Bab 159
Ketika melihat Kak Nando diwawancarai,
mata Nindi sekilas memancarkan cahaya licik.
Nando langsung tertegun ketika
menghadapi pertanyaan wartawan.
Karena dia tak paham satu pun
perkataan yang dilontarkan oleh wartawan tersebut.
Apanya yang berbagi kiat-kiat untuk
meningkatkan nilai akademis Nindi?
Nindi sudah pindah tempat tinggal
jauh sebelum ujian dan sangat jarang pulang ke rumah.
Selain itu, keluarga tak ada sangkut
pautnya sama sekali dengan peningkatan pesat nilai akademis Nindi.
Bahkan waktu itu, Leo memaksa Nindi
ambil tuti guna berlatih main gim untuk berpartisipasi dalam kompetisi E-Sport.
Karena alasan ini juga nilai Sania jadi sangat anjlok.
Bisa dibilang, keluarga Lesmana tak
berkontribusi apa pun terhadap pencapaian Nindi sebagai sang juara.
Malahan menjadi penghambat.
Kalau bukan karena Nindi bersikeras
untuk pindah dan menolak tawaran latihan kompetisi E-Sport, maka kesempatan
Nindi untuk meraih gelar sang juara sangatlah kecil.
Setelah memikirkan semua itu, Nando
menoleh Nindi tanpa sadar.
Dia sadar bahwa Nindi sengaja
mengatakan itu.
Nindi memang sengaja menyindir
seluruh anggota keluarga Lesmana.
Nindi tahu keluarga Lesmana akan
mengakui kegemilangan ini tanpa malu sedikit pun.
Tak bisa dipungkiri bahwa tamparan
Nindi yang satu ini sudah menghantam wajahnya dengan keras. Membuatnya merasa
begitu malu karena tak bisa menjadi sosok kakak yang baik.
Raut wajah Nando begitu kusut.
Dia berkata dengan suara parau,
"Sebenarnya, kita tak melakukan apa-apa. Yang terpenting adalah adikku itu
orang yang cerdas, rajin, dan pekerja keras."
Wartawan yang mendengar jawaban ini
merasa agak kecewa.
Wali kelas setidaknya mengetahui
sesuatu, dia menduga Nindi sengaja mengatakan ini untuk menyindir keluarganya.
Kepala sekolah berjalan mendekat dan
berkata kepada Nando, "Selamat, Pak Nando, keluarga kalian sudah
melahirkan sosok sang juara."
Pada momen ini, bahkan Nando tak bisa
tersenyum karena merasa amat malu.
Meski Nindi mendapatkan hasil yang
luar biasa sebagai sang juara, dia tak berkontribusi apa pun.
Jadi hatinya terasa begitu sesak
ketika mendengar ucapan selamat dari orang-orang ini.
Dia kian tak berani menatap Nindi,
apalagi setelah dia mengatakan itu.
Wali kelas segera berusaha mencairkan
suasana, Ayo, nggak usah diam lama-lama di sini. Mari kita pergi ke restoran
dulu untuk makan."
Nindi melangkah mundur, menatap Nando
sembari berkata, "Pergilah."
"Nindi!"
Nandor melihat punggung Nindi dengan
perasaan kalut, tetapi sudah tak berani memaksa seperti tadi.
Ketika Nindi masuk ke dalam mobil,
terlihat Nando berdiri di pinggir jalan. Dia berpikir ucapan selamat yang
kepala sekolah berikan tadi cukup menarik.
Sesaat kemudian, mereka semua tiba di
restoran dekat sekolah.
Nando yang mengendarai mobil juga
mengekor karena tak mungkin pergi begitu saja.
Namun, saat turun dari mobil, dia
mendapat panggilan dari Leo, "Kak Nando, kamu ngapain, sih? Bahkan Sania
sudah datang ke rumah sakit. Kenapa kamu masih belum menjemput Nindi?"
Nando menarik napas dalam-dalam dan
menjawab, "Mungkin habis makan siang, baru bisa datang ke sana."
"Acara makan siang apa yang
lebih penting dari masalah keluarga Gunawan saat ini? Nilai ujian Yanuar sangat
anjlok. Nyonya Gunawan sudah menelepon beberapa kali, tapi terus ditolak sama
Yanmar. Kalau sampai Nyonya Gunawan menjenguk ke rumah sakit, semua usaha kita
akan sia-sia."
Nando berkata dengan suara bergetar,
"Acara ini adalah pesta perayaan buat Nindi, aku nggak bisa pergi begitu
saja."
Meski dia tak berkontribusi untuk
membantu Nindi mendapatkan nilai yang luar biasa.
Dia sebagai kakaknya harus hadir
dalam pesta perayaan hari ini.
"Pesta perayaan apa? Nindi
berhasil menjadi sang juara peraih peringkat pertama sekota? Bisa-bisanya hadir
ke pesta perayaan!"
"Nindi itu nggak menjalani ujian
dengan baik. Cepatlah kembali! Menyelesaikan masalah dengan keluarga Gunawan
itu lebih penting. Demi menyelesaikan ini, aku selalu berada di samping Yanuar
untuk menjalin hubungan baik dari semalam. Kamu kira aku nggak kerepotan?"
"Nindi adalah sang juara peraih
peringkat pertama sėkota."
"Apa!"
Setelah mendengar kabar ini, Leo
hampir kehilangan keseimbangan. "Nindi menjadi sang juara peraih peringkat
pertama sekota? Mana mungkin! Bukannya ujian bahasa nasionalnya cukup buruk
karena alat tulisnya bermasalah?"
Walau bukan karena anjloknya nilai
ujian bahasa nasional, akademis Nindi juga tak cukup baik untuk meraih
peringkat pertama sekota, 'kan?
"Aku juga berpikir demikian,
tapi barusan pihak sekolah sudah memasang spanduk dan banyak wartawan yang
mewawancarai juara pertama, Nindi benar-benar menjadi sang juara. Saat ini, aku
sudah bersama mereka pergi ke restoran."
No comments: