Bab 204
"Bagiku, kalian semua
sama."
Raut wajah Nindi terlihat sinis.
"Aku sudah bilang sebelumnya, 'kan? Kalau bertemu lagi, pura-pura nggak
kenal saja."
Nando buru-buru menghentikan Leo yang
hendak membalas, "Sudahlah, kita kembali ke sana. Nindi masih kesal,
jangan terlalu memaksa."
Nindi menatap punggung keluarga
Lesmana yang menjauh perlahan saja. Ingatannya pun kembali ke kehidupan
sebelumnya... kakak keduanya, Nando, memang ikut dalam acara promosi ini.
Namun, saat itu, Nando berhasil
mencuri atensi berkat sistem kecerdasan buatan yang dia kembangkan.
Tentu saja, Sania dan mulut manisnya
menjadi pendukung setia, bahkan selalu ada di sisinya untuk mempromosikan
produk itu.
Sementara itu, dirinya? Jelas
dilupakan. Meskipun sistem itu sepenuhnya hasil karya Nindi, tidak ada satu
orang pun yang tahu.
Namun, kali ini, Nindi ingin melihat
sejauh mana perusahaan mereka bisa bertahan tanpa kontribusi darinya.
Tidak butuh waktu lama, para peserta
acara promosi mulai bergiliran mengunjungi hasil karya yang dipamerkan.
Setibanya giliran meja Nindi, sistem
kecerdasan buatan yang dia kembangkan sukses memukau semua orang yang hadir.
Salah seorang peserta menatap Nindi
dengan mata berbinar. "Nak, apa ini hasil karyamu sendiri?"
Nindi mengangguk. "Ya,"
jawabnya singkat.
"Kamu masih sangat muda, tapi
sudah sehebat ini! Lulusan universitas mana kamu?"
Nindi terdiam sejenak, lalu menjawab,
"Aku masih belum kuliah sekarang."
Orang dari perusahaan lain yang
mengenal Nindi segera menambahkan, "Dia ini Nona Nindi, peraih nilai
tertinggi ujian nasional di Kota Antaram tahun ini. Dia sudah diterima di
Universitas Yasawirya dan kemampuannya memang luar biasa."
"Luar biasa sekali! Nak, masa depanmu
sangatlah cerah."
Sekelompok orang mulai mengerumuni
Nindi dan memberikan pujian tanpa henti.
Di sisi lain, keluarga Lesmana sama
sekali tidak bisa mendekat.
Nando, yang melihat Nindi dikelilingi
banyak orang bagai bintang di langit, hanya bisa menghela napas. "Nindi...
dia benar-benar sudah dewasa."
Sementara itu, ekspresi Leo tampak
begitu rumit. " Kak, kenapa aku nggak pernah sadar Nindi sehebat ini,
ya?"
Padahal, Nindi sudah menunjukkan
bakat yang luar bíasa dalam permainan. Dialah juara pertama di ujian nasional
hingga menampilkan kepiawaian dalam pengembangan sistem kecerdasan buatan.
Sebaliknya, Sania... dia buruk soal
permainan, mudah menyerah, nilai ujian rendah, bahkan pernah mendapat
pembatalan nilai karena ketahuan menyontek.
Mengapa dia tidak pernah menyadari
betapa luar biasanya sosok sang adik sebelumnya?
Leo selalu menganggap Sania yang
paling hebat, tetapi dia sadar, Nindi-lah yang sebenarnya paling luar biasa!
Nando hanya bisa tersenyum getir.
"Jadi, kita ini memang berutang banyak pada Nindi, ya? Habis ini, kita
harus cari cara untuk dapat maafnya."
"Benar. Bagaimanapun juga, kita
satu keluarga. Suatu saat nanti, Nindi pasti memaafkan kita." 4
Nando mengangguk pelan. Dia harus
menebus kesalahan mereka pada Nindi dengan cara apa pun.
Usai acara promosi beres, sejumlah
perusahaan mendatangi Nindi untuk menanyakan peluang kerja sama selanjutnya.
Namun, Nindi tidak andal dalam urusan
begitu. Zovan, yang pergi ke toilet, juga tidak kunjung kembali. Alhasil, dia
hanya bisa menerima kartu nama mereka untuk sementara. Nanti, biar dia serahkan
pada Zovan untuk diurus lebih lanjut soal pembicaraan kerja sama.
Lalu, Nindi menelepon Zovan.
"Halo? Kamu jatuh ke kloset, ya? Barusan, ada banyak yang datang buat
tanya soal kerja sama."
"Aku ... perutku sakit, makanya
agak lama. Aku keluar sebentar lagi."
Setelah menutup telepon, Zovan keluar
dari ruang VIP dan melirik ke arah ketua acara promosi. Dia begitu tenang
ketika menjelaskan, "Soal proyek kecerdasan buatan Perusahaan Patera
Akasia, tolong dukung gadis itu ke selanjutnya."
"Tenang saja, Pak Zovan. Gadis
itu memang sudah begitu memukau sejak awal."
Setelah Zovan selesai mengatur semua,
dia pun menelepon Cakra. "Semuanya beres. Tapi, Nindi memang berbakat.
Dengan kemampuannya saja, dia pasti bisa bersinar mandiri."
"Tapi, aku nggak mau dia haru
kerja sekeras itu."
Saat itu, Cakra sedang berada di jet
pribadinya. Di layar laptopnya, terpampang foto-foto Nindi dari acara hari ini.
Ponselnya berbunyi pelan. Ada satu
pesan masuk dari Nindi, mengabarkan keberhasilannya penuh antusias.
Sudut bibir Cakra melengkung tipis,
mengetikkan balasan yang lembut. "Selamat."
Asisten pribadi yang berdiri di
dekatnya sontak tercengang. Belum pernah sekalipun dia melihat sang Tuan Muda
tersenyum selembut itu. Penuh hormat, asisten itu mengingatkan, "Tuan
Muda, perjalanan bisnis Anda sudah selesai. Tapi, Nyonya Besar dan Ibu Anda
nyaris kesulitan menutupi ini lebih lama lagi."
Tidak ada satu pun yang tahu soal
keberadaan sang Tuan Muda di Kota Antaram.
Selain itu, tidak ada yang tahu,
alasan sebenarnya Cakra tinggal begitu lama di sana, demi seorang gadis.
Jika keluarga Julian mengetahui hal
ini, pasti bisa menimbulkan keributan besar. Terlebih lagi, sang Tuan Muda
sudah punya tunangan resmi!
No comments: