Bab 121
"Di bawah benda ini, sekalipun
kamu hebat, kamu juga harus menyerah dengan patuh."
Sayangnya, dia tidak menyadari bahwa
tatapan mata Nathan tampak dingin dari awal sampai akhir.
Dia sama sekali tidak menganggap serius
pistol di tangannya.
Tepat setelah Nathan dibawa pergi.
Salah seorang anak buah Gluton
berlari keluar sambil gemetar ketakutan.
Dia mengeluarkan ponselnya dan
buru-buru menelepon. "Kak Arjun, gawat. Tuan Nathan dibawa pergi oleh
Zevan dari Hessen."
Di ujung sana, suara Arjun dari
Gluton tampak bergetar. " Apa... apa yang kamu katakan? Dasar bodoh!
Bukankah aku sudah pesan agar kamu mengikuti Tuan Nathan dan segera melapor
kepadaku kalau ada pergerakan?"
Anak buah itu sudah hampir menangis.
"Kak Arjun, ini bukan salah kami. Orang-orang dari Hessen datang mendadak.
Apalagi, Zevan juga membawa pistol. Tuan Nathan nggak bisa melawan sama
sekali."
Arjun menggertakkan giginya dan
memaki. "Bajingan sialan ini malah menggunakan pistol sungguhan."
"Waldi, si bajingan tua ini,
kejam sekali."
Anak buahnya buru-buru berkata,
"Kak Arjun, kalau terjadi sesuatu pada Tuan Nathan, bagaimana kita
menjelaskannya pada Tuan Bima?"
Arjun mendengus dingin. "Jangan
panik. Aku akan segera melapor kepada Tuan Bima. Kamu segera kejar mobil Zevan
dan lihat mereka bawa Tuan Nathan ke mana."
"Ok, aku akan segera kejar
mereka," jawab si anak buah.
Gluton.
Wajah Arjun tampak ragu. Namun, dia
tetap menghubungi Bima.
"Tuan Bima, Tuan Nathan dibawa
pergi oleh Zevan dari Hessen. Sepertinya Anda harus turun tangan sendiri kali
ini."
Tanpa berniat menyembunyikan apa pun,
Arjun langsung membicarakan inti permasalahannya.
Lantaran dia tahu dia tidak boleh
bermain aman di depan orang paling kaya di Beluno ini, apalagi masalah ini berkaitan
dengan Nathan. Jika tidak, dia pasti akan berakhir tragis.
Namun, yang mengejutkan Arjun adalah
reaksi Bima yang cukup tenang. "Mengapa panik? Biarkan mereka membawanya
pergi. Itu bukan masalah besar."
Arjun tergagap. "Tuan Bima,
apa... Anda dengar jelas? Tuan Nathan ... sudah diculik oleh orang-orangnya
Waldi. Ini bukan masalah sepele!"
Bima berkata dengan nada datar,
"Kalau begitu aku mau tanya, kapan Tuan Nathan dibawa pergi?"
"Barusan, sekitar lima menit
yang lalu," jawab Arjun.
"Kamu hitung waktu sendiri.
Setelah setengah jam, pergilah ke sana untuk menjemput Tuan Nathan," ucap
Bima.
Arjun benar-benar kebingungan.
"Bukan, Tuan Bima. Setengah jam kemudian, apa Tuan Nathan masih
hidup?"
Bima berkata dengan dingin,
"Yang kamu khawatirkan seharusnya bukanlah Tuan Nathan, melainkan Waldi,
si bajingan tua bodoh yang sudah bosan hidup itu."
Tut, tut, tut!
Mendengar orang di ujung telepon sana
telah mengakhiri pembicaraan, Arjun masih kebingungan.
Zevan merupakan pria tangguh yang
berada di posisi teratas. Selain itu, tiga master teratas di bawah Waldi juga
punya kemampuan yang tidak jauh berbeda darinya.
Dilihat dari maksud Tuan Bima,
tampaknya orang yang menghadapi bencana bukanlah Tuan Nathan, melainkan Zevan?
Arjun masih bingung. Setelah berpikir
sejenak, dia menghubungi sebuah nomor telepon.
"Halo, ini aku Arjun. Aku mau
cari Nona Regina."
Tak lama kemudian, suara merdu Regina
terdengar dari ujung telepon sana.
"Kak Arjun, ada masalah
apa?"
"Maaf sudah mengganggu Nona
Regina. Tapi ada satu hal yang harus aku sampaikan kepada Nona Regina. Tuan
Nathan sudah diculik oleh orang dari Hessen," ucap Arjun.
Jelas terdengar hening di ujung sana.
Tak lama kemudian, umpatan marah Nona
Regina terdengar di telinga Arjun.
"Kalau lelaki-ku tergores sedikit
saja ataupun kehilangan sehelai rambut, akan kupastikan Waldi, si bajingan tua
itu berakhir mengenaskan!"
Setelah menutup telepon, Arjun tampak
menggigil dan berkata, "Gadis yang sangat kuat! Pantas saja hanya Tuan
Nathan yang bisa menghadapinya!"
"Waldi, sebaiknya kamu nggak
melakukan hal bodoh dan berani menyentuh Tuan Nathan. Kalau nggak, nyawamu
pasti akan berakhir di tangan Tuan Bima."
No comments: