Bab 190
Leo cepat-cepat memegangnya. "Kak,
tenanglah. Kita memang bersalah kepada Nindi. Wajar kalau dia marah."
Ketika mendengarkan, Leo langsung
teringat saat dia memaksa Nindi ikut pertandingan. Rasa bersalah menjalar dalam
hatinya.
Untungnya, semua itu tidak
memengaruhi belajar Nindi. Nindi tetap bisa mendapatkan nilai yang tinggi di
ujian.
"Bukankah keluarga Lesmana yang
membesarkannya? Menderita sedikit saja langsung putus hubungan. Anak macam apa
dia?"
"Nindi, turun ke sini. Jelaskan,
kapan keluarga Lesmana pernah menyakitimu?"
Darren merasa seolah semua orang
sedang mentertawakannya. Dia belum pernah merasa semalu ini.
Semua ini karena ulah Nindi.
Nindi langsung turun dari panggung.
Tatapannya jernih dan dingin. "Kemarin, staf dari kemahasiswaan
Universitas Yasawirya meneleponmu. Kamu menolak mereka dan bilang aku nggak
akan kuliah di Universitas Yasawirya, ya' kan?"
Darren sesaat tidak tahu harus
menjawab apa.
Nindi lanjut mendesak. "Kamu
melarangku kuliah di Universitas Yasawirya dan menyuruhku tetap di sini, kuliah
bersama saudara angkat keluarga Lesmana yang bahkan nggak lulus Ujian Bersama
Masuk Perguruan Tinggi."
Orang-orang di sekeliling terkejut.
"Jadi ranking satu di kota dan
diterima di Universitas Yasawirya adalah prestasi yang sangat membanggakan.
Kenapa keluarga Lesmana malah nggak mau?"
"Kalau anakku sehebat ini, aku
pasti sudah merayakan tiga hari tiga malam. Pokoknya kucing-kucing di jalanan
juga harus kuberi tahu."
"Mereka punya adik kandung
berbakat, tapi lebih milih adik angkat yang nggak punya kemampuan apa-apa. Apa
mereka buta?"
Darren mengumpat marah mendengarkan
semua ini. "Itu nggak benar. Aku minta kamu tetap di sini demi kebaikanmu
sendiri!"
"Demi kebaikanku?"
Nindi berkata dengan nada mengejek,
"Demi kebaikanku, jadi aku diminta masuk ke universitas yang sama dengan
anak yang gagal di ujian masuk? Ini yang kamu sebut demi kebaikanku?
Perhatianmu terlalu berat, aku nggak mampu menerimanya."
Darren merasa terlalu bersalah dan
tidak berani menatap mata Nindi.
Leo buru-buru menjelaskan, "Nindi,
Kak Darren nggak bermaksud begitu. Jangan salah paham!"
"Kamu juga!"
Nindi menatap Leo. "Kamu dulu
memaksaku izin sekolah dan mengganggu belajarku untuk main gim. Kamu bisa
menang babak penyisihan ulang karena aku! Kamu kalah di babak final karena nggak
ada aku."
Leo langsung merasa bersalah.
"Nindi, maafkan aku. Aku salah memaksamu seperti itu. Untungnya, nilai
ujianmu nggak terpengaruh."
"Aku nggak butuh permintaan maaf
kalian. Tapi ingat baik-baik, aku sudah memutuskan hubungan dengan
kalian."
Nindi berbalik dan meninggalkan aula.
Dia tidak akan pernah terlibat dengan
keluarga Lesmana lagi.
Darren memberi perintah kepada
sekretarisnya dengan nada marah, "Tahan media, jangan sampai berita ini
keluar."
Jika tidak, keluarga Lesmana akan
menjadi bahan tertawaan.
Darren memandang orang-orang di
sekitarnya. " Anak ini sedang merajuk dengan keluarganya. Kalian mengerti,
anak usia remaja itu paling susah diatur."
Namun, Leo merasa cemas. "Kak,
kenapa kamu menolak Universitas Yasawirya? Dia ranking satu, lho. Kalau Ayah
dan Ibu tahu, mereka pasti sangat senang."
Darren tiba-tiba kehabisan kata-kata,
tetapi tetap tidak mau mengakui kesalahan. "Lihat sifatnya, apa jadinya
kalau dia mendapat masalah di Universitas Yasawirya? Kuliah di sini adalah yang
terbaik baginya."
"Kak Darren! Walaupun dia di
Kota Yunaria, kita tetap akan melindunginya. Dia pasti baik-baik saja. Kenapa
kamu jadi bingung begitu?"
Leo juga merasa bahwa kakaknya telah
berbuat salah. Jadi, dia langsung pergi mengejar Nindi.
Nindi berjalan keluar sendirian.
Cakra menyusulnya. "Sudah lega?"
Nindi bergumam mengiakan.
"Sudah nggak perlu menghindar
dari mereka lagi?"
Nindi menyunggingkan senyum dingin.
"Dulu, kukira aku bisa memulai hidup baru dengan menjauh dari keluargaku.
Tapi aku sekarang tahu, orang yang nggak sadar diri nggak akan mengerti
sebanyak apa pun yang aku katakan."
Setelah menjelaskan semuanya di depan
umum, suasana hati akhirnya jauh lebih baik.
"Nindi, tunggu!"
No comments: