Bangkit dari Luka ~ Bab 162

  

Bab 162

 

Zovan berkata dengan tenang, "Biar aku saja yang urus masalah ini. Dia nggak perlu datang."

 

Apa masih perlu melibatkan Cakra untuk mengurus sepupunya ini?

 

Untuk apa berbuat berlebihan hanya demi menyelesaikan masalah sepele seperti ini?

 

Sania mencibir dengan sinis, "Kamu saja? Memangnya kamu pantas melakukannya ? Dokter sekolah itu kan sangat arogan, kenapa sekarang malah jadi pengecut?"

 

"Diam kamu!"

 

Yanuar langsung membentak Sania, "Kenapa kamu berani bicara begitu?"

 

Bahkan, Yanuar sendiri pun tidak berani berbicara seperti itu pada sepupunya.

 

Sania yang mendapat bentakan sontak terlihat kesal. Nada suaranya mulai terdengar penuh keluhan, "Aduh, Kak. Memangnya omonganku ada yang salah, ya?"

 

Zovan tersenyum tipis sambil menatap Yanuar, " Suruh dia keluar. Kita bicara empat mata saja."

 

"Ya, oke. Sania, keluarlah dulu. Jangan lupa tutup pintunya, ya."

 

"Tapi, Kak Yanuar, ini kan ada hubungannya denganku juga. Kenapa aku harus keluar?"

 

Sania merasa Yanuar sudah mulai tidak menghargainya. Benar saja, jika sudah mendapatkan apa yang diinginkan, laki-laki pasti tidak akan menghormatinya lagi.

 

Yanuar mulai kehilangan kesabaran, "Kalau aku bilang keluar, ya, keluar. Apa kamu nggak paham sama ucapanku?"

 

Yanuar tidak ingin Sania melihat dirinya dipermalukan oleh sepupunya sendiri. Harga dirinya sebagai pria juga harus dijaga.

 

Sania mengentakkan kaki dengan amarah, lalu berjalan keluar dengan raut kesal.

 

Kini, hanya tersisa dua orang di ruangan itu.

 

Zovan melangkah mendekat, menarik kursi, dan duduk, "Kamu hebat, ya. Permainanmu sangat lihai.

 

"Aku sudah bilang 'kan kalau aku dengar suara yang mirip denganmu saat di bar? Kupikir cuma salah dengar Kak, kenapa kamu nggak buka kedokmu saja saat itu?"

 

"Ini bukan urusanmu. Cedera yang kamu alami itu murni salahmu sendiri. Jangan libatkan orang lain, paham?"

 

Yanuar tampak ragu-ragu. "Kak Zovan, apa dokter sekolah itu temanmu?"

 

Andai bukan, lantas mengapa sepupunya ini bersedia repot-repot datang ke rumah sakit untuk menyelesaikan masalah ini?

 

"Benar, jadi, kamu pasti tahu apa yang seharusnya kamu lakukan, bukan?"

 

"Hm, tapi tulangku sampai retak gara-gara ditendang, Kak! Kamu bahkan juga nggak peduli padaku. Siapa sih dokter itu sampai kamu sendiri rela turun tangan?"

 

Zovan menghela napas, kecewa dengan tindakan sepupunya, "Lebih baik kamu nggak perlu tahu. Yang penting, selama kamu nggak membuat masalah ini makin besar, aku akan bicara sama tante soal nilai-nilai ujianmu kali ini."

 

Mata Yanuar langsung berbinar-binar, "Setuju."

 

Bagi Yanuar, nilai ujian adalah masalah terberat dalam hidupnya.

 

Siapa suruh kakaknya ini menjadi orang yang jenius, sementara dia hanya murid kelas bawah?

 

Keduanya akhirnya sepakat.

 

Begitu mobilnya tiba di rumah sakit, Nindi langsung turun tanpa berkata sepatah kata pun.

 

Nindi berjalan dengan tergesa-gesa menuju rumah sakit dengan penuh kekhawatiran. Dia bahkan tidak memperhatikan langkahnya sendiri, hingga hampir tersandung sesuatu.

 

"Hati-hati, perhatikan jalannya."

 

Cakra dengan sigap menangkap lengannya, seraya memandangnya tak berdaya.

 

Nindi pun mendongak. Dia langsung merasa lega saat melihat wajah Cakra, "Kamu belum masuk, kan?"

 

"Belum, aku lagi nunggu kamu di sini."

 

Cakra merasa tidak perlu ikut campur. Zovan pasti sudah cukup mampu menangani masalah ini sendiri.

 

Namun, dia tidak menyangka Nindi akan terburu -buru datang ke sini. Bahkan, aroma kuah soto pun masih melekat di tubuhnya.

 

Setelah mendengar jawaban Cakra, Nindi akhirnya bisa bernapas lega, "Baguslah kalau kamu belum masuk."

 

"Buru-buru banget, sih. Memangnya kamu mau bilang apa padaku?"

 

"Aku Cuma mau bilang kalau kamu nggak perlu ikuti ucapan Kak Nando. Aku sudah menghubungi pengacara. Kalau pihak keluarga Gunawan mencoba membuat masalah, kita lawan saja."

 

Ekspresi Nindi terlihat luar biasa serius.

 

Cakra bisa melihat tekad yang terpancar dari sorot mata gadis itu saat menatapnya.

 

Selama telepon barusan, suaranya bahkan dipenuhi kegelisahan bercampur perhatian.

 

Hati Cakra yang selama ini tenang bagai air, mendadak beriak tak terduga.

 

Cakra tak bisa menahan untuk mengetuk lembut kening Nindi dengan jarinya, "Ini bukan masalah serius. Aku pasti bisa menyelesaikannya."

 

"Mau menyelesaikan bagaimana memangnya?" tantang Nindi tanpa ragu, "Sekalipun kamu punya teman seperti Zovan yang kaya, tetap saja nggak ada artinya di hadapan keluarga Gunawan di Kota Yunaria. Kalau mereka benar-benar menuntut tanggung jawab, kamu nggak akan punya peluang sedikit pun."

 

"Memangnya kenapa aku sampai nggak bisa melakukannya?"

 

"Kamu Cuma dokter sekolah. Mana bisa melawan keluarga sehebat itu?"

 

Nindi mengerucutkan bibirnya, "Apalagi, ini semua gara-gara aku. Kamu terluka saat mencoba membelaku dari Yanuar, anak kaya yang tolol itu."

 

Saat ini, Cakra tertegun begitu mendengar Nindi menyebut Yanuar sebagai "Anak kaya bodoh". Entah mengapa, dia merasa ada sesuatu yang tak bisa dia pahami.

 

Senyuman tipis muncul di wajah Cakra, "

 

Memangnya, kamu berniat tanggung jawab dengan tubuh mungilmu itu?"

 

"Aku pasti bakal tanggung jawab sama kamu. Apa ada yang salah?"

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 162 Bangkit dari Luka ~ Bab 162 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on May 04, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.