Bab 147
Waldi tersenyum dan berkata,
"Bahir, lihat kata-katamu itu. Sekalipun kami hanya mengundangmu datang
dan mengambil alih kendali sebentar, kamu tetap akan menerima apa yang
seharusnya kamu dapatkan."
Meski mulut Waldi berkata demikian,
hatinya tetap saja merasa tidak rela.
Para senior dari sekte bela diri ini
memang sangat hebat, tetapi mereka semua merupakan orang-orang yang sombong.
Mereka selalu meminta bayaran tinggi,
bagai lintah darat.
Namun setelah dipikir-pikir lagi,
tatapan mata Waldi langsung berubah dingin.
Kini dunia bawah tanah Beluno
mengatakan Waldi, sang penguasa Hessen, merupakan lelaki tua yang tidak
berguna. Sedangkan putranya sendiri, Daren, juga pecundang yang tidak becus.
Pasangan ayah dan anak itu sama-sama
ditindas dan dipukul oleh bocah yang tidak dikenal. Hal itu merupakan aib besar
bagi mereka sebagai penguasa Hessen.
Begitu mendengar rumor itu, Waldi
sangat marah hingga mengatupkan giginya erat-erat.
Bocah bernama Nathan itu harus mati.
Dengan begitu, dia baru bisa menghapus segala rumor yang beredar. Sebagai
penguasa Hessen, dia harus mengembalikan harga diri dan martabatnya.
Saat ini, Emilia juga dibawa keluar.
Melihat ratusan anak buah dari Hessen
dan beberapa master yang duduk di atas, wajah Emilia langsung berubah pucat.
"Nona Emilia memang wanita yang
cantik. Bahkan, lelaki tua sepertiku pun terpesona dengan kecantikanmu!
Menyadari wajah Emilia yang
ketakutan, Waldi langsung tersenyum jahat.
Emilia memaksakan diri agar tetap
tenang dan berkata dengan suara gemetar, "Tuan Waldi ... Grup Sebastian
kami nggak pernah punya konflik apa pun dengan Hessen kalian, 'kan? Apa yang
sebenarnya kamu inginkan?"
Waldi mendengus dingin. "Ada
konflik atau nggak, bukanlah sesuatu yang bisa kamu putuskan di sini. Aku tanya
padamu, apa Nathan punya hubungan denganmu?"
"Dia mantanku, tapi kami sudah
berpisah sekarang," jawab Emilia.
Waldi tersenyum sinis dan berkata,
"Bagus. Cepat telepon bocah itu sekarang. Minta dia datang
menyelamatkanmu."
Emilia terkejut dan berkata,
"Tuan Waldi, aku nggak bisa melakukannya."
Wajah Waldi berubah muram.
"Nggak bisa? Jadi, Nona Emilia menolak bekerja sama?"
"Tuan Waldi, barusan aku sudah
bilang. Aku dan Nathan sudah putus. Kami sekarang nggak punya hubungan apa-apa
lagi," ucap Emilia buru-buru.
Waldi berkata dengan ekspresi dingin,
"Aku nggak peduli kalian ada hubungan atau nggak. Pokoknya, kamu telepon
dia dulu."
"Suruh bocah itu datang ke sini.
Dengan begitu, aku akan melepaskanmu. Kalau nggak, sebelum membunuhmu, aku akan
memerkosamu dulu hari ini."
Wajah Emilia langsung berubah pucat
pasi.
"Tuan Waldi, kamu berusaha
menarik Nathan ke sini dengan memanfaatkan aku, apa sebenarnya yang Hessen
kalian rencanakan?"
Waldi menyeringai. "Aku telah
mengumpulkan begitu banyak anak buah dan juga tiga master hebatku, menurutmu
apa yang akan aku lakukan?"
"Huh! Bukankah sudah jelas? Aku
ingin bocah itu nggak bisa kembali lagi!"
Tubuh Emilia bergetar. Seperti
dugaannya, Waldi ingin menyerang Nathan.
"Kalau begitu, aku... nggak akan
meneleponnya!"
Emilia menolak dengan mengerahkan
segenap kekuatannya.
"Nona Emilia, kamu begitu cantik
dan menawan, tapi kamu malah jatuh ke tanganku. Apa kamu nggak takut sedikit
pun?" tanya Waldi sambil tersenyum sinis.
Emilia memiringkan kepalanya ke satu
sisi. "Apa pun yang terjadi, aku nggak akan membiarkan Nathan mengambil
risiko. Meski kami sudah nggak punya hubungan apa pun lagi, aku nggak akan
mempertaruhkan nyawanya demi keselamatanku sendiri."
Waldi tertawa dingin. "Sejauh
yang aku tahu, kamu itu tunangannya Edward dari Keluarga Halim, 'kan? Tapi
kalau dilihat sekarang, sepertinya kamu masih punya perasaan pada bocah bernama
Nathan itu?"
"Tuan Waldi, harap jaga
kata-katamu," ucap Emilia dengan dingin.
"Nathan dan aku sudah nggak punya
hubungan apa pun lagi. Tapi kalau memintanya datang untuk mempertaruhkan nyawa,
aku nggak bisa melakukannya."
Waldi sudah kehilangan kesabarannya
dan berkata dengan kesal, "Lantaran kamu nggak tahu diuntung, jangan
salahkan aku kejam lagi."
"Pengawal, pukul dia!"
No comments: