Bangkit dari Luka ~ Bab 161

  

Bab 161

 

Nando tampak seperti hampir kehilangan keseimbangan.

 

Dia menekan dadanya, "Nindi, apa maksudmu barusan?"

 

"Aku bilang kalau aku mau memutuskan hubungan denganmu. Aku paling benci saat kamu memakai alasan demi kebaikanku buat ikut campur dan mengatur hidupku seenaknya."

 

Nindi benar-benar marah kali ini.

 

Sebelumnya, dia tidak pernah mengatakan ingin memutuskan hubungan. Nindi hanya berharap bisa menjaga jarak sejauh mungkin.

 

"Aku seharusnya bilang begini dari dulu, agar kalian nggak terus hidup dalam kebodohan, berpikir kalau semua yang kalian lakukan dengan mengatasnamakan sebutan kakak adalah hal yang benar. Semua itu memuakkan!"

 

Nindi menatap sedingin es.

 

Awalnya, Nindi tidak berniat mengucapkan kata-kata kejam ini saat meninggalkan keluarga Lesmana.

 

Namun, mereka terus-menerus menginjak batas kesabarannya.

 

Nando merasa sesak, suaranya bahkan terdengar bergetar, "Nindi, aku nggak menyangka kamu sebegitu membenciku dan juga keluarga Lesmana!"

 

"Memang iya, sekarang kamu mengerti, 'kan?"

 

Nando menatapnya dengan sorot penuh luka, "Aku akan menganggapnya cuma omong kosong karena amarahmu. Dokter sekolah itu, kalau dia memang lelaki sejati, seharusnya dia bertanggung jawab atas tindakannya sendiri! Dia harus pergi ke rumah sakit buat meminta maaf secara langsung!"

 

"Kamu benar-benar keterlaluan!"

 

"Sekarang, kamu nggak punya alasan lagi buat menolak ke rumah sakit bersamaku, 'kan?"

 

Nindi menatap Nando dengan dingin sejenak, lalu berbalik dan menghentikan sebuah taksi untuk pergi.

 

Nindi mencoba menghubungi Cakra, tetapi panggilannya tidak dijawab.

 

Kenangan yang melibatkan Yanuar dari kehidupan sebelumnya muncul di benaknya. Saat itu, Yanuar terlibat konflik dengan seseorang, lalu, keluarga Gunawan memaksa orang itu untuk meminta maaf.

 

Pada akhirnya, orang itu dihina dan dipukuli habis -habisan oleh Yanuar.

 

Amatah Nindi seketika memuncak.

 

Nindi segera mengirim pesan kepada Cakra, "Kamu lagi di mana sekarang?"

 

"Di rumah sakit."

 

Begitu membaca pesan itu, Nindi langsung meneleponnya, "Cakra, jangan masuk dulu. Tunggu aku di luar. Aku hampir sampai."

 

"Kamu juga mau ke sini?"

 

Cakra yang baru saja turun dari mobil, seketika mengerutkan alisnya, "Perayaan makan malamnya selesai secepat itu?"

 

"Jangan alihkan pembicaraan. Tunggu aku sampai di sana, baru kita bicarakan."

 

Setelah mengatakannya, Nindi langsung menutup telepon.

 

Cakra memandang ponselnya sejenak, lalu mendongak, menatap bangunan rumah sakit di depannya.

 

Tak lama kemudian, Zovan yang baru saja memarkir mobilnya, berjalan mendekat, "Apa Nindi sudah meneleponmu?"

 

"Ya, dia memintaku menunggunya di luar."

 

"Nindi benar-benar berusaha melindungi orang-orangnya, ya."

 

Pagi ini, Nando memang sempat menghubungi Cakra, tetapi ancaman dari keluarga Lesmana sama sekali tidak mereka pedulikan.

 

Sekarang, Cakra dan Zovan datang ke rumah sakit ini semata-mata untuk menyelesaikan masalah Yanuar.

 

Tentu saja, yang paling penting adalah dia sendiri yang turun tangan untuk menghukum bocah itu.

 

Cakra berdiri di depan pintu rumah sakit, Seraya berkata, "Kamu masuk duluan saja. Aku mau menunggu Nindi di sini."

 

"Oke, aku akan segera menyelesaikannya."

 

Zovan langsung masuk ke rumah sakit, melangkah menuju kamar VIP tempat Yanuar dirawat.

 

Saat itu, Yanuar tengah berbaring di tempat tidur dengan perban yang melilit tubuhnya, menikmati perhatian penuh dari Sania.

 

Dengan suara lembut dan penuh perhatian, Sania berkata, "Kak Yanuar, nanti kalau Nindi datang buat minta maaf, tolong hargai Kak Leo sedikit, ya. Bagaimanapun juga, Nindi itu bagian dari keluarga Lesmana."

 

"Aku tahu," balas Yanuar, "Asalkan Nindi menunjukkan penyesalannya dengan baik, aku bisa saja mengabaikan masalah ini. Tapi, pacarnya yang dokter sekolah dan miskin itu, dia harus membayar atas apa yang sudah dia lakukan!"

 

Nada bicara Yanuar meninggi, membuat tulang rusuknya terasa nyeri hingga dia menarik napas dalam-dalam untuk menahan rasa sakitnya.

 

Sania menyembunyikan rasa puas dalam tatapannya, "Kak Yanuar, terima kasih, ya. Nindi itu cuma tertipu sama dokter itu, itu sebabnya dia meninggalkan rumah dan memilih hidup bersama dia."

 

"Aku juga nggak tahu kenapa dulu bisa tertarik sama wanita yang sebebas Nindi. Jelas-jelas kamu jauh lebih baik, Sania."

 

Yanuar memang suka bermain-main dengan banyak wanita. Namun, tentu saja dia lebih menyukai sosok gadis baik-baik.

 

"Siapa yang kamu sebut wanita bebas?"

 

Zovan melangkah masuk ke dalam kamar dan langsung mendengar Yanuar sedang membicarakan keburukan Nindi.

 

Untung saja Cakra tidak ikut naik ke sini. Jika sampai dia mendengar perkataan Yanuar, bisa dipastikan bocah ini akan habis dibuatnya.

 

Bagaimana tidak? Cakra saat ini begitu ingin melindungi Nindi.

 

Ketika Yanuar mendongak dan melihat Zovan, dia begitu terkejut hingga apel yang sedang dipegangnya hampir menggelinding, "Kamu, kamu 11

 

Astaga, ternyata itu adalah sepupunya!

 

Apakah keluarga tahu bahwa dia membuat masalah lagi? Apa mereka sengaja mengirim Zovan untuk mengurusnya?

 

Sania yang melihat Zovan masuk langsung melirik ke belakangnya, memastikan tidak ada siapa-siapa. Dengan nada penuh rasa penasaran, dia bertanya, " Ternyata kamu. Tapi mana dokter sekolah itu?"

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 161 Bangkit dari Luka ~ Bab 161 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on May 04, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.