Bangkit dari Luka ~ Bab 662

 

Bab 662

 

Namun, saat Nindi melihat ekspresi Riska, itu sama sekali tidak terlihat seperti akting.

 

Belinda yang berdiri di sampingnya tampak agak kesal. Dia kemudian menatap Riska sambil berkata, " Aku nggak tahu betapa histerisnya kamu kalau sampai ada apa-apa dengan Cakra. Siapa tadi yang langsung panik dan berlari begitu mendengar kabar? Masih bilang kamu nggak khawatir dengan putramu?"

 

"Astaga, putraku pasti tahu batas kemampuannya."

 

Meskipun Riska juga mengkhawatirkan Cakra, saat ini Cakra baik-baik saja, justru Nindi lah yang terluka.

 

Belinda seketika menjadi gusar, "Kudengar nenek sudah sadar. Nona Nindi, kenapa kamu nggak ikut menjenguknya saja?"

 

Andrea jelas tak mungkin menyukai Nindi.

 

Riska pun berdiri, "Nindi, kamu lagi terluka, lebih baik istirahat saja. Kami nggak akan ganggu kamu."

 

Nindi hanya bisa mengangguk dan mengiyakan.

 

Saat berbalik, Belinda sempat menatap Nindi dengan makna tersirat, "Karena kamu ada di sini dan tau kalau Nenek Andrea ada di rumah sakit, sebagai anak muda, kamu seharusnya datang menjenguknya.

 

Mata Nindi berkilat dingin sejenak, tetapi dia tidak berkata apa-apa.

 

Belinda yang masih dipenuhi emosi kemudian mengalihkan pandangannya. Dia harus mencari cara agar Cakra dan Nindi tak bisa bersatu.

 

Apalagi, setelah kecelakaan itu, hubungan mereka seharusnya tidak mungkin bisa berlanjut.

 

Andrea pun tak pernah merestuinya.

 

Jika saatnya tiba, lebih baik Nindi yang meninggalkan Cakra secara sukarela, tak perlu memaksakan diri sendiri.

 

Setelah kedua orang itu pergi, Nindi terbaring sendirian di tempat tidur, seraya menatap kosong ke langit-langit.

 

Mengingat bahwa Andrea juga dirawat di rumah sakit, membuatnya merasa sedikit gelisah tanpa alasan yang jelas.

 

Begitu dia memejamkan mata, bayangan pria yang menerjang keluar dari kepulan asap langsung muncul dalam pikirannya. Dengan nekat dan tanpa rasa takut, pria itu menerobos bahaya sambil terus memanggil namanya.

 

Suaranya penuh kegelisahan dan kekhawatiran.

 

Nindi menekan dadanya, merasakan jantungnya berdebar begitu cepat, seolah hendak meloncat keluar.

 

"Apa ada yang sakit?"

 

Suara pria yang dalam dan lembut berbisik di telinganya.

 

Nindi tersentak dan sontak membuka matanya. Cakra tengah berdiri di samping tempat tidur, dia kemudian menatap Nindi serius sambil menyentuh dahi Nindi dengan ujung jari.

 

Dia kemudian berkata dengan lega, "Suhumu normal, cuma agak hangat saja."

 

Nindi menatap pria di hadapannya. Jantungnya berdetak semakin cepat, lalu dia berusaha mengalihkan tatapannya, "Aku ... aku nggak apa-apa."

 

Cakra membungkuk sembari menatap Nindi. Entah mengapa, wajahnya terlihat sedikit memerah. Dia pun menyentuh pipi Nindi dengan punggung tangannya, "Kita periksa suhu tubuhmu dulu."

 

"Nggak perlu, aku nggak demam."

 

"Tapi tubuhu agak panas, kita pastikan saja."

 

Nindi semakin merona, "A... aku cuma merasa agak gerah. Jantungku juga berdetak lebih cepat dari biasanya."

 

"Aku nggak percaya."

 

Melihat Cakra hendak memanggil dokter, Nindi pun buru-buru menarik tangannya, lalu menempelkannya ke dadanya sendiri, "Rasakan sendiri kalau nggak percaya."

 

Cakra bisa merasakan detak jantung Nindi yang cepat dan tidak beraturan dari telapak tangannya. Irama itu menggetarkan dadanya, bahkan membuat jantungnya sendiri ikut berdegup lebih kencang.

 

Dia menunduk dan menatap Nindi. Sentuhan lembut di telapak tangannya membuat pikirannya sedikit kacau.

 

Suara Cakra terdengar serak, "Aku bisa merasakannya."

 

Saat menatap mata tajam pria itu, Nindi merasakan wajahnya kian memanas.

 

Nindi buru-buru melepaskan tangan Cakra dengan panik. Namun, pria itu justru melangkah maju, membuatnya terjebak di ranjang.

 

Jantung Nindi berdetak begitu kencang tak tertahankan.

 

'Kenapa pria ini malah mendekat begini?' batin Nindi.

 

Cakra membungkuk, wajahnya semakin dekat.

 

Tatapannya mengunci setiap detail wajah Nindi yang mulai memerah. Semakin dia menatap, semakin Nindi terlihat menggemaskan.

 

Awalnya, dia hanya ingin menggoda. Namun, pandangannya justru tertarik pada bibir Nindi yang sedikit terbuka dan tergigit pelan. Napasnya pun mulai tak beraturan.

 

Membuat Cakra ingin menciumnya.

 

Saat pikiran itu terlintas, tubuh Cakra pun bertindak.

 

Namun, tepat saat itu, Nindi menoleh untuk menghindarinya.

 

Bibir tipis Cakra hanya sempat menyapu telinganya, yang terasa sedikit dingin.

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 662 Bangkit dari Luka ~ Bab 662 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on May 09, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.