Bangkit dari Luka ~ Bab 667

Bab 667

 

Saat Cakra menahannya dan mencium bibirnya, Nindi belum sempat bereaksi.

 

Begitu Nindi berniat memberontak, pria itu justru mendorongnya sedikit menjauh, kemudian menariknya kembali ke dalam pelukan.

 

"Maaf, aku ... aku kira ini cuma mimpi.'

 

Napas Cakra terdengar sedikit berat. Dia menunduk, membuat ujung hidungnya menyentuh telinga Nindi, "Aku pikir tadi melihatmu dalam mimpi. Aku jadi senang. Maaf, ya."

 

Wajah Nindi terasa panas. Dengan pipi yang mulai merona, dia pun buru-buru beringsut keluar dari pelukan pria itu.

 

"Jam berapa kamu sampai di rumah sakit semalam? Bukankah proyeknya masih belum selesai?"

 

Dia masih ingat, Cakra sempat mengirim pesan. Isinya berupa kegiatannya seharian, yang sebagian besar tentu saja tentang pekerjaan.

 

Salah satu proyeknya mengalami kendala. Jadi, dia terus berusaha menyelesaikannya.

 

Cakra tersenyum tipis, membuat sudut bibirnya melengkung, "Aku pikir kamu nggak baca pesanku."

 

Jadi, setiap pesan yang dikirimnya selalu dibaca? Jika tidak, bagaimana mungkin Nindi tahu proyeknya sedang bermasalah?

 

Nindi menyadari tatapan pria itu. Dia kemudian memalingkan wajahnya dan berkata agak kikuk, " Aku cuma kebetulan melihatnya."

 

Dengan wajah yang masih memerah, dia buru-buru kembali duduk di ranjangnya.

 

Cakra mengusap tengkuknya yang terasa kaku, lalu duduk. Janggut tipis terlihat menghiasi dagunya, suaranya terdengar sengau khas bangun tidur.

 

Pria ini tampak begitu letih.

 

Nindi mengerucutkan ujung bibirnya, "Lalu, bagaimana keadaan nenekmu? Aku coba telepon kamu semalam, tapi nggak ada jawaban. Aku menunggu sampai akhirnya tertidur."

 

"Nggak apa-apa, kok. Tubuh nenek memang nggak terlalu kuat. Jadi, jangan terlalu dipikirkan."

 

Cakra menatapnya, "Nenek bilang apa padamu ?"

 

Nindi langsung tampak sedikit gelisah. Dia kemudian menundukkan pandangannya, "Nggak ada apa-apa, kok. Cuma obrolan ringan saja."

 

Cakra terdiam sejenak, lalu tersenyum pahit, "Kamu nggak perlu menyembunyikan apa pun. Aku sudah tahu dari pelayan rumah. Itu mudah ditebak."

 

Nindi tampak menghindari tatapannya.

 

Nindi mendongak dan berkata lembut, "Nenekmu mau kasih banyak uang buatku, tapi syaratnya aku harus meninggalkanmu."

 

"Tabungan nenekku memang lumayan banyak, dia pernah bilang akan disiapkan buat cucu menantunya. Nggak masalah kan kalau dikasih lebih awal."

 

Nindi tercengang begitu mendengarnya, "Cucu menantu?"

 

Cakra tersenyum tipis, "Iya."

 

Nindi menatap mata Cakra yang penuh dengan kesan menggoda. Seketika, Nindi tahu bahwa dirinya telah masuk ke dalam perangkapnya.

 

Dia buru-buru berkata, "Bukan begitu! Selain nenekmu, ibumu juga melakukan hal yang sama. Jujur saja, mereka cukup dermawan. Mereka bahkan nggak memarahiku, tapi malah memperlakukanku dengan baik."

 

Ini benar-benar berbeda dengan adegan khas drama keluarga kaya, di mana sang nyonya besar melempar cek begitu saja.

 

Cakra mengusap dagunya, lalu berkata dengan serius, "Aku perlu mempertimbangkan ini dengan matang."

 

"Mempertimbangkan apa? Yang harus mempertimbangkan seharusnya aku, 'kan?"

 

Mendengar kata-katanya, ekspresi Cakra langsung berubah sedikit kesal, "Kamu mau mempertimbangkan apa?"

 

Nindi memalingkan wajahnya, lalu berkata serius, " Mereka mau kasih aku uang yang banyak. Kalau aku menerimanya, aku bisa langsung bebas dari segi finansial. Bahkan kekayaanku nanti mungkin nggak jauh beda denganmu."

 

"Lalu?"

 

Cakra menggertakkan giginya. Apakah Nindi benar-benar akan memilih uang dan meninggalkannya ?

 

Cakra buru-buru berkata dengan panik, 'Aku juga bisa menghamburkan uang buatmu. Aku bisa mempertaruhkan seluruh kekayaanku, bahkan lebih banyak dari gabungan uang ibuku dan nenekku."

 

Nindi mengusap sisi wajahnya, lalu bergumam, Tapi tetap saja berbeda. Setidaknya, kalau aku ambil uang ini, aku bisa mewujudkan kebebasan memiliki pria. Aku bisa ganti yang baru setiap hari. Kalau ada yang membuatku kesal, aku tinggal cari yang lain. Seperti kata pepatah ... kamu... kamu mau apa, lakukan sesukamu!"

 

Suara Nindi semakin mengecil ketika melihat Cakra semakin mendekat.

 

Cakra mencondongkan tubuhnya dan membungkuk di atas ranjang, "Seperti kata pepatah, bagaimana maksudmu?"

 

"Asal bisa ganti yang baru dengan cepat, nggak ada lagi duka, yang ada cuma cinta. Kamu ... kamu jangan mendekat begini, telingaku baik-baik saja."

 

Sembari mengatakannya, Nindi perlahan bergeser menjauh.

 

Cakra melihatnya semakin mendekati tepi tempat tidur, lalu dia langsung menahan bahunya, "Jangan bergerak. Kamu mau jatuh dan kepalamu terbentur sampai berlubang?"

 

"Kalau begitu, mundurlah sedikit."

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 667 Bangkit dari Luka ~ Bab 667 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on May 10, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.