Bab 195
Nindi menoleh kepadanya dengan
terkejut.
Apa maksud Cakra?
Dia tahu itu dari mana?
Cakra menghindari tatapannya.
"Orang tuamu sangat sayang kepadamu. Dalam situasi kritis, mereka lebih
memilih untuk menyelamatkanmu lebih dulu. Kamu sama sekali nggak perlu merasa
bersalah karena hal ini."
Mata Nindi berubah merah. "Tapi
aku tetap merasa bersalah. Aku sangat merindukan mereka."
Jika orang tuanya tidak mengalami
kecelakaan, Sania tidak akan muncul dalam hidupnya, dan semua ini tidak akan
terjadi.
Sayangnya, semua itu hanya ada dalam
khayalannya.
Cakra merasa tenggorokannya tercekat
dan hanya bisa menatap dalam diam melihat wajah sedih Nindi.
Rasa bersalah dalam hatinya seperti
air bah yang menghancurkan bendungan dan hampir menenggelamkannya.
Cakra melangkah mendekat dan menepuk
bahu Nindi. "Kamu sudah benar-benar bebas sekarang. Pergilah ke Kota
Yunaria dan mulai hidup yang baru.
"Ya, itu yang kuinginkan. Kalau
aku bisa beli rumah lagi nanti, aku beli mau beli di Kota Yunaria."
Dia tidak akan kembali ke sini lagi.
Cakra menundukkan, menatap kagum.
"Sistem tembok pelindung Grup Lesmana memang terkenal di Kota Yunaria.
Ternyata kamu yang menulisnya. Berapa banyak kemampuan tersembunyi lain yang
belum aku temukan darimu?"
"Ini memang bakatku. Kakak
keduaku juga belajar komputer, jadi dia memberiku banyak buku-buku. Aku belajar
dari membaca."
"Jadi, kamu pilih Ilmu Komputer
di Universitas Yasawirya?"
"Ya. Mungkin aku mau ambil gelar
ganda, tapi aku belum memutuskan mau pilih apa."
Nindi menatap Cakra. "Di
penghargaan tadi, aku lihat sekilas ada informasi pameran investasi di Kota
Yunaria, tentang AI. Perusahaan Zovan Gunawan tertarik mengembangkan bisnis di
bidang ini nggak ya?"
Dia ingat di kehidupan sebelumnya,
Nando juga mengembangkan bisnis di bidang ini.
Dia memulai saat perkembangan
industri baru ini sedang mencapai puncaknya. Sehingga perusahaannya bisa
berkembang dengan sangat cepat.
Nindi juga berpartisipasi dalam
penelitian dan pengembangan sistem AI. Dia sendiri menulis perangkat lunaknya.
Dalam kehidupan keduanya ini, dia
bisa memulai bisnisnya sendiri.
Tidak lagi bersusah payah untuk
memberi keuntungan kepada orang lain.
Cakra sebenarnya tahu tentang ini.
Dia tidak menyangka Nindi akan tertarik.
Dia menjawab, "Proyek ini sebenarnya
lumayan bagus."
"Menurutku juga begitu. Siapa
tahu proyeknya bisa berkembang pesat nantinya?"
Cakra melihat rasa putus asa di mata
Nindi telah tergantikan dengan semangat. Apa pun yang Nindi inginkan, dia
bertekad akan membantu mewujudkannya.
Nindi melanjutkan siaran langsung
gim-nya malam ini, tetapi perasaannya sedang ceria.
Saat ini, dia telah menduduki
peringkat pertama dalam pertandingan satu lawan satu, dan posisinya selalu
stabil di puncak klasemen.
Tak terhitung orang yang ingin menantangnya
satu lawan satu, tetapi tidak ada yang pernah menang.
Setelah selesai bertanding, Nindi
seperti biasa akan meringkas poin-poin penting dalam pertandingan tersebut.
Para penonton membanjiri siaran
langsung dengan komentar. "Dewi Lemon, kamu sedang ceria ya maları ini?
Ada kabar baik apa?"
"Dewi Lemon ranking satu Ujian
Bersama Masuk Perguruan Tinggi. Mungkin baru ketemu dengan staf Universitas
Yasawirya dan sudah mau pergi ke Kota Yunaria."
Nindi melihat komentar tersebut dan
menjawab sambil tersenyum, "Memang ada kabar baik hari ini. Aku nggak
sabar memulai hidup baru di Kota Yunaria."
"Ah! Beneran kuliah di
Universitas Yasawirya? Sudah genius, pintar main gim juga. Aku super iri!"
"Hari ini penuh rasa iri. Tapi
keluarga Dewi mungkin lebih iri lagi. Aku dengar, nilai ujian masuk adik
angkatnya dinyatakan nggak sah karena mencontek."
Nindi penasaran hukuman apa yang akan
diterima Sania.
Karena dia sangat curiga tentang
meninggalnya Shery, si pengikut Sania. Dia bertanya-tanya apakah polisi dapat
menemukan petunjuk.
Nindi berkata tenang, "Aku
sedang bahagia hari ini, jangan bahas masalah yang nggak menyenangkan."
Dia tidak ingin membicarakan segala
sesuatu yang berkaitan dengan keluarga Lesmana.
Tiba-tiba, hadiah donasi berjumlah
besar muncul dan mengambil alih layar.
No comments: