Bab 179
Saat ini Darren merasa agak canggung.
Tanpa dia sangka, Nindi bisa menjadi gila dalam sekejap!
Sifat bandel Nindi malah makin
menjadi-jadi!
Darren menatap Nindi seraya berkata,
"Cukup sudah! Siapa yang suruh kamu bicara hal-hal itu untuk menjatuhkan
Sania?"
"Fakta Sania yang menyontek itu
sudah jelas!
Sebentar lagi, semua orang akan tahu
tentang hal ini. Anak angkat keluarga Lesmana adalah seorang penyontek. Beruntung,
aku adalah juara Ujian Bersama Masuk Perguruan Tinggi dan tidak ada hubungannya
dengan keluarga Lesmana sama sekali. 11
Perkataan Nindi dipenuhi sindiran
yang menyakitkan.
Nindi kira, dia bisa memperoleh rasa
tenang dengan bersikap sinis serta menjauh.
Namun, keluarga Lesmana tidak peduli.
Jadi, jangan salahkan Nindi saat menggunakan cara yang keras.
Mereka mempersulit hidupnya, berarti
mereka tidak akan hidup tenang!
Pemimpin Tim Penyidik pun menemukan
kesempatan untuk berbicara, "Benar, semua sudah jelas. Sania, kamu memang
menyontek. Kami akan meninjau masalah ini, lalu memberi tahu pihak sekolah
untuk mengambil tindakan."
"Aku nggak menyontek!"
Sania berteriak, penuh rasa tidak
terima.
Nindi mencemooh sebelum melirik
Darren, Nando, dan Leo. "Dia bilang nggak menyontek. Apa kalian semua buta
barusan?"
Nindi benar-benar ingin melihat,
dengan bukti sejelas ini, bagaimana perempuan licik berikut masih bisa
menyangkalnya?
Nando langsung bertanya, "Kalau
kamu memang menyontek, katakanlah yang sebenarnya. Apa yang terjadi,
Sania?"
Darren jelas-jelas melihat Sania
menyontek sebelumnya.
Bahkan, saat ujian simulasi ketiga di
sekolah, rumor tentang Sania yang menyontek sudah terdengar. Pada akhirnya,
malah siswa lain yang memperoleh sanksinya.
Kini, setelah dipikir-pikir, tanda
kecurangan Sania sudah terlihat sejak itu.
Tidak disangka-sangka, Sania masih
saja berani menyontek dalam Ujian Bersama Masuk Perguruan Tinggi!
"Kak Nando, aku... aku hanya
memberi jawaban pada teman di depanku. Dialah yang ingin menyontek
kerjaanku!"
Dalam keadaan panik, Sania terus
memutar otak untuk mencari alasan.
Menyalahkan orang lain adalah
keahliannya.
Mendengar pernyataan perempuan licik
ini, Nindi langsung tahu rencana Sania.
Kebetulan pula, siswa yang duduk di
depan Sania adalah si Dua.
Skenario yang pernah terjadi pada si
Satu, terulang lagi sekarang.
Setelah Sania membuat alasan
tersebut, Sania lebih percaya diri sebelum berbincang dengan Tim Penyidik.
"Siswa di depanku mencoba menyalin pekerjaanku. Biasanya, nilaiku lebih
baik dari dia. Jadi, aku nggak perlu menyontek darinya, 'kan?"
"Artinya, kamu mengaku sama-sama
curang dengan siswa di depanmu?"
"Aku nggak menyontek, orang di
depanku yang menyontek padaku."
Ada harapan yang mulai merekah di
hati Sania.
Benar. Selama Sania bisa menyalahkan
si Satu seperti sebelumnya, dia akan aman.
Dulu, Sania tidak dihukum, 'kan?
Kali ini, pasti akan berakhir sama.
Namun, salah satu penyidik tampak
tegas berkata, " Nggak peduli siapa yang menyontek dan disontek, tindakan
kalian berdua dianggap curang!"
Sania langsung terdiam, agak cemas.
"Tapi, aku nggak bersalah!"
Nindi keheranan. "Maksudmu,
meski tahu bahwa menyontek itu adalah kejahatan, kamu tetap melakukannya dan
kamu tetap merasa nggak bersalah?"
Tangis Sania langsung pecah karena
marah, lalu menoleh pada Darren dan berkata, "Kak Darren, percayalah
padaku. Siswa di depanku yang ingin menyontek jawabanku."
Saat itu, Darren merasa serbasalah.
Bukti video rekamannya begitu jelas, sulit untuk menyangkalnya.
"Kami akan memanggil pengacara
untuk menangani kasus ini," pungkas Darren pada Tim Penyidik.
"Silakan saja. Bagaimanapun
juga, kami akan menangani hal ini sesuai prosedur resmi. Kami pergi dulu.
Nanti, kami beri tahu kalian kalau sudah ada hasil."
Pemimpin Tim Penyidik melirik Nindi
sebelum pergi. "Nindi, putriku sangat mengagumimu. Dia bilang, nilaimu
bagus dan hebat dalam bermain gim. Bolehkah aku meminta tanda tanganmu? Ini
bisa memberinya motivasi untuk belajar lebih giat!"
"Nindi, anakku juga suka main
gim, tapi itu mengganggu prestasinya. Aku pasti akan membuatnya belajar dengan
baik sepertimu, supaya bisa main gim tanpa mengganggu prestasi."
Nindi melihat lawan bicaranya
mengeluarkan sebuah kartu yang dicetak dengan foto Nindi.
Nindi agak terkejut. Ternyata, Nindi
juga punya penggemar di sekitarnya.
Nindi mengambil kartu itu dan menulis
beberapa kata, mulai dari "Belajar yang giat dan terus maju". Setelah
itu, petugas membawa orang-orang tersebut pergi.
Ruang rawat inap itu menjadi sunyi.
Suasana canggung mengelilingi mereka.
Memasang wajah serius ke arah Sania,
Nando pun bertanya, "Sekarang, sudah nggak ada orang lain. Kenapa kamu
harus curang? Ini sangat mengecewakan."
Sekalipun Sania tidak pernah berhenti
membantah.
No comments: