Bab 169
Namun setelah melihat tatapan kecewa
Emilia, Edward tidak berani marah lagi.
Dia tidak terima wanita yang sudah
hampir menjadi miliknya ini lepas dari tangannya begitu saja.
Pokoknya, dia ingin memiliki Emilia
dan juga menguasai Grup Sebastian sepenuhnya.
Namun, apa yang harus dia lakukan
sekarang? Dia sudah menghabiskan semua uang, apalagi kerugiannya sangat besar.
Mereka memintanya untuk mengembalikan
uang. Dari mana dia bisa mendapatkan uang lagi?
Selain identitasnya sebagai putra
sulung Keluarga Halim, dia tidak punya apa-apa lagi sekarang.
"Bu, kalian jangan paksa Edward
lagi. Masalah sudah terjadi. Apa pun yang kita katakan sekarang, nggak ada
gunanya lagi. Mengenai masalah uang, mari kita pikirkan cara lain," ucap
Emilia.
Meski Emilia berkata demikian, ini
juga pertama kalinya wanita itu melihat sikap pengecut dan ketidakberdayaan
Edward.
Ternyata putra sulung Keluarga Halim
ini tidaklah sesempurna yang dia bayangkan.
Tiara tidak peduli dengan suasana
hati orang lain.
Dia hanya menatap Nathan dan berkata
dengan gembira, "Nathan, Regina juga membelikan sebidang tanah besar
untukmu di Analin sana."
"Kamu masih belum tahu, 'kan?
Sekarang kamu juga sudah menjadi miliarder."
Nathan terkejut. Dia tidak menyangka
Regina akan memberinya begitu banyak.
Nathan tidak berniat menerimanya dan
berkata sambil tersenyum, "Lebih baik Nona Regina yang menyimpan uang itu
saja. Aku nggak melakukan apa pun dalam investasi ini, jadi aku nggak akan
menerimanya."
"Kenapa bilang begitu? Kali ini,
Keluarga Wijaya dan Regina bisa mendapatkan keuntungan besar juga berkat
bantuanmu," ucap Tiara.
"Nathan, kamu hebat sekali.
Bahkan kakekku mengagumimu. Belum lagi aku dan Regina. Mulai sekarang, kami
akan menjadi penggemar kecilmu."
Setelah mendengar kata-kata Tiara,
Nathan baru menyadari wanita itu sengaja mengatakan ini untuk memanasi Keluarga
Sebastian dan Edward.
Benar saja, Tamara langsung bertanya,
"Nathan, jadi kamu dari awal sudah tahu wilayah yang akan dikembangkan
bukanlah Hessen, tapi wilayah Analin?"
"Tahu atau nggak sudah nggak
penting lagi. Saat itu, aku sudah beri tahu Keluarga Sebastian kalau wilayah
Hessen nggak akan dikembangkan, tapi kalian nggak mau dengar. Apa lagi yang
bisa aku lakukan?" kata Nathan dengan nada datar.
"Ke... kenapa kamu nggak menahan
kami? Kamu tega melihat kami ditipu seperti ini?"
Tamara sangat menyesal. Setelah
menjerit histeris, dia juga langsung pingsan di tempat.
Tiara segera meminta perawat untuk
membawanya keluar. Dia kemudian mencibir. "Wanita tua ini benar-benar
lucu. Dia malah menyalahkan Nathan. Tak heran dia kehilangan segalanya. Dia
benar-benar pantas mendapatkannya."
Emilia merasa pipinya seolah-olah
tertampar.
Tak perlu dibantah lagi, dia dan
Keluarga Sebastian memang pantas mendapatkannya.
Namun, dia benar-benar tidak terima.
Bagaimana dia bisa melakukan kesalahan bodoh seperti itu?
Edward berteriak dan mencengkeram
kerah baju Nathan, "Nathan, jangan bangga terlalu cepat. Kamu hanya
beruntung, tapi di Beluno ini, mudah bagiku untuk membunuhmu."
Nathan sama sekali tidak marah. Dia
malah tersenyum dan berkata, "Tuan Edward, kamu sendiri nggak kompeten dan
sekarang menyalahkanku?"
Edward mengangkat kepalan tangannya.
Matanya juga memerah. "Aku benci sama kamu, apa salahnya aku membunuhmu?
Suasana hatiku buruk hari ini, jadi jangan kira kamu bisa lolos begitu
saja."
Nathan yang dulu adalah pecundang
yang tidak berguna.
Namun saat ini, Edward akhirnya
mengetahui makna roda kehidupan yang terus berubah. Di mata Keluarga Sebastian
dan Emilia, dia kini dianggap sebagai penipu, bodoh, dan juga tidak berguna.
Selain itu, ternyata Nathan ini
adalah pemenang besar dalam perencanaan distrik baru kali ini dan mendapatkan
keuntungan besar.
Jika dibandingkan dengan Nathan
sekarang, Edward baru sadar dirinya hanyalah seorang pecundang yang tidak
berguna.
Lantaran ditekan oleh Nathan
berkali-kali, amarah dan frustrasi yang telah lama terpendam dalam hati Edward
akhirnya meledak sepenuhnya.
Hari ini, dia harus membunuh Nathan
demi menyelamatkan harga dirinya.
No comments: