Bangkit dari Luka ~ Bab 196

 

Bab 196

 

Nindi langsung mengenali ID milik Kakak Kedua, Kak Nando. Tanpa pikir panjang, dia langsung menendang dan memblokir akun tersebut.

 

Kalau hubungan sudah diputus, lebih baik jangan hadir lagi di hadapannya.

 

Setelah menyadari dirinya dikeluarkan dari siaran langsung, jari Nando yang sedang mengetik pun gemetar sesaat sebelum berhenti.

 

Dia tersenyum getir. Hati Nindi benar-benar sudah terluka.

 

Selama ini, dia kira, Nindi hanya sedang marah.

 

Kalau dia menyadari masalah ini lebih awal, mungkin keadaan tidak akan seburuk ini!

 

"Tuan Nando, buruk! Nona Sania mencoba untuk bunuh diri, beruntung Tuan Leo berhasil menghentikannya. Sekarang, mereka sedang dalam perjalanan ke rumah sakit."

 

Nando langsung meletakkan ponselnya. "Kenapa dia sampai mencoba bunuh diri?"

 

Pengurus Rumah itu terdengar kesal saat menjawab, "Katanya, meski sekolah nggak kasih sanksi pada Nona Sania, mereka memutuskan untuk merabatalkan nilai ujiannya. Nona Sania nggak bisa terima kenyataan itu, makanya dia melakukan percobaan bunuh diri. Tuan Nando, nanti tolong tenangkan dia."

 

Nando menijat lelah pelipisnya. "Kenapa semuanya nggak ada yang menenangkan? Nindi saja nggak pernah membuatku khawatir soal nilai, tapi hasilnya justru sangat bagus"

 

Pengurus Rumah itu cemberut. "Tuan Nando, sakit flu yang Nona Sania alami membuat nilainya nggak memuaskan. Sakitnya itu ulah Nona Besar. Belum lagi, dia kena imbas dari temannya yang curang, membuat nilainya dibatalkan. Wajar kalau dia nggak bisa terima kenyataan ini."

 

"Pengurus, mungkin semua orang boleh membicarakan nilai Nindi, tapi kamu nggak punya hak buat bilang begitu. Dulu, alat tulis yang kamu siapkan untuknya saja bermasalah dan hampir merusak ujiannya."

 

Pengurus Rumah itu langsung tertunduk dan diam.

 

Nando mengingat semua kejadian itu. Rasa bersalahnya pada Nindi pun makin dalam.

 

Tidak lama kemudian, Sania dibawa ke rumah sakit.

 

Wajahnya sudah pucat pasi.

 

Sania melayangkan tatapan memelas ke arah Nando. "Kak Nando, ini semua salahku. Sekarang, nilai ujianku dibatalkan, pasti keluarga Lesmana menjadi bahan ejekan."

 

Nando mengerutkan kening, lalu bertanya, "Apa bunuh diri bisa menyelesaikan masalah ini?"

 

Sania tercekat, lalu menunduk sambil menangis. Dia juga tidak menyangka nilai ujiannya sampai dibatalkan.

 

Sekarang, Nindi meraih peringkat pertama tingkat kota dan diterima di Universitas Yasawirya, sementara dia tidak memegang nilai. Perbedaan ini terlalu menyakitkan.

 

Selama ini, dia selalu merasa lebih unggul dari Nindi. Tiba-tiba tertinggal seperti sekarang, rasanya sangat tidak enak.

 

Leo coba untuk menghibur, "Sania, nggak apa-apa kalau harus mengulang tahun depan. Coba saja lihat Nindi. Beberapa bulan terakhir, nilainya bisa melonjak. Kalau kamu mengulang, pasti bisa lebih baik."

 

Mendengar nama Nindi, suasana hati Sania makin memburuk. Sebenarnya, dia tidak berniat bunuh diri. Sania hanya ingin dapat simpati dari keluarga Lesmana.

 

"Sudah, jangan menangis. Beberapa hari lagi, kamu bisa daftar ulang di sekolah."

 

Sekarang, Nando tidak terlalu suka melihat Sania menangis. Menurutnya, Sania berlebihan.

 

Soal kecurangan, dia tidak yakin bahwa Sania benar-benar tidak bersalah.

 

Namun, temannya yang tiba-tiba bunuh diri dan meninggalkan surat pengakuan, membuat kasus ini tidak bisa dilacak lebih jauh.

 

Pengurus Rumah itu mengamati Sania penuh perhatian. "Nona Sania, jangan coba bunuh diri lagi. Temanmu yang bunuh diri itu, mayatnya ditemukan beberapa hari kemudian. Kamu tahu kondisi mayatnya seperti apa, nggak?"

 

"Jangan dilanjutkan!"

 

Sania tiba-tiba berteriak memotong ucapan Pengurus Rumah itu sambil menunduk dengan rasa bersalah

 

Setelah lukanya diobati, Sania dibawa ke kamar pasien.

 

Dia mengambil ponselnya, melihat beberapa pesan yang belum dibaca.

 

"Aku sudah bantu kamu menyelesaikan masalah dengan temanmu itu. Semua orang yang menghalangi jalanmu, sudah aku singkirkan."

 

Perasaan Sania hampir hancur seraya lanjut membaca pesan masuk. "Aku hanya memintamu untuk membungkam mulut Hesti, siapa yang menyuruhmu membunuhnya?"

 

Saat polisi memanggilnya untuk dimintai keterangan, dia hampir mati ketakutan. Dia tidak pernah bermaksud membunuh Hesti.

 

"Mulut gadis itu terlalu rapat. Cuma orang mati yang sanggup menyimpan rahasia selamanya."

 

Sania benar-benar menyesal. Seharusnya, dia tidak meminta orang ini bertindak. Dia saja belum yakin apakah orang ini benar-benar ayah kandungnya atau bukan.

 

"Kalau Nindi, apa kamu ingin dia mati juga? Kalau dia mati, kamu akan menjadi satu-satunya putri keluarga Lesmana."

 

Sania riba-tiba merasa tergoda.

 

Kalau Nindi mati, tidak ada lagi yang akan bersaing dengannya.

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 196 Bangkit dari Luka ~ Bab 196 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on May 09, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.