Bab 205
Setelah membalas pesan, Cakra
meletakkan ponselnya. Raut wajahnya pun kembali tenang seperti biasa. "Aku
mau pulang buat makan malam di rumah."
Di sisi lain, Nindi menerima balasan
Cakra. Hanya sebuah kata yang singkat. "Selamat."
Nindi tidak bisa menahan kekaguman di
hatinya. Pria itu memang tidak berubah, tetap saja irit kata.
Setelah acara promosi selesai, Nindi
merapikan barang-barangnya dan bersiap pergi.
Tidak lama kemudian, Nando dan Leo
datang menghampirinya. Wajah keduanya penuh kehati -hatian dan sedikit rasa
bersalah.
Dengan nada hati-hati, Nando berkata,
"Nindi, kamu baru datang ke Yunaria dan nggak kenal tempat ini. Kamu belum
masuk kuliah, pasti repot kalau tinggal sendiri. Bagaimana kalau tinggal
bersama kami saja?"
Leo buru-buru mengangguk setuju.
"Ya, benar. Keluarga Lesmana punya rumah di Yunaria. Kamar terbesarnya
akan dikasih buat kamu, bahkan Sania nggak akan kebagian."
Tanpa kehadiran Sania di Yunaria,
mereka pikir bisa memperlakukan Nindi dengan lebih baik, seperti mencoba
menebus kesalahan di masa lalu.
Namun, Nindi hanya tersenyum tipis.
"Nggak perlu. Aku sudah beli rumah sendiri di Yunaria."
"Kamar sebesar itu kasih ke
Sania saja. Toh, ayahnya punya jasa besar buat keluarga Lesmana. Kak Leo, kamu
nggak boleh pelit begini. Kalau sampai kabar ini tersebar, apa kata orang-orang
tentang keluarga Lesmana?" 2
Wajah Nindi dipenuhi raut ejekan.
Dia sengaja berkata demikian untuk
menyindir.
Ucapannya membuat Leo agak kesal.
"Harga rumah di Yunaria mahal sekali. Mana mungkin kamu mampu beli?
Jangan-jangan uangnya dari dokter sekolah itu, ya?"
"Jaga mulutmu! Semua uang ini
aku dapatkan dari kerja kerasku sendiri. Sebagai penyiar besar di platform
Drego, uang tanda tanganku saja sudah mencapai miliaran rupiah. Jadi, apa
salahnya kalau aku beli rumah?"
Ucapan Nindi langsung membuat Leo
terdiam.
Dia lupa, sekarang, Nindi adalah
seorang penyiar terkenal di Drego. Panduan permainan yang dia tulis pun
digunakan oleh banyak Tim E-sports profesional.
Nando bergegas meluruskan keadaan.
"Nindi, Kak Leo cuma khawatir sama kamu, nggak ada maksud lain."
"Sudah cukup! Aku nggak butuh
perhatian penuh tuduhan seperti itu. Sejak meninggalkan keluarga Lesmana,
hidupku jauh lebih baik!"
Tanpa menunggu tanggapan, Nindi
mengambil tasnya dan pergi. Dia benar-benar tidak ingin berurusan lagi dengan
keluarga Lesmana.
Dulu, dia pernah mati-matian berusaha
mendekati para kakaknya, mencoba mengambil hati mereka. Akan tetapi, tidak satu
pun dari mereka sungguh peduli padanya.
Sekarang, ketika hidupnya mulai
membaik dan dia memutus hubungan dengan tegas, mereka terus -menerus
mengikutinya.
Takdir benar-benar berputar rupanya,
ya. Lantas, mengapa di kehidupan sebelumnya dia bisa sedungu itu?
Nando hanya mampu menghela napas
panjang sambil menatap punggung Nindi yang makin menjauh. "Aku hampir
lupa, Nindi itu penyiar besar di Drego. Jumlah pengikutnya melonjak drastis
selama liburan musim panas. Statistik siarannya sangat bagus. Kudengar, dia mau
gabung tim nasional buat bertanding!"
Leo terlihat lesu. "Ini memang
salahku karena nggak memperlakukannya dengan baik sejak awal. Nindi pasti
sangat sedih hingga mau bergabung dengan Siaran Langsung Drego."
Dia benar-benar menyesal sekarang.
Usai gagal di final, tanpa Nindi,
timnya pasti hanya akan tinggal nama.
Tanpa kehadiran Nindi, tim itu tidak
akan mampu terus beroperasi.
Hal-hal yang dulu dia anggap harga
dirinya, kini terlihat sangat konyol.
Dengan nada penuh kekalahan, Leo pun
berkata, " Kak Nando, sekarang, aku mengerti tentang ucapanmu waktu itu.
Bukan Nindi yang nggak bisa hidup tanpa kita, tapi kita yang nggak bisa hidup
tanpa dia."
Nando menggeleng pelan. Dia juga
menyesal sekarang.
Setelah keluar dari acara promosi,
Nindi bertemu Zovan di luar.
Dia memperhatikan Zovan yang memakai
topi dan masker.
"Zovan, kamu begini karena takut
tertangkap penguntit, ya?"
"Bukan. Uhuk, uhuk. Aku agak
demam, takutnya kamu malah tertular."
Tentu saja Zovan tidak berani
mengatakan yang sebenarnya. Dia memang khawatir ada yang mengenalinya.
Nindi meliriknya sekilas. "Kamu
bilang lagi diare, perlu ke rumah sakit?"
"Nggak usah, aku cukup minum
obat saja. Kamu mau langsung pulang ke rumah yang baru dibeli, ' kan?"
"Ya," jawab Nindi.
"Kalau begitu, aku mau mengurus
urusan kantor. Kamu pulang duluan. Kalau ada apa-apa, hubungi aku."
Nindi mengangguk, tetapi tiba-tiba
dia bertanya, " Oh, ya. Kapan Cakra akan datang ke Yunaria?"
No comments: