Bab 140
Nando langsung terdiam. Dia juga
tidak mengerti apa tujuan Leo melakukan ini.
Apakah hanya untuk membuat Nindi
marah?
Pertandingan segera dimulai.
Nindi memperhatikan jalannya
pertandingan dan sudah tahu bahwa tim LeSky Gaming akan kalah telak.
Benar saja, tak lama kemudian, emosi
Leo mulai tidak terkendali, dan dia mulai menyerang.
Namun Sania yang berada di sebelahnya
sama sekali tidak bisa mengikuti ritme permainan, bahkan sering membuka posisi
mereka. Setiap kali menyerang lawan, dia selalu gagal.
Leo memaki dengan kencang,
"Sania, apa-apaan ini? Bukannya sudah kubilang untuk menyerang lawan? Kamu
buta ya? Sudah sedekat ini pun masih nggak kena!"
"Aku sudah berusaha, tapi mereka
menekan posisiku!"
Sania mulai panik. Kenapa tidak ada
yang melindunginya?
Tidak lama kemudian, pihak lawan
mulai memojokkan mereka.
Leo sambil berjalan terus memarahi
wanita itu, " Sania, kubilang untuk membidik penyihir lawan! Masa dari
tadi kamu masih nggak bisa kena?"
"Aku benar-benar sudah berusaha!
Mereka melindunginya dengan sangat baik, dan kalian nggak ada yang
melindungiku."
"Kamu itu penembak, itu memang
tugasmu! Kalau Nindi yang di sini, pasti dia bisa melakukannya dengan
baik!"
Leo secara refleks mengatakan kalimat
itu.
Tiba-tiba suasana tim menjadi hening.
Faktanya, mereka semua juga berpikiran sama. Kalau Nindi ada di sini, situasi
pasti berbeda.
Sania langsung menangis karena kesal,
"Aku memang nggak sehebat Kak Nindi, tapi aku sudah berusaha keras. Apa
lagi yang kalian harapkan dariku? Kak Leo sendiri juga impulsif sampai disergap
lawan!"
"Kamu malah melawan! Kondisi di
Babak Penyisihan Ulang kemarin jauh lebih sulit, tapi Nindi tetap bisa
menerobos! Kamu bilang kamu bisa, ini yang kamu bilang bisa?!"
Leo sudah hampir kehilangan kendali
emosinya.
Kalau bukan karena Sania mengatakan
bahwa dia sudah berlatih keras belakangan ini, dan ditambah dengan statistik
pertandingan Sania yang terlihat cukup bagus, dia benar-benar mengira Sania
sudah banyak berkembang.
Siapa yang menyangka, ternyata sama
sekali tidak ada kemajuan!
Leo sekarang sangat menyesal.
Sania terus menangis sambil mengikuti
tim.
Akhirnya, pertandingan pun berakhir
dengan kekalahan yang sangat telak!
Leo langsung membanting keyboardnya,
tatapannya dingin memandang Sania. "Main separah ini, kamu masih berani
bilang sudah banyak berkembang? Ini pertandingan, bukan latihan harian! Kamu
bahkan nggak sebanding dengan separuh kemampuan Nindi!"
Perbandingan memang menyakitkan.
Sekarang, Leo baru menyadari, saat
ada Nindi, dia tidak pernah mengkhawatirkan hal-hal seperti ini.
Selama beberapa waktu terakhir, dia
sendiri yang mengurus segala hal tentang tim dan baru sadar betapa banyaknya
pekerjaan yang harus dilakukan. Sebelumnya, semua itu sudah ditangani Nindi.
Leo tidak tahu selama ini.
Sekarang, tanpa Nindi sebagai pemain
inti, pertandingan tidak bisa dilanjutkan sama sekali.
Sania tertegun. Dia tidak menyangka
Leo akan marah di depan banyak orang, dan bahkan mengatakan bahwa dirinya tidak
sebanding dengan Nindi.
Ketika Sania menyadari kamera siaran
langsung mengarah kepadanya, dia segera menangis dengan ekspresi sedih,
"Maafkan aku, aku benar-benar sudah berusaha keras. Maaf, aku benar-benar
minta maef!"
"Nangis, nangis! Kamu cuma bisa
nangis! Apa nangis bisa menyelesaikan masalah?"
Leo sangat marah hingga hampir
kehilangan akal sehatnya.
Dia menoleh dan melihat ke arah
tempat duduk tamu undangan di mana Nindi duduk.
Pandangannya penuh dengan rasa putus
asa.
Tanpa Nindi, dia benar-benar tidak
bisa melakukan apa-apa.
Dialah yang sebenarnya membutuhkan
Nindi sebagai adiknya!
Pada saat itu, kamera siaran langsung
beralih ke arah Nindi.
No comments: