Bab 174
Pantas saja, Nando selalu mengatakan
kalau Nindi terluka secara batin. Dulu, Leo tidak pernah benar-benar memahami
maksudnya.
Namun, sekarang semuanya mulai jelas.
Darren mengernyit. "Leo, nggak
usah terus-terusan belain Nindi! Tunggu saja sampai penyelidikan selesai. Biar
semuanya jelas dan kebenarannya terungkap."
Nindi menyatukan kedua tangannya di
depan tubuh, mencoba menenangkan diri. "Menurutku juga lebih baik
begitu."
Darren mencibir. "Luar biasa
kamu, Nindi. Sudah di ujung tanduk begini, masih aja bisa bersikap
sombong."
Memasang ekspresi kecewa, Darren
menatap tim penyidik. "Kalian lihat sendiri, 'kan? Selalu aja keras
kepala. Aku sih udah nggak kaget lagi sama kelakuannya yang kayak gini.
Udahlah, langsung saja ikuti prosedurnya. Nggak usah ragu-ragu lagi."
Darren menghela napas dalam hati.
'Selama Nindi bisa belajar dari pengalaman ini, mungkin suatu hari dia bakal
berubah jadi lebih baik.'
Di sisi lain, Sania tampak
bersemangat.
Haha! Akhirnya posisimu bakal
lengser, Nindi!' batin Sania licik.
Aku mati-matian berjuang buat lolos
ke universitas swasta biasa aja nggak cukup. Eh, Nindi malah seenaknya dapet
peringkat pertama di Ujian Bersama Masuk Perguruan Tinggi? Nggak masuk akal
banget!!
Karena dirinya gagal, Sania merasa
Nindi juga pantas mengalami hal yang sama.
Tak lama, ketua tim penyidik menatap
Nindi dengan serius. "Saya harap kamu bisa menjawab dengan jujur. Apa kamu
benar-benar berbuat curang?"
Nada bicara Nindi terdengar dingin.
"Nggak sama sekali. Kalian sudah menanyakan ini sebelumnya, masih perlu
diulang lagi?"
Ketua tim penyidik tampak terkejut.
"Ini pertama kalinya kami memeriksamu. Apanya yang kedua kali?"
Nindi tertegun. "Hah? Nggak kok.
Beberapa hari yang lalu, aku dipanggil pihak sekolah buat penyelidikan
ini."
Pikiran Nindi melayang. 'Apa
maksudnya dengan penyelidikan kedua kali?'
Sementara itu, Sania yang kepo
langsung menimpali. "Apa jangan-jangan ada bukti baru, makanya diselidiki
lagi?"
Sania menyeringai dalam hati.
'Reputasi Nindi harus hancur total!!
Darren beralih menatap ketua tim
penyidik. "Ya sudah, lanjut aja penyelidikannya."
Namun, ketua tim penyidik justru
beralih menatap Sania. "Siapa di antara kalian yang bernama Sania
Kertanegara?"
"Aku."
Menangkap tatapan tajam penyidik,
Sania merasa ada yang nggak beres
Apa jangan-jangan, mereka minta aku
buat bersaksi?' pikirnya dalam hati.
Namun, perasaan puas segera
menyelimuti hatinya. "Ya, aku sekelas sama Kak Nindi. Aku tahu dulu nilai
-nilainya memang jelek banget, tapi belakangan dia belajar keras dan nilainya
naik drastis. Menurutku, mungkin kali ini Kak Nindi benar-benar berhasil karena
usahanya sendiri."
"Kedatangan kami kemari untuk
mencarimu, bukan untuk menanyakan hal-hal ini."
Darren tampak bingung. "Kalau
gitu, cukup selidiki soal Nindi aja. Kenapa malah nanya ke Sania?"
Penyidik itu menatap Sania tajam.
"Begini, kedatangan kami ke sini adalah untuk menyelidiki dugaan
kecurangan yang dilakukan oleh Sania Kertanegara, bukan Nindi Lesmana."
Suasana seketika hening. Semua orang
menoleh ke Sania.
Nindi sedikit menaikkan alis. 'Cih,
pantas saja gerakannya cepat.'
Sania langsung panik. "Kenapa
malah aku yang diselidiki? Aku nggak ngelakuin apa-apa!"
Walaupun terus mengelak, sebenarnya
Sania sangat cemas.
Harusnya 'kan Nindi yang diselidiki?
Kok malah jadi aku?' pikirnya, merasa gelisah.
Apa jangan jangan trikku
ketahuan?" Sania makin takut.
Sania Kertanegara merasa gelisah di
dalam hatinya.
Darren pun terkejut. "Bukannya
yang dilaporkan itu Nindi Lesmana? Apa kalian nggak salah orang?"
Penyidik itu menggeleng. "Tidak.
Kami memang datang untuk menyelidiki Sania Kertanegara. Ada beberapa pertanyaan
yang perlu kami ajukan."
Sania mundur beberapa langkah dengan
wajah pucat. Dia menatap Darren dengan ekspresi memelas. "Kak, aku beneran
nggak buat curang! Ini pasti ada kesalahpahaman. Mereka cuma mau mencemarkan
nama baikku!"
Namun, dalam hatinya, Sania panik
bukan main.' Aku nggak boleh sampai ketahuan!'
Jika kecurangannya terbongkar, tamat
sudah riwayatnya!
No comments: