Bab 178
Darren meringis kesakitan, "Nindi,
kamu gila?"
Nindi mengusap sudut bibirnya.
Rambutnya berantakan, sorot matanya dipenuhi kesinisan.
Nindi dengan tenang berkata,
"Semua ini adalah karena paksaan kalian!"
Leo membantu Sania berdiri, tetapi
wajah Sania dipukuli hingga bengkak sekali dan rambutnya sama -sama kusut.
Sania terisak. "Kak Darren, kamu
harus membelaku. Dia memukulku!"
Darren langsung pusing melihatnya.
Dia menatap Nindi dan bicara, "Kamu masih belum minta maaf?"
"Minta maaf, ya?" tanya
Nindi.
Nindi berbalik mengambil vas bunga di
atas meja dan langsung melemparkannya ke arah Darren. " Yang memulai
duluan jelas Sanía, kenapa aku harus minta maaf? Kenapa, hah? Minta maaf sama
nenek moyangmu!"
Nindi, yang emosinya sudah memuncak,
langsung merusak apa pun yang dilihatnya.
Nindi mengomel, "Dari kecil
sampai sekarang selalu begini. Tiap kali Sania menangis, aku yang harus minta
maaf. Kenapa aku harus minta maaf? Katakan, apa aku berutang pada kalian?"
Nindi terus merusak semua barang di
ruangan, tubuhnya serasa diselimuti aura kejahatan!
Akhirnya, Nindi mengambil tiang infus
di dekatnya, lalu menatap Darren dan Sania penuh kebencian." Coba ulangi
lagi! Minta maaf apa? Aku nggak jelas dengarnya!"
Menolak pemerasan moral, tetapi
langsung menggila saat punya masalah!
Benar-benar memuaskan!
Ruang rawat inap itu berantakan.
Semua orang tidak berani mengatakan
apa pun.
Darren melihat kekacauan yang dibuat
Nindi hingga tidak tahan untuk berkata, "Nando, lihatlah bagaimana kamu
memanjakan dia sampai begini?"
Sosoknya tiba-tiba marah dan merusak
barang!
Bisa-bisanya malah berakhir begini?
Nando terlihat putus asa. Nindi
dipaksa hingga sejauh ini, itulah kesalahan mereka sebagai kakak.
Tidak heran kalau Nindi menggila
seperti sekarang!
Nando menatap Nindi penuh rasa bersalah."
Bisakah kamu taruh barang itu, baru kita bicara ?"
"Nggak bisa!"
Nindi malah naik ke atas meja. Kalau
sudah gila, sekalian sampai tuntas! 3
Awelnya, Sania berniat menjauh dari
keluarga Lesmana biar tidak saling mengganggu.
Namun, mereka terus memaksa Sania ke
jalan buntu. Jangan salahkan Sania kalau dia bersikap tidak sopan.
Leo mendadak berkata, "Nindi,
sepertinya kamu mengambil tiang infusnya Kak Nando!"
Nindi baru melirik ke bawah dan
melihatnya, mungkin benar!
Sania langsung menangis dan berkata,
"Kak Nindi, kalau ada yang ingin kamu sampaikan padaku, jangan pakai infus
Kak Nando. Itu bisa melukainya."
Mendengar ucapan tersebut, Nando
menatap Sania keheranan.
Dulu, dia tidak menyadari Sania telah
bicara yang tidak benar. Terlihat baik padanya, padahal tengah menyalahkan
Nindi.
Ini akan membuat semua orang
berpikir, semua salah Nindi!
Nando segera mencabut jarum infusnya
dan berkata, "Nggak masalah, aku belum akan mati."
Nando tidak mau membiarkan tiang
infus itu menjadi alasan Nindi disalahkan.
Nando sudah begitu banyak berutang
pada adik perempuan Nindi ini, walaupun harus mengorbankan nyawanya untuk Nindi
sekalipun Nando rela!
Nindi melihat Nando mencabut jarum
infus itu, dan hatinya merasa sedikit tidak nyaman.
Nindi dengan sinis berkata, "Aku
nggak butuh kamu melakukan ini!"
Setelah itu, Nindi meletakkan kembali
tiang infusnya dan menunjuk Sania sambil berkata, " Menangis, menangis,
terus menangis. Bisanya cuma menangis. Setiap kali kamu menangis dan pura-pura
dikasihani, macam semua kesalahan ada padaku, memang menyebalkan!"
Tangisan Sania langsung berhenti
karena ucapan Nindi.
Sania benar-benar tidak menyangka,
Nindi langsung menjadi gila!
Sania pun terisak. "Kak Darren,
aku sakit banget," keluhnya dengan suara serak.
Pura-pura menyedihkan adalah trik
yang selalu berhasil, mengapa tidak digunakan?
No comments: