Bab 182
Darren berkata, "Kurasa dia
makin sulit diminta mendengar. Jadi, aku ingin sedikit mengajarinya. Siapa
sangka dia benar-benar pergi? Lagi pula, setelah dia kehabisan uang, pasti dia
akan kembali."
"Percuma, aku sudah coba cara
itu sebelumnya. Sekarang, Nindi adalah pemain gim terkenal, pendapatannya pun
cukup banyak. Dengar-dengar, tanda tangan kontraknya saja sampai sekian miliar
rupiah," jawab Nando.
"Belum lagi, sekarang, Nindi
menjadi peraih nilai tertinggi Ujian Bersama Masuk Perguruan Tinggi. Mungkin
dia memang nggak begitu butuh kita lagi," sambung Leo.
Kini, Leo juga agak menyesal.
Darren tidak tahu harus berkata apa.
Dia pun tidak menyangka Nindi bisa berubah drastis seperti ini.
Melihat situasi yang merugikan, Sania
malah langsung pura-pura pingsan.
Sania pikir, dia harus fokus pada
dirinya sendiri, lalu membiarkan Darren yang menyelesaikan masalah kecurangan!
Tentu saja, begitu Sania pingsan,
Darren segera membawanya pergi.
Nando memegangi perutnya, masih
merasa tidak nyaman saat mencoba bicara, "Coba cari tahu siapa yang
melaporkan Nindi karena kecurangan."
Nando merasa ada yang tidak beres
dengan hal ini.
"Baik, Kak Nando. Penyakit
lambungmu makin parah, benar-benar harus diperhatikan. Sania sudah menyiapkan
bubur herbal buatmu, harus segera kamu makan."
Nando menggeleng. "Nggak manjur,
cuma bubur herbal buatan Nindi yang manjur. Aku sudah cari tahu, resep obat
lambung itu dibuat oleh seorang dokter tradisional terkenal. Sebelumnya, Nindi
memang begitu perhatian padaku."
Sayangnya, Nando-lah yang tidak
memperhatikan pengorbanan adiknya.
"Aku akan pergi mencari dokter
tradisional itu dan meminta resepnya lagi."
"Aku sudah kirim orang untuk
mencarinya, tapi dokter tradisional itu nggak mau kasih resep. Aku juga baru
tahu, Nindi berusaha satu tahun supaya dapat resep ini lewat setahun kerja
tanpa bayaran di sana, baru bisa memperoleh resep ini!"
Leo terkejut setelah mendengarnya.
"Tapi, sebelumnya, kita semua nggak tahu kalau dia telah berkorban begitu
banyak. Pikirku, resep itu mudah didapatkan."
Bahkan, dia sempat menganggap bubur
herbal yang dimasak Nindi sama sekali tidak ada efeknya.
Suara Nando serak. Matanya agak
berkaca-kaca." Leo, kita benar-benar banyak salah sebelumnya," lirih
Nando.
"Kak Nando, selama kita
bersungguh-sungguh memperbaiki hubungan dengan Nindi, dia pasti akan memaafkan
kita. Lagi pula, kita keluarga kandungnya."
Meskipun Nindi marah, Leo masih
berpikir bahwa adiknya ini tidak akan benar benar memutuskan hubungan.
Mereka memang telah melewati batas.
Jadi, Nindi melakukan itu sebagai balasan.
Nando mengangguk.
"Pergilah."
Masih banyak hal yang harus dilakukan
selanjutnya.
Setelah Nindi meninggalkan rumah
sakit, hal pertama yang Nindi lakukan adalah segera menelepon Cakra.
Jika Darren benar-benar menyerang
Cakra.
Nindi pasti akan melaporkan ke
polisi.
Ponsel Nindi juga telah dipecahkan
layarnya oleh Darren, sehingga layar sentuhnya menjadi kurang responsif.
Nindi berdiri cemas di tempatnya.
"Angkat teleponnya!"
"Nindi!"
Nindi menoleh, mendapati pria itu
berdiri tidak jauh dari sana. Seketika, pikiran Nindi terasa kosong.
Nindi langsung menangis. "Kamu
baik-baik saja, ' kan?" tanyanya.
Cakra mengulurkan tangannya, lalu
berkata, "Ayo, aku antar pulang!"
Nindi berlari ke arahnya tanpa ragu,
lalu segera memeluknya. Suara detak jantung Cakra terdengar di telinga Nindi,
membuatnya merasa lebih tenang.
Untungnya, Cakra baik-baik saja!
Tangan Cakra tetap terulur, kini
dengan seorang gadis di pelukannya.
Cakra menelan ludah, perasaannya
seketika menjadi begitu rumit.
Awalnya, Cakra merasa bisa
menyembunyikannya dengan baik, tetapi dia sadar sekarang bahwa dirinya tidak
setenang itu.
Kehadiran Nindi diam-diam telah
menjadi bagian penting di hidup Cakra dan tidak akan pernah bisa dilupakan.
Perlahan, Cakra menarik kembali
tangannya dan menunduk untuk melihat gadis yang ada di pelukannya.
Menyadari Nindi menangis, Cakra
begitu angkuh saat berkata, "Aku akan menyelesaikan masalahnya dengan Kak
Darren-mu!"
No comments: