Bab 645
Saat Nindi mendengar suara tangisan
perempuan licik itu, dia sudah menduga jika pertunjukan bagus akan segera
dimulai.
Di ruang tamu, Sania berlutut di
lantai sambil menangis tersedu-sedu. Wajahnya bengkak karena ditampar, jadi efek
menyedihkan yang dia coba tampilkan justru berbalik menjadi bahan tertawaan.
Wajah Darren pun tampak muram karena
marah." Sania, karena kamu resmi memutuskan hubungan adopsi dengan
keluarga Lesmana, mulai sekarang kamu bukan bagian dari keluarga kami lagi!"
Hari ini, Sania telah mempermalukan
keluarga Lesmana. Jika orang lain tahu bahwa Sania adaļah bagian dari keluarga
Lesmana, itu hanya akan mempermalukan keluarga Lesmana dan menghambat
kemajuannya.
Mendengar kata-kata itu, Sania
menatap Darren dengan tidak percaya.
Dia benar-benar tidak menyangka bahwa
Darren akan mengusirnya dari keluarga Lesmana,
Sania sangat membenci Darren, tetapi
dia tetap menangis histeris, "Kak Darren, aku juga nggak menyangka Yanuar
akan memaksaku. Dia mengancamku dengan nama keluarga Lesmana, dan aku takut
mempermalukan keluarga ini jika masalah ini dibesar-besarkan, jadi aku terpaksa
menuruti Yanuar."
"Sania, apa kamu pikir semua
orang bodoh, dan hanya kamu yang pintar?"
Darren menatap Sania dengan dingin.
Hari ini, dia diusir dari pesta keluarga Ciptadi dan semua rencana yang telah
dia susun selama bertahun-tahun hancur berantakan.
Dia sangat marah hingga ingin
membunuh Sania.
Sania berbalik dan menggenggam erat
kursi roda Witan. "Kak Witan, aku nggak pernah berniat mengkhianatimu! Aku
ini cuma anak angkat, aku selalu hati-hati, takut melakukan kesalahan dan
membuat kalian membenciku..."
Sebelum Sania bisa menyelesaikan
kata-katanya, Witan mendorongnya menjauh.
Witan sangat marah hingga matanya
memerah." Tapi Yanuar bilang kamu pacarnya!"
Witan juga tidak bodoh, dia merasa
Sania telah menipunya dan mengkhianatinya.
Setelah didorong, Sania masih tetap
berpura-pura menyedihkan. "Sebenarnya aku sudah lama ingin putus dengan
Yanuar, tapi dia nggak pernah setuju. Dia bahkan mengancamku dengan keluarga
Lesmana, jadi aku tidak berani menolaknya dengan tegas."
"Terus kenapa kamu nggak
memberitahuku kalau kamu diancam? Aku bisa menyelesaikannya untukmu!"
Witan masih sangat marah, terutama
saat mengingat Sania duduk di pangkuan Yanuar. Dia sangat marah hingga hatinya
terasa sakit.
Sania menjawab sambil menangis,
"Aku nggak mau merepotkan keluarga Lesmana, aku ingin menyelesaikan
masalah ini sendiri."
Saat berbicara dengan Witan, Sania
merasa sangat kesal. Witan, si pecundang ini, selalu bilang akan membantunya
menyelesaikan masalah, tetapi pada akhirnya dia tetap meminta bantuan Darren,
'kan?
Sania meremehkan Witan, tetapi dia
tetap berbicara sambil menangis, "Kak Witan, aku nggak ingin kamu tahu
tentang ini, aku takut kamu akan benci padaku dan meninggalkanku."
Mendengar itu, ekspresi Witan sedikit
melunak." Sania, kenapa kamu berpikir begitu? Aku nggak akan
membencimu."
Sekarang Sania bukan lagi putri kecil
yang mulia dan polos, melainkan wanita yang sudah ditiduri oleh pria lain. Hal
itu membuat Witan justru merasa jauh lebih baik, dan tidak perlu lagi merasa
rendah diri karena merasa tidak pantas untuk Sania.
Saat melihat ekspresi Witan yang
melunak, Sania segera meraih tangan pria itu. "Kak Witan, kamu tahu perasaanku
padamu."
"Aku selalu tahu. Itulah kenapa
aku kembali kali ini dan sudah mengatur semuanya dengan baik. Tenang saja,
meskipun kamu bukan lagi bagian dari keluarga Lesmana, aku tetap bisa
menjagamu."
Sania diam-diam menghela napas lega,
lalu berkata, "Kak Witan, aku memang salah di pesta tadi. Tapi orang yang
sengaja menyebarkan video itu, dialah yang paling jahat!"
Dalam hatinya, Sania sudah menebak
bahwa Nindi yang melakukannya. Dia sangat ingin membunuh wanita jalang itu.
Mendengar kata-katanya, Witan
mengangguk setuju. "Benar, pasti ada yang sengaja menjebak keluarga
Lesmana. Ini semua untuk menghancurkan rencana Kak Darren!"
Sania buru-buru mengangguk dan
menatap Darren dengan penuh semangat. "Kak Darren, setelah kupikirkan
baik-baik, aku merasa Kak Nindi yang paling mencurigakan. Dia 'kan peretas
handal, jadi mudah baginya untuk melakukan ini!"
"Kak Darren, aku juga berpikir
begitu. Nindi pasti sengaja membalas dendam pada keluarga Lesmana karena kamu
nggak mengajaknya ke pesta. Makanya dia membuat kita menjadi bahan tertawaan
dan diusir dari pesta itu. Penghinaan seperti ini nggak boleh dibiarkan begitu
saja!"
No comments: