Bab 164
Karena peringatan dari kakak
sepupunya untuk tidak terlalu banyak bicara dengan orang-orang dari keluarga
Lesmana, Yanuar terpaksa menyembunyikan kebenaran.
Ekspresi Sania tampak muram. Jika
bukan karena kehadiran Leo di sini, dia pasti sudah memaksa Yanuar untuk
membongkar kejadian ini.
Saat ini, dia hanya bisa berkata,
"Kak Yanuar, terima kasih atas kebaikanmu ini. Keluarga Lesmana pasti akan
selalu berterima kasih padamu."
Leo akhirnya menghela napas lega.
Selama Yanuar tidak memperpanjang masalah ini, semuanya akan baik-baik saja.
Namun, Nindi merasa tak percaya.
Mungkinkah Yanuar benar-benar tidak
akan mempermasalahkan kejadian ini? Rasanya, ada yang tidak beres, meskipun dia
tidak bisa menjelaskan apa itu.
Di sisi lain, Nando melangkah maju
dan menatap Yanuar dengan segan, "Terima kasih banyak, Pak Yanuar. Maaf
sudah merepotkanmu. Tenang saja, semua biaya pengobatanmu akan ditanggung
sepenuhnya oleh keluarga Lesmana. Sania juga akan menjagamu sampai pulih
sepenuhnya."
Yanuar sedikit pelan, "Lagi
pula, demi menghormati . Sania, kurasa nggak perlu sampai memperburuk
keadaan,"
Dengan begini, seharusnya masalah ini
sudah selesai, 'kan?
Walaupun Sania masih merasa tidak
rela dalam hatinya, sikap Yanuar yang begitu menghormatinya membuatnya cukup
puas.
Sania lalu menoleh ke arah Nindi
dengan sorot mata tajam, "Kak Nindi, meskipun masalahnya dibiarkan selesai
seperti ini, tetapi Kak Yanuar terluka cukup parah. Bukankah seharusnya kamu
meminta maaf?"
Leo seketika mengangguk setuju,
"Benar, benar sekali. Memang sudah sepantasnya kamu meminta maaf. Nindi,
cepat kemari."
Nando mengerutkan kening,
"Dokter sekolah itu juga ada di sini. Seharusnya dia yang datang buat
minta maaf."
Mengapa harus Nindi yang minta maaf?
Yanuar buru-buru melambaikan tangan,
"Nggak perlu, nggak perlu minta maaf. Itu kan cuma sebatas kata-kata,
nggak perlu sampai begitu."
Apalagi, kakak sepupunya, Zovan,
mungkin belum pergi jauh.
Kakak sepupunya telah turun tangan
membela dokter sekolah itu. Yanuar sendiri pun sudah setuju untuk tidak
memperpanjang masalah ini. Dia justru khawatir jika sampai membuat kakak
sepupunya dan dokter sekolah itu datang.
Takutnya, dialah yang harus minta
maaf pada akhirnya!
Nando kembali menegaskan, "Pak
Yanuar, kamu terluka. Sudah sepantasnya mereka minta maaf."
"Nggak, nggak perlu. Aku ini
orangnya pemaaf. Masalah ini sudah selesai. Jadi, nggak perlu ada yang diungkit
lagi, oke?"
Yanuar benar-benar tidak mau
mengambil risiko dan harus bertemu kakaknya lagi.
Situasi ini membuat tidak hanya
Nindi, tetapi juga anggota keluarga Lesmana lainnya, merasa heran. Apa masalah
ini benar-benar bisa selesai semudah itu?
Aneh sekali!
Sania terlihat cukup puas, kemudian
berkata dengan bangga, "Terima kasih ya, Kak Yanuar. Kamu sudah begitu
berbesar hati demi aku. Aku jadi sangat terharu. Kak Nando, kalau Kak Yanuar
saja nggak mempermasalahkan ini, kita anggap selesai saja, ya?
11
Yanuar buru-buru menyela, "Aku
mau istirahat. Kalian semua keluar dulu, ya."
Dia benar-benar ingin menghindar
sekarang.
Rombongan itu akhirnya keluar dari
kamar rawat.
Nindi merasa lega setelah keluar.
Beban yang selama ini menekan hatinya seperti terangkat. Dia tidak menyangka
Yanuar ternyata berbeda dari kabar yang beredar ... bahkan begitu murah hati
dan tidak mendendam?
Namun, Sania sengaja berkata,
"Kak Nindi, nanti kamu harus bicara baik-baik dengan dokter sekolah itu.
Jangan biarkan dia bertindak gegabah lagi. Nggak semua orang seperti Kak
Yanuar, yang nggak . suka memperbesar masalah dan pemaaf."
Nando mengangguk, lalu menambahkan,
"Sania, aku tahu kamu memang sangat dewasa. Beruntung sekali kita punya
kamu di sini."
Leo pun ikut menyahut sambil menatap
Nindi, " Nindi, sebaiknya kamu berhenti bergaul dengan dokter sekolah itu.
Kembalilah ke rumah. Aku janji, keluargamu nggak akan memperlakukanmu seperti
dulu lagi. Jangan keras kepala terus, oke?"
Nindi hanya tertawa dingin mendengar
semua itu.
Nindi menatap Leo dengan dingin,
"Jangan mimpi, aku nggak ada hubungan apa-apa lagi sama kalian. Jadi,
berhenti ikut campur urusanku."
Leo yang melihat tingkahnya hampir
saja meledak marah. Akan tetapi, Nando segera menahannya.
Nando kemudian berkata dengan lembut,
"Nindi, sudah, jangan diperpanjang lagi. Lagi pula, kamu kan baru saja
mendapat nilai terbaik. Keluarga mau mengadakan pesta perayaan besar-besaran
buat kamu. Kalau ada permintaan atau keinginan, bilang saja. Kak Nando akan
mengurus semuanya untukmu. 11
Di sebelahnya, Sania mencengkeram
jemarinya kuat -kuat, menahan rasa cemburu yang hampir meluap.
Dia tidak akan membiarkan Nindi
menikmati kemenangan ini begitu saja. Apa hebatnya menjadi juara? Mungkin saja
Nindi bekerja sama dengan kepala sekolah untuk bermain curang. 1
Mata tajam Nindi beralih menatap
Nando, membuat pria itu merasa berat hati.
Nindi mundur dua langkah, menjaga
jarak, "Pesta perayaan buatku? Memangnya kalian punya muka buat adain itu?
Setelah semua yang kalian lakukan buat menghambatku, bahkan memaksaku bolos
kelas cuma untuk mencoba permainan?"
"Nindi, ucapanmu kasar sekali."
Nindi tersenyum dingin, "Kasar?
Aku bahkan bisa lebih kasar lagi. Siapa kamu, hah? Apa hakmu mengurus pesta
buatku?"
Leo yang tak tahan lagi menjawab
dengan lantang, " Karena aku ini kakakmu!"
"Sayangnya, sekarang nggak
lagi."
No comments: