Bab 166
Cakra yang duduk di kursi penumpang
depan, mendongak dan menatap ke arah kaca spion. " Sekarang juga belum
terlambat."
Nindi justru terlihat santai.
"Eh, omong-omong, aku merasa aneh. Kenapa Yanuar ternyata malah nggak
permasalahkan hal ini ya? Dia juga meminta aku untuk nggak perlu minta
maaf."
"Lagian, bocah itu yang duluan
cari masalah, 'kan? Menurutku, dia pasti sadar kalau itu adalah kesalahannya
sendiri," Zovan langsung menimpali, meski nada bicaranya terdengar agak
canggung.
"Masa sih?"
Nindi merasa ada yang janggal.
Setahu Nindi, di kehidupan sebelumnya
Yanuar bukanlah tipe pria yang berlapang dada.
Namun, bisa jadi ini juga ulah Sania.
Lagipula, perempuan licik itu hanya bisa menghalalkan segala cara agar terlihat
"patuh" di depan para kakak keluarga Lesmana.
Setibanya di apartemen, hari sudah
petang.
Ponsel Nindi terus berdering. Melihat
nama Kak Leo muncul di layar, dia langsung memblokirnya.
Dunja sekejap terasa lebih tenang.
Nindi tahu persis tujuan Kak Leo
menelepon, dan dia sama sekali tak tertarik mendengarnya.
Mengalihkan fokus ke dunianya
sendiri, Nindi menyalakan permainan favoritnya untuk menyelesaikan misi sore
itu dengan tiga orang anggota dalam satu tim.
Malam ini, Nindi akan online tepat
waktu untuk duel satu lawan satu yang disiarkan langsung!
Jika meraih kemenangan, posisi Nindi
otomatis akan naik ke peringkat pertama.
Namun, langit berkehendak lain. Dunia
memang jarang berjalan sesuai rencana. Tepat sebelum siaran dimulai, Ketua
Kelas Luna mengirim pesan." Idolaku! Sania lagi gosipin yang jelek-jelek
soal kamu di kolom komentar siaran langsung."
"Memangnya dia omongin aku
apa?"
"Dia bilang kamu bikin kakakmu
kesal sampai masuk rumah sakit. Terus, katanya kamu nggak jenguk kakakmu.
Bilang kamu nggak tahu terima kasih, gitu."
Tsk tsk, segitu doang kemampuanmu,
perempuan licik?' gumam Nindi dalam hati.
Tanpa memedulikan ulah Sania, siaran
langsung tetap dimulai tepat waktu.
Beberapa pembenci ikut meramaikan
komentar dengan hinaan. Untungnya, para penggemar Nindi langsung membela dan
mengusir mereka.
Fokus Nindi sepenuhnya tercurah pada
permainan. Saat akhirnya berhasil meraih peringkat teratas, dia merasa puas.
Namun, di sela-sela waktu istirahat
terakhir, komentar haters kembali membanjiri layar. "Eh? Host Live diam
saja, nih? Kenapa ya? Apa jangan jangan merasa bersalah?"
Nindi membalas dengan tawa remeh.
"Lalu, aku harus ngapain? Apa yang harus kukatakan terhadap tuduhan yang
nggak masuk akal begitu? Cuma karena seorang perempuan licik nangis untuk kedua
kalinya, dia bisa sembarangan mencemarkan nama baik orang lain? Dan kalian
ikut-ikutan jadi hakim dunia maya? Wow. Kalau punya kemampuan sehebat itu,
kenapa nggak sekalian pecahkan kasus kriminal? Sana, kasihanilah para penjahat
yang butuh pertolongan."
"Hei, Host Live. Nggak usah
alihkan topik, deh. Jawab langsung dong pertanyaan kami!"
Sorot mata Nindi menajam.
"Seperti yang kalian tahu, hubunganku dengan keluarga Lesmana nggak pernah
akur. Aku nggak pernah sembunyikan fakta itu. Sekali lagi, kutegaskan, segala
hal yang berkaitan dengan mereka nggak ada hubungannya denganku. Semua usaha
dan tindakanku hanya bergantung pada diriku sendiri."
Tak lama, Ketua kelas Luna ikut andil
di kolom komentar. "Nindi selalu diperlakukan nggak adil di keluarganya.
Kami, teman sekelasnya tahu akan fakta itu."
"Selama ini, Nindi susah payah
sampai akhirnya berhasil keluar dan mandiri dari keluarganya. Tapi, karena
namanya sekarang sudah besar di seluruh penjuru kota, keluarga Lesmana malah
sengaja mendatangi dan menuntut utang budi."
Dengan cepat, topik langsung beralih
ke peringkat pertama Nindi di kota,
Video wawancaranya sebagai juara pun
ramai di platform publik.
Nama Nindi kembali naik di daftar
pencarian terpopuler.
Melihat opini publik berbalik arah,
Sania benar-benar murka dan langsung menghentikan siaran langsungnya. Seolah
sudah jatuh tertimpa tangga, jumlah penggemarnya juga merosot tajam belakangan
ini.
Sebaliknya, popularitas Nindi justru
meroket.
Sania nyaris kehilangan akal akibat
dilanda api cemburu.
Aku cuman pengen musnahkan Nindi,
seribet itukah?' gerutu Sania dalam hati.
Bersamaan dengan itu, Sania menerima
sebuah pesan. "Nia, kalau si Nindi itu menghalangi jalanmu. Ayah bisa
bantu beresin dia."
Sania terkejut dan langsung menjerit
membaca pesan itu.
Apa-apaan ini?' batinnya.
Bukannya aku sudah blokir nomornya?'
Ini benaran nomor Ayah? Tapi, kok
bisa?'
"Sania, ada apa?" ujar Leo.
Suara teriakan Sania, membuat Leo
menerjang masuk ke dalam ruangan. Sania yang panik buru -buru mematikan
ponselnya. Tangannya bergetar." Nggak kok, nggak ada apa-apa. Aku cuma
kaget. Tiba-tiba ada yang kirim video penuh darah."
"Siapa yang berani kirim video
begituan ke kamu? Mana ponselmu, kasih sini!"
Sania langsung pucat pasi. 'Pesan
aneh tadi nggak boleh sampai ketahuan Kak Leo!' batinnya.
Susah payah Sania akhirnya bisa
menduduki posisi keluarga Lesmana, dia jelas tidak mau kembali ke kehidupan
lamanya yang miskin.
No comments: