Bangkit dari Luka ~ Bab 170

  

Bab 170

 

Suara Cakra terdengar serak, seolah-olah mengandung sedikit ejekan yang samar.

 

Cakra bersandar santai di sofa, dengan kerah kemeja yang terbuka lebar, sama sekali tidak peduli memperlihatkan tulang selangkanya.

 

Melihat sosok Cakra yang begitu santai dan tanpa beban, Nindi merasa ada sesuatu yang menarik dalam dirinya.

 

Namun, perasaan itu cepat-cepat ditepisnya. Ia menundukkan kepala dan berbisik pelan, "Aku cuma memberi saran yang baik."

 

"Tenang saja, dia bakal tidur bareng aku."

 

Senyum tipis menghiasi sudut bibir Cakra. "Hei, bocah. Kecil-kecil, ternyata pemikiranmu dewasa juga."

 

Mendengar itu, Nindi merasa gelisah.

 

Dia tidak bisa membayangkan bagaimana sikap baik Cakra kepada gadis lain, bahkan sampai berbagi tempat tidur, membuat dadanya sedikit sesak.

 

Ekspresi Nindi perlahan berangsur tenang. "Aku mau balik dulu. Mau istirahat," ucapnya singkat.

 

Tanpa menunggu tanggapan, Nindi langsung berbalik dan melangkah pergi, menutup pintu dengan sedikit keras.

 

Suara benturan pintu yang tajam membuat alis Cakra sedikit terangkat. 'Dia marah?' pikir Cakra dalam hati.

 

"Kak Cakra, kamu nggak jujur, kan? Jelas-jelas kamu nggak punya pacar. Bohong!" celetuk Zovan.

 

Cakra menatap santai ke arah Zovan. "Aku nggak bohong. Memangnya pacarmu nggak tidur sekamar sama kamu?"

 

Zovan terkekeh pelan dan meneguk segelas air lemon. "Kamu tuh main kata-kata. Omong-omong soal perhatian, lihat aja si Nindi. Dia bahkan tahu untuk meletakkannya di samping tempat tidurku. Jujur aja, kalau bukan karena statusnya, aku rasa dia cukup cocok buat kamu."

 

Tatapan Cakra sedikit menggelap. Sorot matanya berubah dingin. "Jangan bercanda kayak gitu."

 

"Baiklah, kita balik ke urusan yang lebih serius." Zovan meletakkan gelasnya di meja. "Tadi aku dapat kabar. Rekaman pengawasan ujian udah keluar, dan tebakan kita benar. Perempuan licik itu ketahuan curang. Bukti yang ada juga sangat jelas. Apa rencanamu?"

 

Sudut bibir Cakra melengkung tipis, tapi senyumnya sama sekali tak menyentuh matanya. "Tentu saja, kita lakukan apa yang seharusnya dilakukan."

 

Konon katanya, kutu yang mengganggu itu harus dipencet supaya mati. 2

 

Sepulangnya ke apartemen, ucapan Cakra kembali terlintas dalam benak Nindi. Rasanya dia ingin memukul pria itu hingga babak belur.

 

Dia berbaring di tempat tidur, tetapi rasa tidak nyaman membuatnya sulit terlelap.

 

Sebenarnya, selama ini ia berusaha melupakan bahwa Cakra punya pacar. Dia berpikir dengan mengabaikannya, semuanya bisa dianggap tidak pernah terjadi.

 

Namun, pada akhirnya, itu hanya kebohongan untuk menipu diri sendiri.

 

Alasan Nindi mengusulkan untuk pindah tinggal sebenarnya adalah agar Kakak Darren-nya tidak mengetahui bahwa dia tinggal di luar dan akhirnya menemukan Cakra

 

Karena pikiran itu, Nindi tidak bisa tidur nyenyak semalaman.

 

Keesokan paginya, ponselnya berdering. Sekretaris Candra menelepon. "Nona Besar, permainan yang sebelumnya Anda ikut kembangkan sekarang sudah siap diluncurkan. Semua anggota tim perlu menghadiri rapat terakhir. Sebagai tenaga teknis, Anda juga harus ikut. Apakah Anda punya waktu sore ini?"

 

"Aku nggak mau pergi. Lagian, kekurangan satu orang dalam rapat juga nggak bakal memengaruhi apa-apa."

 

Nindi tidak ingin bertemu dengan orang-orang dari Keluarga Lesmana.

 

"Nona Besar, ini soal pekerjaan. Saya tahu apa yang Anda pikirkan, tapi setiap hal ada tempatnya. Pekerjaan tetaplah pekerjaan. Jika di masa depan Anda memulai usaha atau proyek lain yang berhubungan dengan Keluarga Lesmana, apakah Anda akan terus kabur?"

 

"Siapa bilang aku mau kabur?"

 

Nindi berpikir sejenak sebelum akhirnya berkat, " Aku bakal datang nanti, kok."

 

Setelah menutup telepon, hatinya terasa murung.

 

Nindi memutuskan untuk tidak lagi menghindar.

 

Sore harinya, Nindi Lesmana langsung pergi ke rumah sakit. Kakak Keduanya, Nando masih dirawat di sana.

 

Begitu tiba di ruang perawatan, ia melihat beberapa anggota tim proyek sudah berkumpul. Mereka benar -benar sedang rapat.

 

Dalam perjalanan ke sana, sempat terlintas di pikirannya apakah ini hanya jebakan untuk menipunya.

 

Nando menatapnya lembut dan berkata, "Sudah datang ya? Ayo kita mulai rapat."

 

Nindi berdiri di samping dan mendengarkan diskusi mereka. Beberapa anggota mengeluh tentang mitra yang terus mendesak kemajuan proyek.

 

Pikiran Nindi melayang, membayangkan Zovan Gunawan dan Cakra Julian yang mungkin sibuk dengan urusan permainan itu, mengingat mereka tidak ada di rumah selama beberapa hari ini.

 

Setelah rapat selesai, Nindi buru-buru bersiap pergi tanpa mengangkat kepala.

 

"Nindi, tunggu sebentar."

 

Ruangan itu kini hanya tersisa mereka berdua.

 

Nando menatapnya serius. "Kak Darren pulang semalam. Kamu sudah tahu?"

 

"Tahu, tapi keputusanku nggak akan berubah," jawab Nindi tegas.

 

Baru saja dia mencapai pintu, tiba-tiba beberapa orang muncul. Di antara mereka, seorang pria yang memimpin dengan jas rapi dan wajah tampan tapi dingin menatapnya.

 

Kakak Pertamanya, Darren menatapnya tajam. " Mau pergi ke mana lagi?" tanya pria itu dengan nada suara dingin dan tegas.

 

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 170 Bangkit dari Luka ~ Bab 170 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on May 04, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.