Bab 647
Nindi tidak menyangka hal ini sama
sekali.
Dengan tim humas TG di sisinya dan
bantuan Cakra di belakang layar, dia belum menemukan sesuatu yang berarti.
Mungkinkah Darren sudah mengetahui
bahwa ayah Sania masih hidup?
Melihat ekspresi Nindi berubah,
Darren tahu bahwa hanya kecelakaan mobil orang tua mereka yang bisa membuat
adik perempuannya yang berhati dingin ini tergerak.
Nindi tidak bisa menahan diri untuk
bertanya, "Apa yang sebenarnya kamu temukan?"
Darren tersenyum sinis. "Apa
menurutmu aku akan memberitahumu sekarang? Awalnya, aku pikir kita semua adalah
keluarga ketika kamu kembali ke keluarga Lesmana, tapi aku nggak menyangka kamu
akan menusukku dari belakang."
Tangan Nindi perlahan mengepal,
Darren sekarang tengah mengancamnya.
Sementara itu, wajah Sania berubah
agak pucat. Sayangnya, karena wajahnya sudah membengkak, ekspresi itu tidak
terlalu terlihat.
Sania merasa sedikit panik. Apa
Darren benar-benar menemukan petunjuk?
Mungkinkah PZ. Grup meninggalkan
jejak yang ditemukan Darren atau keluarga Lesmana sudah menemukan keberadaan
ayahnya?
Sania sangat panik, tetapi tidak
berani bertanya
Witan terkejut ketika mendengar
kata-kata Darren. "Kak Darren, kenapa kamu menyelidiki kecelakaan mobil
tahun itu? Apa ada hal lain yang nggak aku ketahui?"
Darren menatap Witan sekilas.
"Mungkin ada sesuatu yang kita lewatkan. Setelah diselidiki lebih dalam,
ada seseorang di dalam mobil yang menyebabkan kecelakaan itu. Tapi selama ini,
identitasnya sengaja disembunyikan."
"Lalu kenapa kalau ada orang
lain di dalam mobil itu?"
"Aku curiga orang itu adalah
pengemudi yang sebenarnya, pengemudi yang ditangkap dan dipenjara cuman kambing
hitam."
Setelah Darren selesai berbicara,
ekspresi Witan juga berubah. "Kak Darren, kita harus menangkap pelaku
sebenarnya. Kita nggak boleh melepaskan orang itu.
Darren mendengus dingin. "Saat
penyelidikan hampir berjalan lancar dan kita hampir menemukan orang itu, Nindi
malah menghancurkan semua rencana kita,"
"Itu nggak bisa dibiarkan, kita
harus menemukan pelakunya!"
Witan menjadi sangat emosional. Dia
menatap Nindi dengan penuh kebencian. "Ini semua salahmu! Kamulah yang
dulu menyebabkan kematian Ayah dan Ibu, kamu juga yang membuat keluarga kita
hampir bangkrut! Karena kamu, aku dijebak musuh keluarga samapai kakiku harus
diamputasi! Kamu masih punya hati nurani nggak?"
Setelah mendengarkan semua tuduhan
ini, Nindi mengangkat pandangannya dan menatap mereka. " Hati nuraniku?
Kalian nggak pantas mendapatkannya."
Witan pun mengumpat, "Nindi, apa
kamu masih punya hati nurani? Kalau orang tua kita... "
Nindi menampar Witan, hingga
membuatnya pusing.
Dia menatap kakaknya dengan dingin.
"Kamu ini cuma orang yang nggak berguna yang cuma tahu cara memeras orang
lain secara moral. Lihatlah apa yang bisa kamu lakukan."
Dari enam bersaudara di keluarga
Lesmana, Witan adalah anak yang paling biasa-biasa saja.
Setelah kehilangan kakinya, dia
semakin tertutup dan rendah diri, lalu mengikuti Sean ke lembaga penelitian dan
tidak pernah kembali.
Witan berteriak marah, "Kalau
bukan karena kamu yang buat kakiku diamputasi, apa aku akan menjadi seperti
ini?"
"Bukan salahku kalau kamu
seperti ini sekarang."
Nindi menatap Witan, "Bukankah
sejak awal Kak Darren sudah mengakui kalau dia nggak ingin bertanggung jawab
dan menyalahkan semuanya padaku?"
"Tapi kalau bukan karena kamu
menyebabkan kecelakaan itu, semuanya nggak akan terjadi! Aku nggak akan dijebak
musuh dan kehilangan kakiku!"
Witan menatap Nindi dengan marah,
tetapi tidak berani bertindak lagi. Tangannya yang dipukul oleh Nindi tadi
masih biru.
Gadis sialan ini, semakin sulit untuk
dihadapi.
Witan melanjutkan, "Tapi kali
ini, kamu sudah menghancurkan rencana Kak Darren dan mengganggu penyelidikan!
Itu tetap salahmu, kan?"
No comments: