Bab 206
"Nggak bisa ditebak, Lemon.
Karena kita sering bersama dan hubungan kita juga cukup baik, biarkan aku
bicara jujur padamu."
Nindi menekan bibirnya, sudah bisa
menebak apa yang akan dikatakan Zovan.
"Lemon, kamu masih muda. Nanti,
setelah masuk kuliah, kamu bebas jatuh cinta. Kamu juga bakal bertemu seseorang
yang benar-benar kamu sukai. Saat itu, kamu baru menyadari kalau perasaanmu
sekarang ini agak kekanak-kanakan."
Nindi kebingungan antara ingin
tertawa atau kesal. " Aku mengerti. Oke, sampai jumpa."
Dengan perasaan agak canggung, dia
masuk ke taksi. Namun, dalam kepalanya, bayangan Cakra terus berputar tanpa
henti.
Kini, Zovan juga bisa melihat, Nindi
menyukai Cakra.
Benar-benar memalukan.
Tampaknya, dia harus mengalihkan
perhatian dan memulai hidup baru.
Nindi tiba di rumah yang baru saja
dia beli. Rumah itu sudah dilengkapi furnitur dan peralatan elektronik,
sehingga dia hanya perlu membawa barang-barang pribadi untuk langsung tinggal.
Lingkungan di sana juga sangat
nyaman, belum lagi sistem keamanan yang terjamin.
Seperti biasa, Nindi memulai siaran
langsungnya sambil melangsungkan permainan. Setelah menyelesaikan sesi PK di
permainan, Nindi menyapa, "Halo, semuanya! Seperti yang kalian tahu, aku
segera mulai kuliah dan mungkin akan sangat sibuk. Jadi, siaran langsung kelak
hanya dijadwalkan setiap akhir pekan, sedangkan hari biasa akan lebih
jarang."
Dia punya banyak hal yang harus
dilakukan. Dulu, dia sengaja melakukan siaran langsung demi menghasilkan uang.
Sekarang, dia tidak lagi kekurangan
uang. Jadi, fokus utamanya tentulah belajar.
Belum lagi proyek Zovan bidang
pengembangan kecerdasan buatan yang butuh keterlibatan penuh.
Waktu yang bisa Nindi luangkan untuk
siaran langsung memang makin sedikit.
Namun, sebelum mengakhiri siaran, dia
melihat bahwa avatar Cakra di daftar kontaknya berwarna abu-abu.
Hatinya agak hampa. Tanpa kehadiran
Cakra di sisinya, dia benar-benar tidak terbiasa.
Memang benar, kebiasaan adalah
sesuatu yang cukup menakutkan.
Keesokan harinya, Nindi menerima
telepon dari Zovan. "Proyek kecerdasan buatan di perusahaan kami sudah
membentuk anak perusahaan. Nanti, aku kirim alamatnya ke kamu. Besok, kamu bisa
datang untuk mengenal lingkungan kerja. Kalau proyek ini berhasil diluncurkan,
kita semua bisa menikmati bagi hasilnya!"
"Oke."
Nindi segera bersiap, mencuci muka,
lalu berganti pakaian dan membawa dokumen proyek sebelum menuju alamat yang
diberikan Zovan.
Gedung perkantoran itu terlihat
begitu megah.
Setelah masuk ke perusahaan, seorang
manajer menyambutnya penuh antusias dan memperkenalkannya kepada tim anak
perusahaan." Ini Nindi, pengembang proyek kecerdasan buatan kita. Meski
usianya masih muda, dia begitu berbakat. Mulai sekarang, semua akan bekerja
bersama dia."
Sebenarnya, dia merasa agak gugup.
Setelah perkenalan selesai, manajer
itu berkata, Nindi, setelah jam kerja nanti, jangan pulang dulu, ya. Perusahaan
kita ada acara makan malam. Sebagai pengembang proyek, kehadiranmu
diperlukan."
"Baik, aku mengerti."
Nindi benar-benar menghargai setiap
kesempatan yang dia miliki saat ini.
Sepulang bekerja, Nindi pergi bersama
para rekan kerjanya ke restoran untuk makan malam.
Sebelum masuk, manajer perusahaan pun
bicara untuk mengingatkan Nindi. "Hari ini, Perusahaan Patera Akasia akan
bertemu pihak divisi investasi dari Grup Julian. Kalau nanti mereka bertanya
hal-hal teknis, Nona Nindi tolong bantu jawab, ya."
Nindi pun mengangguk. Baginya, itu
bukan masalah besar.
Dia mengikuti rekan-rekannya masuk ke
restoran.
Namun, saat ada di depan lift, dia
tidak sengaja melihat kakak sulungnya, Darren, bersama Sania.
1
Kadang-kadang, dunia ini memang
terasa sangat kecil.
Nindi pura-pura tidak melihat mereka,
tetapi Sania justru menyapanya lebih dulu. "Nindi, kudengar kamu sekarang
bekerja di perusahaan Patera Akasia dan bersaing sama perusahaan Kak Nando di
Pasar Kecerdasan Buatan, ya? Awalnya, aku nggak percaya. Tapi, kamu benar-benar
mengkhianati keluarga Lesmana!"
Darren mendengus dingin. "Sania,
kamu nggak perlu bicara sama orang yang nggak ada hubungannya sama keluarga
kita. Perusahaan Patera Akasia yang kecil itu sama sekali nggak layak
diperhitungkan."
Nindi memberi tatapan dingin ke arah
mereka dan menjawab, "Bukankah dulu perusahaan Lesmana juga dari tempat
kecil?"
Wajah Darren seketika berubah suram.
Sanía tersenyum penuh kemenangan dan
berkata, " Nindi, aku akan jujur padamu. Hari ini, Kakak sudah buat janji
dengan pewaris Grup Julian buat bahas kerja sama."
Nindi menekan sudut bibirnya dan
balas berkata, " Pada akhirnya, siapa yang tahu Grup Julian akan memilih
berinvestasi di mana?"
Nindi tahu, dirinya harus
memperjuangkan kesempatan ini, meskipun harus berhadapan langsung dengan
pewaris Grup Julian!
No comments: