Bab 203
Nindi merasa, Cakra telah
memperlakukannya begitu baik, berbeda dari yang lainnya.
Dia pun sempat salah paham, mengira
Cakra juga menyukainya. Jika tidak, mengapa Cakra bisa sebaik itu padanya?
Pada akhirnya, semua itu hanya
membuktikan dia yang terlalu banyak berkhayal.
Cakra rasa, ada yang menyumbat
tenggorokan. Setelah hening beberapa saat, dia menjawab, " Sebenarnya...
itu bukan sesuatu yang mustahil."
Jantung Nindi langsung berdegap
kencang. Apa maksud ucapan pria ini?
Kemudian, Cakra melanjutkan,
"Karena hubungan dengan kakakmu sudah kamu putuskan, kamu boleh
menganggapku sebagai keluarga mulai sekarang."
"Aku nggak kekurangan
kakak," singkat Nindi.
Nindi berdiri dari tempat duduknya.
"Aku sudah kenyang. Aku mau kembali ke kamar dan beres-beres."
Lalu, dia pergi dengan raut wajah
kecewa.
Cakra hanya menatap punggung Nindi
yang perlahan menjauh. Sorot matanya sulit diartikan.
Tidak lama setelahnya, Zovan masuk ke
ruangan itu. "Sudah selesai mengobrol? Kamu serius mau melepaskan dia
sekarang?"
Cakra tidak bicara sepatah kata pun.
Dia hanya menenggak habis anggur merah di gelasnya dengan satu tegukan.
Tatapannya tampak makin gelap dan suram.
Sebenarnya, isi hati Nindi sangat
mudah ditebak.
Namun, Cakra sadar, dia tidak pantas
dan tidak memenuhi syarat.
Esok harinya, Nindi langsung pergi ke
bandara.
Sebelum masuk area keberangkatan, dia
menoleh ke arah Cakra. Mendadak, dia maju selangkah dan memeluknya erat-erat.
"Aku pergi dulu, ya. Terima kasih buat semua yang kamu lakukan selama ini.
Aku nggak akan lupa kamu seumur hidupku."
Tubuh Cakra sempat membeku karena
terkejut, tetapi dia segera menepuk lembut punggung Nindi. " Kalau ada
apa-apa, hubungi aku. Aku selalu di sini buatmu."
Nindi pun melepas pelukan itu dengan
agak kikuk.
Zovan mendekat sembari tersenyum
lebar. "Aku juga mau dipeluk."
Namun, Cakra langsung menghentikan
aksinya dengan tegas. Ekspresinya tampak datar. "Nggak banyak waktunya. Ayo,
antar dia ke gerbang keberangkatan."
"Tenang saja, aku akan jaga si
Lemon baik-baik.
Nindi menoleh sekali lagi ke arah
Cakra, menarik kopernya, lalu pergi.
Dua jam kemudian, pesawatnya mendarat
di Bandara Yunaria.
Usai turun dari kendaraan, Nindi
terlihat agak tegang saat mengamati sekitar. "Aku nggak tahu karya dari
perusahaan kita bisa menonjol atau uggak di acara ini."
Zovan tersenyum, lalu berkata,
"Pokoknya, kamu harus percaya diri."
Dia tidak menyangka, Nindi memang
punya bakat alami.
Awalnya, dia kira, semua terjadi
gara-gara Cakra yang ingin membuka jalan untuk Nindi. Ternyata, kemampuan Nindi
sangat tidak bisa direnehkan.
Keduanya langsung menuju lokasi acara
promosi.
Nindi membawa dokumen dan karya yang
akan dipamerkan, lalu berjalan ke meja pameran untuk menata semuanya.
Sementara itu, Zovan mengenakan topi
untuk menyembunyikan wajah dan mengikuti Nindi dari belakang.
Begitu memasuki ruangan, dia melirik
ke sekeliling seraya melihat seseorang yang dia kenali. Hal itu membuatnya
buru-buru berkata, "Aku ke toilet dulu. Lemon, hati-hati, ya."
Nindi pun mengangguk. Dia baru
selesai menata dokumen dan duduk. Begitu mendongak, dia melihat sosok Nando
yang sangat dia kenal.
Nindi refleks menunduk. 'Buat apa
orang dari keluarga Lesmana ada di sini?' batin Nindi.
Dunia ini benar-benar sempit!
Nando, yang juga melihatnya, sontak
berseri-seri. Kemudian, dia melangkah mendekat dan berseru, " Nindi! Nggak
kusangka bisa bertemu kamu di sini!"
Leo, yang ada di sebelah Nando,
menatap Nindi seraya mengernyit. Tatapan dinginnya menyapu pakaian seragam yang
Nindi kenakan. "Nindi, kenapa kamu berseragam Perusahaan Patera Akasia?
Kamu tahu kalau perusahaan itu pesaing kami, 'kan?"
Nindi hanya menyunggingkan senyum
dingin saat mendengarnya.
Dia agak mendongak, sorot tajam
terpancar dari iris cokelatnya. "Tentu saja aku tahu."
"Kalau tahu, kenapa masih saja
kerja paruh waktu di Perusahaan Patera Akasia? Kalau kamu perlu uang, kenapa
nggak langsung bilang ke kami? Meski Kakak sudah blokir kartumu, aku dan Kak
Nando nggak akan membiarkanmu kekurangan uang."
Leo agak marah. Lagi pula, Nindi juga
anggota keluarga Lesmana. Lantas, mengapa dia ingin bekerja di perusahaan
pesaing?
Nindi sontak bangkit. "Aku nggak
ada hubungan dengan keluarga Lesmana lagi. Jadi, mau kerja di perusahaan mana
pun, bukan urusan kalian."
"Nindi, sekalipun kamu
benar-benar benci Kak Leo, kamu nggak boleh begini sama Kak Nando, 'kan?"
No comments: