Bab 201
Nando tidak pernah menyangka, Nindi
sungguh akan bertindak sejauh ini.
Dia susah payah mendongak dan
berkata, "Adikku, apa benar-benar nggak ada cara buat kembali?"
Melihat situasi itu, hati Sania
bersorak gembira. Baginya, ini kabar baik.
Dia segera memasang raut sedih sambil
berkata, " Kak Nindi, bukankah kita satu keluarga? Darah lebih kental dari
air... apa kamu..."
"Diam!"
Nando langsung membentak Sania.
Sekarang, tiap kali melihat Sania menangis, hatinya langsung kesal.
Mungkinkah membawa Sania pulang waktu
dulu adalah sebuah kesalahan?
Nindi tampak tenang saat berkata,
"Kak Nando, ini bisa menjadi kali terakhir kupanggil kamu 'Kakak'. Tanda
tangani saja."
Dia menyerahkan pena ke tangan Nando
sembari berkata, "Keluarga Lesmana adalah neraka untuk diriku. Aku nggak
sanggup tinggal di sini lagi meski cuma sedetik."
Nando menutupi wajah dengan tangan.
Akhirnya, dia membubuhkan tanda tangannya pada dokumen itu.
Nindi buru-buru mengambil dokumennya,
seperti takut ada yang berubah. Usai memperoleh yang diinginkan, dia baru
menghela napas lega.
Dia menoleh sambil meraih pena itu,
lalu dilempar ke tempat sampah. "Pena ini sudah kupakai bertahun-tahun.
Waktunya ganti."
Dia tidak sudi meninggalkan
barang-barangnya untuk digunakan keluarga Lesmana.
Nindi berbalik, meninggalkan ruang
kerja dengan langkah tegap dan penuh percaya diri.
Dia langsung meninggalkan Kediaman
Keluarga Lesmana, rumahnya selama bertahun-tahun, tanpa menghentikan langkah
sedikit pun.
"Nindi!"
Nando nyaris terjerembab saat
mengejar dirinya keluar sambil menggenggam sebuah kartu ATM. " Hidup
sendiri di luar sana nggak mudah. Biaya hidup di Yunaria sangat tinggi.
Ambillah! Ini satu -
satunya hal yang bisa kulakukan
buatmu."
"Nggak perlu. Aku sama sekali
nggak kurang uang sekarang!"
Nindi melirik ke arah kunci pintu
elektronik di gerbang utama, lalu mengambil batu bata dari tanah dan langsung
mengantamkan batu ke sana.
Nando tertegun dibuatnya. Sejatinya,
dia tidak paham total dengan maksud Nindi melakukan semua ini.
Nindi membersihkan tangannya, lalu
berkata, "Vila ini peninggalan Ayah dan Ibu, tapi mereka pakai tanggal
lahir Sania buat sandinya? Sungguh memuakkan! Ganti sandinya!"
Setelah mengucapkan semuanya, dia
berjalan ke tempat Cakra menunggu.
Nando menatap kunci pintu yang sudah
hancur dengan pikiran kacau balau.
Tepat saat itu Pengurus Rumah dan
Sania keluar dengan langkah tergesa-gesa.
Nando menatap tajam ke arah Pengurus
Rumah." Kata sandi rumah ini selalu pakai tanggal lahir Nindi. Siapa yang
kasih izin buat ganti?"
Pengurus Rumah tampak gugup dan
gelisah. "Itu perintah Tuan Leo. Dia kasih perintah agar Non Besar nggak
masuk ke rumah ini. Jadi, saya sengaja ganti sandinya."
"Bagus, bagus sekali! Kenapa
nggak sekalian saja ambil vila keluarga Lesmana ini? Lancang sekali ambil
keputusan sendiri buat hal sebesar ini!"
Nando murka. Kepalanya terasa
berputar hingga berdengung.
Dulu, dia mengira, Nindi agak sakit
hati saja dan tengah merajuk. Oleh karena itu, dia ingin meninggalkan rumah.
Sekarang, Nando baru menyadari, Nindi
bukan sekadar diperlakukan tidak adil, tetapi mendapat penyiksaan
bertahun-tahun.
Pengurus Rumah gemetar ketakutan.
"Tuan Nando, saya cuma berpikir, Nona Sania pun putri keluarga Lesmana.
Jadi, saya ganti kata sandinya pakai tanggal lahir dia, nggak ada maksud
lain."
Sania, diiringi suara lembutnya,
segera memohon, " Kak Nando, jangan salahkan Paman Pengurus Rumah. Dia
nggak sengaja. Toh, aku cuma anak angkat, mana pantas tanggal lahirku dijadikan
kata sandi."
Melihat bekas tamparan di wajah
Sanía, hati Nando agak melunak.
Dia menghela napas, tampak murung
saat bicara, Sania, bukan itu maksudku. Vila ini peninggalan Ayah dan Ibu.
Selama ini, kata sandinya selalu pakai tanggal lahir Nindi. Nggak ada yang
berhak mengubahnya."
Sania memaksakan satu senyuman kaku.
"Aku paham. Sebagai anak angkat, aku memang nggak pantas. Ini salahnya
Paman Pengurus Rumah saja. Aku janji, hal begini nggak akan terjadi lagi."
Melihat kesempatan itu, Pengurus
Rumah langsung berlutut dan memohon ampunan. "Tuan Nando, saya sadar sudah
melakukan kesalahan. Saya janji nggak akan bertindak sembarangan lagi!"
"Kak Nando, Paman Pengurus Rumah
sudah urus vila ini bertahun-tahun. Usianya juga sudah tua. Jangan usir dia,
ya."
Nando memijat lelah pelipisnya.
"Baiklah. Tapi, dia nggak berstatus Pengurus Rumah lagi. Turunkan
posisinya menjadi pelayan biasa. Aku putuskan untuk pindah ke Yunaria. Biar dia
tetap di sini dan menemanimu selama mengulang studi."
Dalam benak Nando, keluarga Lesmana
sudah memberi perlakuan yang cukup baik pada Sania. Jika dia tidak bisa
memanfaatkan kesempatan ini, berarti memang kesalahannya sendiri.
Sania pun mengatupkan gigi.
"Terima kasih, Kak Nando!" serunya.
Selama Pengurus Rumah tetap tinggal,
situasinya sudah cukup untuk saat ini.
Akan tetapi, dia tidak akan tinggal
di sini untuk mengulang studi. Dia akan pergi ke Yunaria juga!
Jangan harap mereka bisa meninggalkan
dirinya begitu saja!
Sania menatap penuh kebencian pada
mobil yang membawa Nindi pergi. Saat waktunya tiba, dia akan membuat Nindi
terinjak-injak di bawah kakinya.
No comments: