Bab 173
Darren marah besar. Tangannya sontak
bergerak dan melayangkan satu tamparan di wajah Nindi.
"Lancang, kamu Nindi! Coba
ulangi sekali lagi!"
Siluet Nindi menegang. Rasa sakit
menyengat menjalar di pipinya.
Dia menjilat sudut bibir yang perih,
sementara seluruh tubuhnya dipenuhi tekanan. Ini sudah cukup!
Nindi pikir menjauh dari Keluarga
Lesmana akan membantunya memulai hidup baru. Lagi pula, posisinya di hati
anggota keluarga itu tidak pernah benar-benar penting.
Namun, siapa sangka Keluarga Lesmana
terus saja mengganggunya?
Kebencian dalam hatinya memuncak!
Sania pura-pura bersikap manis sambil
menarik lengan Darren. "Kak Darren, jangan marah. Lagipula, Kak Nindi juga
cukup hebat. Setidaknya, dia ada sedikit berusaha. Semua ini salahku, semua
karena."
Belum selesai bicara, Nindi
membalikkan tangan dan melayangkan tamparan keras ke wajah Sania, menggunakan
seluruh tenaga yang dimilikinya.
Sanía hampir terjatuh. Matanya
melebar karena terkejut. Dia tidak menyangka Nindi benar benar berani melawan!
Perempuan licik itu memegangi pipinya
yang terasa panas, lalu berteriak, "Kamu sudah gila? Beraninya
memukulku!"
Nindi menatapnya dingin. "Kamu
sendiri yang bilang kalau semua ini salahmu, 'kan? Berarti, memukulmu sekali
rasanya nggak berlebihan, dong?
Dasar perempuan licik! Biar tahu
rasa!' batin Nindi, jengkel.
Sania langsung naik darah, tetapi
kata-katanya tercekat.
Sekalipun, dia tak hentinya meminta
maaf. Namun, itu hanyalah asal bunyi semata, dia tidak benar-benar mengakui
kesalahan.
Mata Sania berubah merah, dan dia
melirik Kak Darren dengan tatapan memohon. "Kak Darren, kalau menamparku
bisa meredakan kemarahan Kak Nindi, aku bisa terima semua itu kok."
Darren segera melindungi Sania di
belakangnya." Nindi! Makin pandai ngelawan kamu, ya! Pikirmu, hanya
sedikit berkontribusi untuk keluarga Lesmana, kamu jadi bisa semena-mena
sekarang?"
Nando ikut angkat bicara. "Kak
Darren, omongan Nindi memang fakta."
"Konyol! Tanpa keluarga Lesmana,
memangnya Nindi bisa ada di dunia ini?"
Darren merasa Nindi hanya sedang
mengelak dan bahkan berani memukul orang.
Saat itu, beberapa orang masuk ke
ruangan perawatan. "Permisi, kami datang untuk menyelidiki kasus
kecurangan ujian."
Darren melirik sekilas pengawalnya,
lalu membiarkan tim penyidik melaksanakan tugas mereka
Darren berbalik dan menatap Nindi tajam.
" Sekarang tim penyidik akan melaksanakan tugasnya. Kita lihat saja,
seberapa lama kamu bisa bertahan dengan mulut kerasmu itu. Pas lagi buat
curang, bukannya mikir dulu bakal berpengaruh ke prestasimu apa nggak! Apa kata
orang-orang nanti, dasar bodoh!"
Sania kembali bersuara, pura-pura
prihatin. "Kak Darren, mungkin Kak Nindi cuma mau diakui keluarga, makanya
berani mengambil risiko seperti ini."
Darren mendengus. "Sampai Nindi
minta maaf dan menyesali perbuatannya sekarang juga, maka aku akan maafkan dan
membiarkannya tetap tinggal di keluarga Lesmana."
Bagaimanapun, Nindi adalah adik
kandungnya. Meskipun gagal, dia tetap bagian dari keluarga ini.
Biarlah bodoh, yang penting tidak
mati kelaparan!
Namun, Nindi menatapnya dingin dan
menjawab tegas. "Aku nggak tertarik untuk menetap di keluarga
Lesmana."
"Kamu pikir setelah dihukum dan
hanya punya ijazah SMA, dokter sekolah itu masih akan bersamamu? Kalau aku
mengusirmu dari keluarga, setelah dokter sekolah itu tahu kamu bukan Nona
Besar, apa dia masih akan baik padamu?"
"Sadarlah sedikit! Di dunia ini,
nggak ada orang yang baik tanpa alasan!"
Darren sangat marah. Rasanya seperti
adik perempuannya telah diculik oleh orang asing.
Hingga terpengaruh buruk dan bahkan
berani melakukan hal curang.
Darren tidak pernah meminta
adik-adiknya menjadi sempurna, dan harus mencapai nilai terbaik. Asalkan mereka
tidak membuat masalah saja, itu sudah cukup.
Namun, Nindi hanya tersenyum tipis.
"Masalah ini belum diselidiki dengan jelas, tapi kamu sudah menuduhku
berbuat curang? Sedikit pun, kamu nggak berniat untuk percaya sama aku?"
"Aku sudah tahu jelas seperti
apa sifatmu!" bentak Darren.
Sorot mata Darren penuh dilanda api
amarah.
Tiba-tiba, Leo Lesmana maju dan
bersuara. "Kak Darren, saat ujian bulanan, ada yang mencurigai Nindi
menyontek. Tapi saat itu, aku melihat sendiri dia mengerjakan soal ujian dengan
mandiri dan mendapatkan nilai yang sangat tinggi."
Itu memang fakta.
Leo menatap Darren yang terus menekan
Nindi. Tiba -tiba, dia teringat bahwa dia juga pernah melakukan hal yang sama
dulu.
Di dalam hatinya, Leo merasa
tertekan.
No comments: