Bab 189
Wajah Leo berubah sedikit aneh begitu
melihat pria di samping Nindi itu. "Dokter di sekolahnya."
"Dokter di sekolahnya? Kenapa
wajahnya nggak asing?"
"Kak, kamu pernah lihat dokter
sekolah itu sebelum ini?"
Darren memicingkan matanya.
"Mungkin cuma mirip saja. Apalagi, dia cuma dokter sekolah. Kalaupun
pernah lihat mungkin dari jauh."
Status sosial keluarga Lesmana masih
jauh tertinggal dibandingkan dengan keluarga Julian, keluarga nomor satu di
Kota Yunaria.
Putra mahkota keluarga itu tidak
mungkin punya hubungan dengan Nindi di tempat seperti ini.
Pasti bukan dia.
Pembawa acara naik ke panggung dan
mengumumkan, "Selamat malam semuanya, selamat datang di acara hari ini.
Kami akan mengumumkan penerima penghargaan Pemuda Berprestasi pertama, yang
juga penerima penghargaan termuda dalam kompetisi tahun ini. Peraih nilai
tertinggi Ujian Bersama Masuk Perguruan Tinggi... Nindi Lesmana!"
Mata Darren tiba-tiba sedikit
melebar. "Mana mungkin? Dia benar-benar terpilih."
Sejak kapan Nindi menjadi sehebat
ini?
Nindi menatap pembawa acara dengan
kekagetan luar biasa.
Leo sangat senang. "Bukannya ini
kabar baik? Adikku ternyata sangat hebat. Keren!"
Kini, Darren merasa telah menyerang
tanpa sebab kepada seseorang yang tidak bersalah sama sekali.
Perasaannya sangat rumit.
Nindi menarik napas dalam-dalam dan
berjalan ke atas panggung.
Kehidupan barunya telah dimulai.
Setelah Nindi selesai berpidato,
pembawa acara mewawancarai Nindi. "Nindi, kamu nggak cuma ranking satu di
Ujian Bersama Masuk Perguruan Tinggi, tapi juga ikut mengembangkan gim yang
sangat terkenal."
"Kamu masih sangat muda, tapi
sudah bisa sesukses ini. Kamu pernah bilang sebelumnya bahwa keluarga adalah
pengaruh terbesar bagimu, ya 'kan? Kebetulan, keluarga Lesmana juga hadir malam
ini. Mari kita undang mereka ke sini."
Mikrofon langsung diserahkan ke
tangan Darren.
Darren memegang mikrofon dan seketika
ingin melemparkannya.
Darren hanya merasa wajahnya terbakar
malu menerima tatapan begitu banyak orang. "Nindi, dia... bisa mendapat
pencapaiannya hari ini, tentu saja nggak terlepas dari bimbingan dan didikan
keluarganya."
Darren adalah seseorang yang lama bergelut
di dunia bisnis. Dia sangat pandai bicara di depan unum.
Para kenalannya di sekeliling
memuji-muji." Selamat, Pak Darren. Adikmu sangat luar biasa."
"Bagaimana caranya Pak Darren
mendidik adik yang bisa jadi ranking satu di Ujian Bersama Masuk Perguruan
Tinggi? Tolong bagi pengalamannya kepada semua orang."
Darren tersenyum. "Ya, dia
memang berprestasi di sekolah, tapi kepribadiannya agak sulit."
Dia tidak menyangka bahwa status
Nindi sebagai ranking satu akan sangat berguna.
Jika Nindi mau menyadari
kesalahannya, dia mungkin bersedia untuk tidak mengungkit masa lalu dan
membiarkan Nindi tetap tinggal di keluarga Lesmana.
Nindi seketika menyeringai mendengar
kata-kata ini.
Dia tidak menyangka keluarga Lesmana
benar-benar tidak tahu malu.
Setelalı pernyataan Darren selesai,
pembawa acara melihat ke arah Nindi. "Nindi, ada yang mau disainpaikan
lagi?"
Nindi memandangi Darren dengan senyum
sinis. " Aku cuma heran. Jelas-jelas nggak andil apa-apa untuk
pencapaianku hari ini, tapi masih berani bilang kalau prestasiku nggak terlepas
dari cara didik keluarga Lesmana?"
Pembawa acara tertegun. "Nindi,
apa maksudnya?"
"Maksudnya sangat sederhana.
Mereka memaksaku ikut pertandingan e-sport sebelum ujian, dengan ancaman
menghentikan semua biaya hidupku. Untungnya, aku berhasil bertahan sampai ujian
berkat beasiswa. Bahkan waktu nilaiku meningkat pesat, mereka mencurigai aku
mencontek. Mereka nggak percaya padaku sedikit pun, bahkan memaksaku mengaku
mencontek dan dihukum. Orang semacam ini masih punya muka mengaku ngaku sebagai
keluargaku?"
Ekspresi Nindi masih biasa saja dan
dia melanjutkan dengan tegas, "Aku juga sudah memutuskan hubungan dengan
keluarga Lesmana. Aku sekarang nggak punya keluarga!"
Kata-kata ini seperti bom, meledakkan
suasana saat itu juga.
Wajah Darren sampai membiru karena
marahnya. Dia belum pernah merasa semalu ini.
Berani -beraninya Nindi mengatakan
hal-hal ini di depan media?
Darren sampai menutupi dadanya,
napasnya terengah-engah.
No comments: