Bab 184
"Kebetulan mereka dua
bersaudara. Biar bisa saling mengawasi satu sama lain. Nanti, kalau menikah
dengan orang kaya dari daerah sini, itu juga bisa menjadi pilihan bagus,"
kata Darren.
Darren merasa, seorang gadis tidak
perlu ambisi penuh dalam berkarier. Menikah di usia muda juga hal yang baik.
Nindi kembali ke apartemennya.
Hatinya agak cemas ketika mengusulkan, "Sebaiknya, aku cari tempat tinggal
yang baru."
"Kamu khawatir Kak Darren akan
datang mencari masalah?"
Cakra mulai mengerti mengapa Nindi
ingin pindah sebelumnya. Ternyata, inilah alasannya.
Nindi mengangguk. "Ya, Kak
Darren orang yang sangat keras kepala. Dia nggak bisa mendengarkan saran dari
orang lain."
Pada saat itu, Zovan pun mendekat dan
berkata, "Si Lemon, ada baiknya kamu langsung pergi ke Kota Yunaria. Toh,
nilaimu tinggi dan nggak akan kesulitan masuk ke Universitas Yasawirya. Lebih
baik segera pergi untuk beradaptasi dengan kehidupan di Kota Yunaria."
Di Kota Yunaria, Darren tidak ada
artinya!
Nindi merasa usulan itu sangat baik.
Tanpa sadar, dia menoleh ke arah Cakra, menunggu sarannya.
Cakra dengan tenang menjawab,
"Memang itu ide yang baik."
Setelah Nindi pergi ke Kota Yunaria,
dia bisa terlepas dari kendali keluarga Lesmana.
Nindi tersenyum. "Kalau begitu,
kita putuskan, aku akan pindah ke Kota Yunaria!"
Tiba-tiba, Nindi teringat sesuatu
sebelum menoleh ke arah Cakra tanpa dia sadari. "Tapi, kita nggak tahu
kapan bisa bertemu lagi."
Cakra menghindari tatapan gadis itu.
"Nindi, fokuslah pada studimu."
Nindi agak kecewa sebelum kembali
mengalihkan sorot matanya.
Di sampingnya, Zovan segera berusaha
meredakan suasana. "Nggak ada pertemuan yang abadi. Semoga si Lemon bisa
menjalani kehidupan yang luar biasa di Kota Yunaria, tanpa harus hidup dalam
bayang -bayang keluarga Lesmana lagi."
Nindi memaksakan senyumnya sebelum
mengiakan. "Kamu benar."
Bagaimanapun juga, Cakra tidak
menyukai Nindi.
Lagi pula, Cakra juga berinteraksi
dengan gadis lain. Sudah pasti, mereka gadis yang baik.
Nindi pun agak murung. "Kalau
gitu, aku kembali dulu buat merencanakan sesuatu," pungkasnya.
Nindi hampir melarikan diri!
Setelah Nindi pergi, ruang tamu
kembali hening.
Zovan menatap Cakra penuh makna.
"Kamu nggak keberatan, 'kan?"
"Dia pergi ke Kota Yunaria untuk
kuliah, Bisa dibilang, membebaskan diri dari keluarga Lesmana. Nggak ada yang
perlu disesali, justru aku senang untuknya!" jawab Cakra.
Zovan membalas, "Begitu, ya.
Manfaatkan kesempatan ini untuk bilang selamat tinggal dengan si Lemon. Kalau
kalian makin dekat, bisa-bisa luka di hatinya menggerogoti makin dalam."
Cakra tiba-tiba merasa jengkel.
"Masalah ini nggak perlu kamu ingatkan."
Zovan mengamati punggungnya. Baru
saja orang ini tahu Nindi di rumah sakit, dia sudah langsung mengumpulkan orang
untuk pergi ke rumah sakit.
Sejak kapan Cakra begitu serius untuk
bersikap di luar kendali?
Nindi hampir tidak bisa tidur nyenyak
pada malam hari.
Nindi sangat senang bisa pergi ke
Kota Yunaria supaya keluarga Lesmana bisa dia tinggalkan sepenuhnya.
Namun, Nindi sedih karena dirinya
tidak akan bisa sering-sering bertemu Cakra setelahnya.
Keesokan paginya, Nindi terbangun
oleh telepon dari wali kelasnya.
Tanpa basa-basi, sang wali kelas
langsung menjelaskan, "Nindi, kenapa kamu menolak undangan dari Kantor
Penerimaan Universitas Yasawirya? Nilai kamu sangat memadai untuk masuk jurusan
unggulan di Universitas Yasawirya!"
"Apa? Saya nggak menolak. Saya
sama sekali nggak menerima telepon dari pihak Penerimaan Mahasiswa," jawab
Nindi, tidak terima.
Rasa kantuk Nindi langsung hilang
seketika. Dia benar-benar terkejut!
Masuk ke Universitas Yasawirya adalah
impian Nindi!
Bagaimana mungkin Nindi menolak!
No comments: