Bab 144
Nindi bahkan tidak berani menatap
Cakra.
Karena dia khawatir, dengan
menatapnya sekilas saja, semuanya akan terbongkar.
Zovan berkata, "Lemon, kalau
kamu menginginkan sesuatu, katakan saja. Kakak akan memenuhinya!"
Nindi berkata tanpa berpikir,
"Aku mau pergi ke bar.
"Nggak masalah."
"Nggak boleh."
Nindi seketika menoleh ke arah Cakra.
Matanya yang indah bagaikan buah aprikot pun memancar penuh harap.
Keduanya saling memandang sejenak,
Cakra langsung menyerah, "Kenapa, sih, kamu mau pergi ke bar?"
Nindi menjawab dengan penuh harapan,
"Karena aku belum pernah pergi, jadi kepingin aja."
Sebenarnya dia memang belum pernah
pergi ke bar di kehidupannya kali ini.
Dalam kehidupan sebelumnya, dia
pernah pergi ke sebuah bar sekali. Hanya saja, kejadian itu meninggalkan trauma
psikologis baginya. Jadi di kehidupan kali ini, dia ingin pergi sekali lagi
untuk mengusir semua bayangannya.
Zovan langsung menepuk dada Cakra,
"Ihh, kenapa, sih, nggak mengizinkan dia pergi? Kamu ini otoriter banget!
Orang jahat!"
Cakra mengerutkan sudut bibirnya,
"Sebaiknya kamu diam, banci!"
Nindi tertawa sampai perutnya sakit,
dia sangat menyukai kehidupannya yang sekarang.
Namun, tidak lama kemudian, dia
menerima pesan dari Kak Nando, "Nindi, hasil ujian sudah keluar. Bagaimana
nilai kamu? Apakah nilai ujian bahasa nasionalmu terpengaruh?"
Nindi pun mendengus dingin membaca
pesan ini.
Sepertinya Kak Nando juga tahu
tentang masalah alat tulis itu yang tentu saja akan sangat berpengaruh pada
ujian dia.
Jadi tidak ada yang bodoh, hanya saja
mereka lebih memilih untuk berpura-pura tidak tahu.
Nindi yang jarang sekali membalas pun
akhirnya menjawab pesan itu, "Bagaimana menurutmu?"
"Nindi, maaf, ya. Apa pun yang
kamu inginkan sebagai kompensasi, Kakak akan menyanggupinya. Kalau kamu ingin
mengulang di tahun ajaran yang akan datang pun, Kakak akan menemanimu setiap
hari."
Nindi tidak membalas lagi.
Nando terus menatap ponselnya dengan
suasana hati yang sangat buruk.
Dia-lah yang menodai perjuangan
Nindi. Padahal Nindi telah bekerja keras dalam beberapa bulan terakhir,
prestasinya juga meningkat pesat.
Nando kembali ke aula dan mendengar
Sania menangis dengan penuh kesedihan.
Pengurus rumah dan Leo berada di
sampingnya untuk menenangkannya.
Pengurus rumah berkata, "Nona
Sania, beberapa hari yang lalu kamu 'kan jatuh sakit, jadi sangat bisa
dimaklumi kalau kamu dapat nilai jelek. Kemampuanmu nggak hanya sebatas nilai
ini, kok."
Leo juga ikut berkata, "Benar,
Sania, jangan sedih lagi, nilai nggak mewakili apa-apa, kok. Apalagi untuk
keluarga seperti kita. Meskipun kamu mendapatkan nilai biasa-biasa saja, itu
nggak akan memengaruhi perkembanganmu di masa depan."
Sania yang sedih menghapus air mata,
"Tapi Kak Nindi pasti mendapatkan nilai yang baik, 'kan? Aku mau masuk
sekolah yang sama dengannya, tapi sekarang sepertinya nggak mungkin lagi."
Leo berkata, "Dia sepertinya
juga nggak dapat hasil yang baik. Aku dengar ada seorang siswa yang berprestasi
sangat baik, tapi malah gagal dalam ujian nasional, dan akhirnya nilainya hanya
lebih dari kamu seratus poin saja."
Sania terlihat bangga, sepertinya
Nindi benar-benar terpengaruh oleh alat tulis berkualitas rendah itu dan
berdampak pada hasil ujiannya.
Nando berjalan dengan wajah cemberut
dan berkata, "Leo, Kamu memang suka menari di atas penderitaan orang lain,
ya? Nindi itu adik kita, kalau dia gagal dalam ujian, apa untungnya
bagimu?"
"Kak Nando, aku nggak bermaksud
seperti itu. Aku kan sedang menghibur Sania."
"Menghibur Sania nggak perlu
sampai merendahkan dan mengejek Nindi, kan?"
Setelah dimarahi Nando, Leo pun
menyadari bahwa perilakunya tidak tepat. Dia berkata pelan, "Aku mengerti.
Aku nggak akan melakukan ini lagi. Tapi bagaimana dengan Nindi?"
Nando memasang wajah serius,
"Menurutmu bagaimana? Siapa pun yang mengalaminya pasti akan merasa sedih.
Semua ini salahku!"
Nando merasa dia tidak menangani
masalah ini dengan baik.
Sania berpura-pura berkata, "Kak
Nando, kalau Nindi merasa nilainya buruk dan ingin mengulang, aku akan
menemaninya. Lagi pula kita semua adalah keluarga, seharusnya kita maju
bersama."
"Tapi aku rasa, karena Kak Nindi
begitu ingin meninggalkan Keluarga Lesmana, kemungkinan besar nggak akan
mengulang lagi di tahun depan.
Nando mengerutkan kening dan berkata,
"Itu bukan keputusan dia. Aku sendiri yang akan menemaninya mengulang
selama satu tahun. Aku akan mengurus segala keperluan Nindi, hingga dia
mengikuti ujian ulang."
Nando merasa, dengan cara ini, dia
bisa memperbaiki hubungan dengan Nindi.
No comments: