Bab 122
"Waldi, kamu benar-benar cari
mati. Kalau kamu berani menyentuh dokter genius kecil itu, aku nggak akan
melepaskanmu begitu saja."
Keluarga dokter genius, Keluarga
Wijaya.
Dokter Bayu membanting meja dengan
marah. Dia tiba-tiba berdiri dan wajahnya tampak menakutkan.
Tiara terkejut dan bertanya,
"Kakek, kamu kenapa? Kenapa kamu begitu marah?"
Dokter Bayu berkata dengan marah,
"Dokter Nathan sudah diculik oleh orang dari Hessen. Aku baru saja dapat
kabar."
Wajah kecil dan polos milik Tiara
berubah panik. " Kenapa hal seperti itu bisa terjadi? Kakek, ayo kita pergi
selamatkan Nathan."
Bayu menatap cucunya dan melambaikan
tangannya sambil berkata, "Kamu tinggal di rumah dan pulihkan dirimu. Biar
aku yang pergi."
Tiara berkata dengan tegas,
"Nggak bisa. Aku harus pergi lihat sendiri baru aku bisa tenang."
Dokter Bayu berkata, "Baiklah.
Brian, aku dan Tiara akan pergi ke Hessen. Kamu tinggal di sini saja dan jaga
menjaga Keluarga Wijaya."
Murid pertama Dokter Bayu, Brian,
berkata dengan enggan, "Guru, memangnya hidup matinya Nathan itu ada
hubungannya dengan kita?"
"Lagi pula, Waldi bukanlah orang
yang bisa kamu sembarangan ganggu. Dia adalah penguasa bawah tanah Hessen.
Keluarga Wijaya kami nggak pantas menjadikannya sebagai musuh."
Dokter Bayu langsung memaki.
"Bodoh! Kamu mungkin masih belum tahu. Regina dan Arjun sudah berangkat
lebih dulu ke Hessen."
"Sekarang saatnya untuk
menunjukkan kemampuan Keluarga Wijaya kita pada dokter genius kecil itu.
Bagaimana kita bisa melepaskan kesempatan sebesar itu? 11
Brian berkata dengan ekspresi tidak
senang, "Guru, kuakui Nathan memang punya beberapa keterampilan medis.
Tapi dia masih sangat muda, nggak punya latar belakang, dan hanya bisa
mengandalkan Nona Regina untuk mendapatkan uang. Apa pantas membiarkan Keluarga
Wijaya untuk menghabiskan begitu banyak upaya padanya?"
Dokter Bayu menegurnya. "Brian,
sebagai murid pertamaku, sudah cukup baik bagimu untuk mewarisi jabatanku.
Namun, dalam hal penglihatan, kamu sangat picik. Kamu harus belajar lebih
banyak dari Tiara."
Selesai mengatakan itu, Dokter Bayu
bergegas keluar bersama Tiara.
Menyadari ekspresi khawatir di wajah
Tiara, tangan Brian langsung terkepal erat. Tatapan matanya dipenuhi
kecemburuan dan kebencian.
"Tiara, kuharap kamu bisa sadar,
siapa sebenarnya yang paling cocok untukmu. Kamu adalah wanitaku. Siapa pun
yang berani merebutmu, pasti akan kubunuh!"
Pinggiran kota Hessen.
Di sebuah gudang besar.
Tangan Nathan terikat. Di depannya
ada Zevan dan juga Daren yang tampak memperlihatkan senyum nakal.
"Nak, ini wilayahku.
Selanjutnya, aku akan membuatmu menderita dan tersiksa."
Daren menarik sebuah kursi dan duduk,
lalu menatap Nathan sambil tersenyum sinis.
"Kupikir kalian akan mengajakku
menemui Waldi. Siapa sangka, malah membawaku ke tempat mengerikan seperti ini.
Kalau tahu, aku nggak akan ikut kalian datang."
Wajah Nathan penuh dengan kekecewaan.
Dia mengabaikan ekspresi Daren yang tampak seperti kucing sedang bermain-main
dengan tikus.
Daren tertawa. "Memangnya kamu
siapa? Masih berharap untuk bertemu dengan ayahku?"
"Oh ya, apa yang kamu katakan barusan?
Kalau tahu, kamu nggak akan datang? Kamu kira kamu punya hak untuk mernilih di
sini?"
Zevan juga mencibir dan berkata
kepada Daren, " Tuanku, biarkan saja. Sepertinya bocah ini ketakutan.
Jadi, maklum saja otaknya nggak terkendali."
Daren berdiri dan berjalan mengitari
Nathan sebanyak dua kali. "Ckck. Bocah, kamu benar-benar punya nyali.
Sampai sekarang, kamu masih nggak takut sama sekali."
"Tapi sebentar lagi, aku akan
membuatmu takut. Kalau aku jadi kamu, aku akan langsung berlutut dan memohon
ampun. Lalu, memintaku agar membunuhmu secara langsung."
Nathan berkata dengan ekspresi
serius, "Seharusnya aku yang mengucapkan kata-kata itu padamu. Kalau aku
jadi kamu, aku akan segera melepaskan ikatan tali ini dan berlutut untuk
mengakui kesalahan."
Emosi Daren hampir meledak. Dia
mengangkat cambuk di tangannya dan bersiap untuk memukul.
Namun, dia menahan diri dan
mentertawakan Zevan. " Kak Zevan, kamu dengar apa yang baru saja dikatakan
si bodoh ini? Dia memintaku untuk berlutut dan memohon ampun. Haha, lucu
sekali. Apa bocah ini ketakutan setengah mati?"
No comments: