Bangkit dari Luka ~ Bab 165

  

Bab 165

 

Nindi berbicara dengan nada dingin, "Lebih tepatnya, sejak dulu kita memang nggak ada hubungan."

 

"Kamu mau memutus hubungan denganku?"

 

"Kamu sudah sering bilang begitu, 'kan? Memangnya sudah lupa, ya?"

 

Leo merasa bersalah, "Aku omong begitu cuma karena marah saja. Aku nggak pernah benar-benar bermaksud begitu."

 

"Tapi aku menganggapnya serius. Sebagai manusia, kita harus menepati ucapan masing-masing."

 

Nindi menatap kedua kakak di depannya dengan tatapan tajam, "Aku nggak pernah asal bicara Cuma gara-gara emosi. Selamat tinggal. Oh, salah. Sebaiknya, kita nggak pernah bertemu lagi."

 

Ekspresi Nindi begitu serius. Wajahnya yang putih bersih berpadu dengan tatapan mata hitam yang mendalam.

 

Seusai mengatakannya, Nindi berbalik. Pandangannya bertemu dengan sosok di kejauhan Cakra dan Zovan.

 

Tatapan Cakra memancarkan secercah rasa puas.

 

Sementara itu, Zovan langsung bertepuk tangan sambil berkata, "Kata-katamu indah sekali!"

 

Saat melihat mereka, hati Nindi terasa sedikit lebih tenang.

 

Sebenarnya, dia selalu enggan mengucapkan kata-kata itu, karena takut terkesan bahwa dia masih peduli pada keluarga Lesmana.

 

Namun, hari ini Nando diam-diam menghubungi Cakra dan memaksanya datang ke rumah sakit. Itu benar-benar membuat Nindi muak.

 

"Nindi, jangan kira hanya karena nilai ujianmu bagus, kamu bisa merasa hebat dan lepas dari keluarga Lesmana! Tanpa keluarga Lesmana, kamu bukanlah apa-apa!"

 

Mata Leo berubah merah karena amarah akibat kata -kata Nindi tadi.

 

Dia tak percaya bahwa sebenarnya Nindi sangat peduli pada masalah ini. Lantas, mengapa Nindi tidak pernah mengungkapkan ini sebelumnya?

 

Dia mengira bahwa Nindi benar-benar tak peduli selama ini.

 

Nindi menoleh ke belakang seraya menatap dingin, " Memangnya, tanpa aku, kalian bisa lolos ke babak final turnamen tim kalian? Memangnya, tanpa aku, kerja sama aplikasi permainan kalian itu nggak bakal dibatalkan?"

 

Tatapan Leo menyiratkan rasa malu yang tak bisa dia sembunyikan.

 

Dia tak mampu membantah, karena semua yang dikatakan Nindi adalah kenyataan.

 

Di sisi lain, Zovan sengaja memperkeruh suasana dengan berkata, "Lihat saja, sejak Nindi lepas dari kalian, nilainya melonjak pesat hingga jadi yang terbaik. Dia bahkan jadi penyiar permainan terkenal.

 

Ada banyak tim profesional berebut mau merekrutnya. Tanpa kalian, hidupnya bahkan jauh lebih baik."

 

Cakra pun menambahkan dengan nada sinis, " Tanyakan pada hati nurani kalian sendiri, apa yang sudah kalian berikan untuknya selama ini?"

 

Leo spontang menjawab, "Mana mungkin kami nggak pernah kasih apa-apa buat dia!"

 

Namun, Leo sama sekali tak mampu mengingat apa jasanya. Sebaliknya, selama ini Nindi-lah yang selalu berkorban demi dirinya.

 

Dia terlalu terbiasa menerima semua pengorbanan Nindi, hingga lupa bahwa hubungan keluarga seharusnya saling memberi, bukan hanya menuntut.

 

Nindi mengernyit dibuatnya, "Mulai sekarang, berhentilah bicara soal 'darah lebih kental daripada air' atau keluarga itu segalanya. Semua itu terdengar sangat menggelikan."

 

Tanpa menunggu respons mereka, Nindi melangkah pergi dengan mantap.

 

Nando tiba-tiba memegang dadanya, pandangannya menggelap, dan tubuhnya pun ambruk ke lantai.

 

"Kak Nando, kamu kenapa?" teriak Leo dan Sania bersamaan.

 

Nindi mendengar suara mereka begitu memasuki lift, tetapi langkahnya tidak terhenti. Dia kemudian menekan tombol dan membiarkan pintu mulai menutup perlahan.

 

Dia menatap Nando tanpa ekspresi sampai pintu lift tertutup, memisahkan segalanya!

 

"Nindi!"

 

Nando menggumamkan nama itu berulang kali, seperti doa yang tak pernah terjawab. Matanya kemudian perlahan tertutup rapat. Kali ini, dia tersadar bahwa dirinya benar-benar kehilangan sosok adiknya.

 

Saat dia jatuh sakit sebelumnya, Nindi tak pernah pergi begitu saja.

 

Bahkan, terakhir kali dia sakit, justru Nindi-lah mengantarnya ke rumah sakit.

 

Namun, Nando sadar bahwa kali ini semuanya berbeda.

 

Dia telah kehilangan adiknya ini.

 

Hati Nando terasa pilu tak tertahankan.

 

Setelah meninggalkan rumah sakit, Nindi memandang langit seraya menghela napas.

 

Zovan berkata seraya mengemudi, "Nindi, seharusnya kamu melakukannya sejak dulu agar mereka nggak terus menginjak-injakmu."

 

"Kamu benar."

 

Nindi pun merasa bahwa dia dirinya seharusnya menjelaskan sejak awal, agar mereka tak menyangka bahwa dirinya hanya sekadar kesal.

 

Sejak awal, dia tak pernah main-main.

 

Nindi sungguh-sungguh merencanakan langkah demi langkah, hingga akhirnya meninggalkan keluarga Lesmana.

 

Pada akhirnya, orang-orang itu ternyata hanya mengira bahwa dirinya tengah dilanda amarah.

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 165 Bangkit dari Luka ~ Bab 165 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on May 04, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.