Bab 200
"Memukulmu untuk pelampiasan
emosi, bukankah ini yang kamu minta?"
Nindi selesai bicara, lalu menampar
Sania sekali lagi. Dia sudah menggenggam rambut Sania kuat -kuat, matanya yang
putih mulai kemerahan. "Aku sudah kasih peringatan, jangan lagi sentuh
barang-barangku! Sepertinya kamu nggak kapok!"
Dia mustahil tidak menyadari,
perempuan licik ini sengaja melakukan ini untuk menjengkelkannya
Wajah Sania langsung bengkak seperti
babi, lalu dia menangis meminta tolong. "Kak Nando, tolong aku!
Melihat kejadian ini, tangan Nando
perlahan mengepal. "Sania, tadi kamu yang bilang, selama Nindi bisa
melampiaskan emosi, dia boleh melakukan apa saja. Sebagai manusia, harus tepat
janji!"
Sania langsung dibuat tercengang oleh
perkataan itu.
Padahal, dia hanya basa-basi, bukan
bermaksud serius begitu!
Pengurus Rumah maju dan menarik
Nindi. "Nona Nindi, kenapa Nona sampai pukul orang? Bukankah Nona Sania
hanya buka Surat Penerimaan Universitasmu? Dia nggak menyentuh barang-barangmu,
kenapa Nona harus begitu pelit?"
Nindi hampir jatuh karena dorongan
Pengurus Rumah itu.
Dia mengangkat alisnya, tampak tajam
dan berani. " Benar, aku memang orang pelit."
"Tapi, Kak Darren sudah memberi
perintah, kamu nggak boleh masuk ke vila ini lagi."
"Pengurus, siapa yang memberimu
keberanian untuk berbicara seperti itu pada Nindi? Dia adalah putri tertua
keluarga Lesmana, majikanmu!"
Nando menatap pengurus rumah itu
dengan mata kemerahan. "Sepertinya, aku terlalu baik padamu selama ini
sampai kamu lupa siapa dirimu yang sebenarnya!"
Sania terburu-buru memohon, "Kak
Nando, ini salahku. Pak Pengurus hanya membelaku."
"Tapi, dia bantu kamu berbohong
dan berani menyentuh Nindi. Orang seperti ini nggak pantas lagi kerja di
keluarga Lesmana. Pak Pengurus, nanti kamu berkemas dan pergi."
Selesai Nando bicara, Sania dan
Pengurus Rumah terkejut.
Pengurus Rumah mulai panik.
"Tuan Nando, aku sudah kerja di keluarga Lesmana selama puluhan tahun.
Meskipun nggak ada jasa, paling nggak ada usaha."
"Keluarga Lesmana juga nggak
pernah mengecewakan kamu. Tapi, sekarang, kamu sudah melupakan posisimu. Menurutku,
kamu nggak cocok tinggal di sini lagi."
Menyaksikan sikap Pengurus Rumah pada
Nindi, hati Nando merasa dingin.
Pengurus Rumah langsung terjatuh ke
lantai. Dia tidak mengira, di usianya yang sudah tua ini, dia akan dipecat oleh
keluarga Lesmana. Dia pikir, hubungannya dengan keluarga ini sudah cukup baik
dan akan tinggal di sini selamanya.
"Pak Pengurus, cepat minta maaf
ke Kak Nindi. Dia pasti akan memaafkanmu, 'kan? Dia baik hati, lho," usul
Sania.
Sania juga tidak ingin Pengurus Rumah
dipecat sebab dia akan kehilangan satu sekutu.
Pengurus Rumah juga tidak ingin
dipecat. Dia pun menatap ke arah Nindi. "Nona Besar, tadi, saya sudah
pikun dan melakukan kesalahan. Sejak orang tuamu meninggal, tolong ingat, saya
sudah merawatmu sejak kecil. Maafkan saya kali ini saja."
Dia butuh uang, tidak bisa kehilangan
pekerjaan terhormat ini.
Nindi mengejek, "Kamu nggak
bilang, aku saja lupa. Ulang tahun Sania dan aku berdekatan. Setiap kali, kamu
sarankan aku mengalah dan merayakan ulang tahun bersamanya. Setiap kali Sania
bersalah, kamu selalu berusaha menyalahkanku. Termasuk alat tulisku yang rusak
saat ujian, itu juga ulahmu. Selama ini, aku benar-benar berutang budi padamu!
Kamu membuatku hidup di neraka!"
Ekspresi Pengurus Rumah itu langsung
panik. " Nggak begitu, Nona Besar."
"Tadi, kamu memanggilku Nona
Nindi. Sekarang, memanggilku Nona Besar karena takut dipecat. Benar-benar
oportunis!"
Selesai bicara, Nindi langsung
berjalan ke depan Nando seraya mengambil Surat Penerimaan Universitasnya.
Nando menelan ludah, susah payah
berkata, "Nindi, maafkan Kakak. Kakak nggak menyadari, kamu sudah
menderita begitu banyak!"
"Jangan sok suci dan
berpura-pura nggak bersalah. Aku sudah bilang berulang kali, kalau kamu
mendengarkanku sekali saja, hubungan kita nggak akan sampai seperti ini! Benar,
'kan?"
Nando langsung kehilangan kata-kata.
Ya, Nindi benar. Dialah yang
menyebabkan semua ini.
Nindi mengeluarkan selembar dokumen
dari tasnya, lalu bicara, "Tanda tangan. Biar aku bisa memindahkan Kartu
Keluarga."
Dia ingin punya Kartu Keluarga
sendiri supaya di masa depan tidak ada lagi hubungan dengan keluarga Lesmana.
Hanya dengan begitu, dia bisa
benar-benar bebas.
Nando melihat dokumen itu dengan
perasaan yang hancur dan lirih berkata, "Nindi ..."
No comments: