suteja," ucap Tiara dengan cemas.
"Departemen farmasi Grup Suteja
mulanya dikelola oleh Liam. Karena hal ini, Liam selalu menyimpan dendam
padanya. Sebelum berangkat, Regina sempat bilang padaku. Kalau kamu masih
peduli padanya, dia membutuhkan perlindunganmu."
Tanpa berpikir panjang lagi, Nathan
langsung menanyakan lokasi kebun obat pedesaan Grup Suteja dan segera bergegas
ke sana.
Nathan tahu betapa kejamnya Liam.
Pria itu bahkan pernah mencoba membunuh Regina, adik sepupunya sendiri.
Selain itu, Nathan juga tahu ada
orang yang bersembunyi di belakang Liam.
Regina pergi membeli tanaman obat
kali ini, mengingat kekejaman Liam, kemungkinan besar dia akan mengambil
kesempatan untuk menyerangnya.
Tiara mengejarnya dan bertanya dengan
cemas, " Nathan, apa kamu bisa pergi sendirian? Aku akan kembali ke
kediaman Wijaya dan minta semua pengawal untuk menemanimu."
"Nggak keburu lagi. Nona Regina
mungkin sudah menjadi sasaran kali ini. Pengawal Keluarga Wijaya juga nggak
akan banyak membantu," ucap Nathan tanpa menoleh lagi.
Di kaki bukit yang tenang, gerombolan
Grup Suteja telah mengemas beberapa truk besar berisi bahan obat-obatan dan
bersiap berangkat.
Sekretaris itu berjalan mendekati
jendela mobil dan berbisik, "Nona, produksi bahan obat tahun ini menurun
hampir sepertiga dibandingkan tahun lalu. Kalau departemen farmasi perusahaan
nggak punya bahan baku yang memadai, pasar untuk obat utama kami akan menyusut
setengahnya."
Regina yang duduk di dalam kendaraan
off-road itu tampak mengenakan pakaian kasual. Dia mengerutkan kening dan
bertanya, "Apa yang terjadi? Bukankah mereka bilang cuaca hari ini bagus
dan waktu yang tepat untuk memanen tanaman obat? Mengapa ada penurunan
produksi?"
Sekretaris itu berkata dengan marah,
"Orang yang bertanggung jawab atas kebun obat nggak memberi kami
penjelasan apa pun. Mereka hanya bilang produksinya berkurang. Selain itu,
mereka nggak menjelaskan lagi."
"Tapi aku sudah bertanya kepada
para pekerja di kebun obat. Mereka semua bilang panen tanaman obat hari ini
bagus, hanya saja ...."
Melihat sekretarisnya ragu, Regina
pun bertanya dengan dingin, "Hanya saja apa? Katakanlah."
Sekretaris itu berbisik, "Hanya
saja, orang yang bertanggung jawab atas kebun obat-obatan adalah orang
kepercayaan wakil CEO. Tanpa instruksi wakil CEO, dia hanya bisa beri kita
pasokan bahan obat-obatan sebanyak ini saja."
Regina tampak marah. "Liam
memang bajingan. Beraninya dia mempermainkanku di belakang. Saat aku kembali
nanti, aku akan tanyakan padanya, apa dia sudah bosan hidup!"
Sebelum berangkat, Regina juga sudah
menebak. Liam pasti akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan dalam
perjalanan kali ini.
Namun, Regina tidak menyangka Liam
akan berani lancang seperti itu.
"Beri perintah pada sopir truk
obat-obatan untuk berangkat dulu."
No comments: