Bab 188
"Kamu ada waktu malam ini?"
"Ada."
"Dandan yang cantik, nanti
kujemput."
Jantung Nindi tiba-tiba berdetak
lebih cepat. "Mau ke mana?"
"Nanti juga tahu."
Setelah menutup telepon, Nindi
menyentuh wajahnya yang memanas. Apakah dia akan pergi berkencan dengan Cakra
malam ini?
Karena Nindi tahu, pría ini tidak
pernah bercanda.
Nindi sengaja keramas dan berganti
pakaian, dalam hati sedikit cemas.
"Aku sudah di bawah."
Ketika Nindi berjalan ke tempat
parkir, Cakra sedang berdiri di samping mobil. Dia mengenakan setelan hitam dan
rambutnya ditata rapi, terlihat sangat segar.
Nindi merasa gugup. "Kamu
kelihatan beda malam ini."
"Ya, 'kan ada acara penting
malam ini."
Cakra sengaja membukakan pintu
penumpang depan. Setelah masuk, Nindi mencuri pandang ke arah pria di
sampingnya dan menebak-nebak dalam hati ke mana tujuan mereka selanjutnya.
Tidak lama kemudian, mobil berhenti
di luar pusat pameran.
Setelah Nindi turun dari mobil dan
melihat beberapa saat, dia tiba-tiba teringat sesuatu, yaitu kompetisi pemuda
berprestasi tingkat kota!
Di kehidupan sebelumnya, Leo meraih
terpilih menjadi juara pertama karena memenangkan pertandingan e-sport.
Hari itu, Leo menghadirinya dengan
Sania dan mereka diwawancara oleh wartawan bersama-sama.
Nindi mengikuti Cakra memasuki aula.
Seorang staf segera mendekat. "Nindi Lesmana, ranking satu Ujian Bersama
Masuk Perguruan Tinggi? Kami ingin memintamu bicara di atas panggung nanti.
Mari ikuti saya ke belakang untuk siap-siap."
Nindi menoleh keheranan kepada Cakra.
Pria itu berbicara dengan lembut,
"Gim yang ikut kamu buat itu laku keras. Ditambah lagi, kamu ranking satu
di ujian masuk. Kamu punya kesempatan terpilih jadi pemuda berprestasi.
Pencapaian ini bisa membantu perkembanganmu di masa depan."
Nindi tentu saja tahu betapa
berharganya menjadi pemenang kompetisi ini.
Di kehidupan sebelumnya, Leo mengandalkan
ini untuk mendapatkan investasi dari Kota Yunaria. Siaran gim-nya jadi
berkembang sangat pesat.
Jika dia ingin mendirikan tim e-sport
sendiri atau memulai usaha di kemudian hari, penghargaan Pemuda Berprestasi ini
benar-benar sangat berguna.
Nindi mengikuti staf ke ruang tunggu
untuk bersiap -siap.
"Nindi, kenapa kamu di
sini?"
Nindi menoleh dan melihat Darren
bersama Leo.
Dia membuang muka dengan ekspresi
dingin dan fokus mempersiapkan pidato yang akan disampaikannya nanti.
Darren marah besar melihat sikap acuh
tak acuh Nindi. "Kamu merasa bisa berbuat sesuka hati cuma karena jadi
ranking satu dan masuk Universitas Yasawirya?"
"Kak Darren, jangan bicara
macam-macam dulu. Mungkin Nindi juga ikut kompetisi."
"Dia ikut pakai apa? Dia nggak punya
pencapaian apa-apa. Paling-paling cuma nilai tinggi, itu saja?"
Darren merasa bahwa Nindi terlalu
pemberontak dan keras kepala, menantang kakaknya sendiri.
Nindi mendengus dan bangkit berdiri.
"Aku berhak ikut atau nggak, itu bukan urusan kalian"
Dia meninggalkan ruang tunggu
memegang naskah pidatonya.
Wajah Darren merona merah marah.
"Lihat wajah Nindi. Kamu dan Nando masih saja membela dia."
"Kak, Nindi itu sebenarnya
sangat hebat. Bukannya keluarga kita juga yang bangga kalau dia menang? Kenapa
kamu nggak bisa memujinya sedikit saja?"
Leo tidak mengerti mengapa Darren
sangat menekan Nindi.
Leo kini akhirnya merasakan perasaan
Nando dulu. Dia sendiri juga melakukan hal yang sama sebelumnya.
Tidak heran jika Nindi sekarang
sangat tidak suka kepada keluarga Lesmana.
"Kamu pikir Nindi bisa menang?
Dia kira dirinya benar-benar pintar?"
Darren memasuki ruang acara dan duduk
dengan perasaan sebal. Dia penasaran, seberapa hebatnya Nindi?
Alhasil, Nindi ternyata duduk di
barisan depan. Seorang pria yang mengenakan jas duduk di sampingnya.
Darren menatap pria itu dan merasa
tidak asing." Yang di samping Nindi itu siapa?"
No comments: