Bab 154
Saat Nindi mendengar bagian akhir
dari kalimat itu, dia menggigit bibirnya dan berkata, "Masalah ini terjadi
karena aku, aku nggak akan menghindari tanggung jawab."
Dia tidak akan langsung melempar
semua kesalahan kepada Cakra.
Hal seperti menusuk seseorang dari
belakang, dia tidak sanggup melakukannya.
"Nindi, jangan keras kepala
lagi. Dengarkan nasihat Kakak, pulanglah. Aku jamin kamu nggak akan
kenapa-kenapa."
"Kalau Kakak cuma mau bicara
soal ini, lebih baik jangan bicara lagi."
Nindi langsung menutup telepon. Dia
tidak akan melakukan apa yang disarankan kakaknya.
Nando melihat telepon yang terputus,
lalu menghela napas. 2
Leo yang ada di samping nya bertanya,
"Bagaimana, apakah dia setuju?"
"Nggak setuju."
"Apa Nindi sudah gila? Dia nggak
mungkin bisa menyelesaikan masalah Yanyar, dan dia juga akan dihabisi keluarga Gunawan."
Nando juga tahu betapa seriusnya
masalah ini.
Dia melihat ke arah Leo,
"Pokoknya atur dokter terbaik, juga perawat untuk jaga Yanuar, coba buat
dia senang, jangan sampai marah, mungkin dengan begitu lebih gampang diajak
bicara."
"Kalau perdamaian nggak
berhasil, ya terpaksa minta bantuan Kak Darren."
Keesokan harinya, Nindi bangun dengan
mata panda.
Semalam dia tidak tidur nyenyak,
memikirkan bagaimana cara menyelesaikan masalah Yanuar.
Dia membuka ponselnya dan menerima
saran dari pengacara, "Kamu bisa membeli beberapa hadiah untuk mengunjungi
pasien di rumah sakit, atau berusaha untuk meredakan sikap pihak lain dan
mencapai perdamaian."
Melihat pesan ini, Nindi merasa
sedikit gelisah.
Jika benar-benar ingin meminta maaf,
maka dia yang pergi sudah cukup, tidak boleh membiarkan Cakra pergi.
Namun, dia harus pergi ke sekolah
terlebih dahulu hari ini.
Nindi sudah mengganti pakaian dan
pergi ke apartemen sebelah, bibi sudah menyiapkan sarapan di atas meja.
Cakra ada di ruang kerja, sementara
Zovan sepertinya belum bangun.
Nindi ingat kejadian semalam di bar,
saat dia gagal mengungkapkan perasaannya. Akhirnya dia memilih untuk tidak
mengganggu Cakra di ruang kerjanya, karena merasa agak canggung.
Nindi mengambil selembar memo untuk meninggalkan
pesan, lalu diam-diam pergi.
Dia naik kendaraan dan pergi
sendirian ke sekolah.
Di luar sekolah, terpasang spanduk
merah besar, mengucapkan selamat atas tingkat kelulusan yang sangat tinggi.
Ada juga spanduk yang bertuliskan,
'Selamat kepada siswa XX dari sekolah ini yang meraih peringkat pertama
se-kota!!
Nama siswa tersebut sengaja
disembunyikan, seolah -olah mereka ingin membuat kesan misterius.
Seisi kelas sedang ramai membicarakan
soal nilai mereka.
Saat Nindi masuk ke kelas, banyak orang
langsung menatapnya dengan tatapan penuh perhatian.
Setelah ujian, Nindi langsung menjadi
game goddess di platform streaming Drego, dengan kemampuan permainan yang
sangat mumpuni, penjelasannya sangat detail dan penuh kesabaran, yang paling
penting, nilainya juga sangat bagus.
Nindi langsung menjadi idola bagi
teman-teman sekelasnya yang ingin meraih kesuksesan.
Ketua kelas tersenyum dan mendekat,
"Dewi, gimana hasil ujianmu kali ini? Dengar-dengar, sang juara pertama
se-kota ada di kelas kita, jangan-jangan kamu yang dimaksud?"
"Ha! Bagaimana mungkin itu
Nindi, katanya dia gagal dalam ujian bahasa nasional, bahkan untuk bisa
melewati batas nilai ujian nasional saja sudah susah!"
Si Pengikut nomor dua langsung
memasuki kelas dan mulai berbicara dengan nada sarkastik.
Nindi dengan sinis menjawab,
"Tapi tetap lebih tinggi dari nilai kamu,"
Sania mengenakan gaun bermerek,
dengan riasan ala influencer yang sangat teliti, dengan tatapan angkuh di
matanya, "Nindi, aku tahu kamu lagi nggak senang karena hasil ujian, kalau
kamu mau ikut ujian lagi, aku bisa temanin kok."
Nindi merasa sangat kesal karena
masalah semalam dengan Yanuar, dan ternyata perempuan licik ini malah berani
menantang dia.
Masa sudah datang begitu dekat, kalau
tidak dihadapi kan rugi.
"Duh, kamu nih, nilaimu memang
berapa sih? Kayaknya nggak sampai setengah dari nilai-ku. Bagaimana bisa bilang
mau temanin aku ikut ujian ulang? Aku jawab soal pake kaki aja nilainya lebih
tinggi dari kamu!" sindir Nindi.
No comments: