Bangkit dari Luka ~ Bab 663

 

Bab 663

 

Nindi bisa mendengar napas Cakra di dekat telinganya, yang cepat dan dalam.

 

Jantungnya berdegup kencang tak terkendali. Jemarinya pun mencengkeram erat seprai di bawahnya.

 

Cakra menoleh ke arahnya sambil terkekeh, "

 

Kenapa kamu menghindar?"

 

Suara Nindi sedikit bergetar, "Kenapa aku nggak menghindar? Yang kamu lakukan ini namanya kurang ajar!"

 

Cakra sedikit bangkit, tatapannya menyapu wajah Nindi, "Yang kita lakukan nggak bisa disebut kurang ajar. Ini namanya mempererat hubungan dengan sedikit bumbu kemesraan."

 

Bukankah Nindi adalah pacarnya? Mengapa tidak boleh menicum?

 

Nindi menengadah, lalu menatapnya tajam, "Cakra, seingatku, aku sudah bilang kalau kita putus. Kita nggak punya hubungan yang seperti itu."

 

"Hubungan yang seperti apa memangnya?"

 

Tangannya terangkat, membingkai wajah Nindi, " Aku kasih tahu sekali lagi. Aku nggak mau putus."

 

"Pak Cakra, apa kamu nggak tahu kalau hubungan pacaran itu harus disetujui kedua belah pihak? Aku bilang kita putus, tapi kamu terus nggak mau terima. Ini namanya ngotot dan nggak tahu malu, tahu nggak?"

 

Nindi semakin emosi saat bicara, "Aku bukan seseorang yang bisa kamu perlakukan semaumu! Sebenarnya aku ini kamu anggap apa, sih?"

 

Suaranya bergetar, matanya pun mulai memerah.

 

Sebenarnya, dia juga ingin tahu. Setelah dia mengetahui siapa Cakra sebenarnya dan meminta putus, bagaimana sebenarnya pria itu memandang hubungan mereka?

 

Cakra melihat matanya yang memerah dan penuh air mata. Untuk sesaat, dia tak tahu harus berbuat apa.

 

Dia tidak berniat membuatnya menangis, juga tidak tega melihatnya bersedih.

 

Dengan hati-hati, dia menyeka air mata di sudut mata Nindi, "Kamu ... kamu jangan nangis, ya? Aku salah. Aku janji bakal menghormati keinginanmu setelah ini."

 

Sebelum mencium, dia pasti akan meminta izinnya dulu.

 

Nindi sebenarnya tidak berniat menangis. Dia merasa menangis seperti ini hanya membuatnya terlihat lemah.

 

Namun, begitu Cakra menangkup wajahnya, air matanya justru mengalir semakin deras, seolah tidak bisa dihentikan.

 

Melihat air mata yang mengalir di wajah Nindi, membuat hati Cakra terasa diterjang badai.

 

Dia menunduk, lalu berkata lirih, "Jangan menangis, aku yang sakah."

 

Nindi mengusap hidungnya, tapi tetap diam, tidak mengatakan apa-apa.

 

"Aku memang salah. Nggak seharusnya aku bohongi kamu selama ini. Kalau kamu memang mau putus, aku akan setuju."

 

Apa lagi yang bisa Cakra lakukan? Sekarang Nindi menangis begitu hebat, rasanya benar-benar tak berdaya.

 

Namun, begitu mendengar Cakra berkata setuju untuk putus, Nindi malah menangis lebih deras.

 

Mengapa ini justru terasa lebih menyakitkan?

 

Nindi mendorongnya dengan agak kesal, "Kalau begitu, jangan dekat-dekat denganku!"

 

Mantan pacar seharusnya tak boleh berdiri sedekat ini!

 

Cakra menatapnya dalam, lalu tersenyum kecil, " Nindi, jangan menangis lagi. Mulai sekarang, aku akan mengejarmu lagi dari awal, oke? Kali ini, aku yang bakal berusaha mendapatkanmu."

 

Cakra membujuknya dengan lirih, napasnya terasa hangat dan sedikit menggelitik telinga Nindi.

 

Nindi refleks memiringkan leher untuk menghindari bibirnya. Perlahan, tangisnya pun mulai mereda.

 

Cakra kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Nindi, lalu berkata lembut "Sudah nangisnya?"

 

Barulah sekarang Nindi menyadari betapa memalukannya dirinya barusan.

 

Dia buru-buru menyeka air matanya, merasa sedikit canggung. Dia kemudian mendorong Cakra sekali dengan kuat, "Kamu menekanku."

 

Cakra menyipitkan matanya sesaat, lalu bertumpu pada tangannya untuk bangkit, "Jadi, sekarang sudah nggak marah lagi?"

 

Nindi menatapnya tajam, "Kenapa dulu kamu menutupi identitasmu? Kamu takut aku cuma tertarik dengan uangmu?"

 

Nindi ingin tahu alasannya.

 

Cakra bertemu pandang dengannya, lalu duduk di tepi ranjang, "Bukan karena itu, tapi ada alasan lain. "

 

"Alasan apa?"

 

Cakra meletakkan kedua tangannya di pahanya, lalu menunduk, "Aku belum bisa kasih tahu buat saat ini.

 

Nindi menatap wajahnya dari samping, "Selama di Kota Alana, kamu menyembunyikan identitasmu dari semua orang atau cuma aku?"

 

"Semua orang, kecuali Zovan."

 

Sejak awal, Cakra memang sengaja

 

menyembunyikan identitasnya saat pergi ke Kota Alana. Dia hanya ingin melihat seperti apa kehidupan Nindi di sana.

 

Hati Nindi terasa lebih lega ketika mengetahui jawabannya.

 

Cakra pun menolah, "Kenapa tanya begitu?"

 

Nindi mengalihkan pandangannya ke langit-langit, "Kalau kamu cuma nutupin identitasmu dariku, aku bakal curiga kamu punya maksud tertentu."

 

Namun, jika dia memang menyembunyikannya dari semua orang, itu berarti perjalanan Cakra ke Kota Alana memang dirahasiakan.

 

Ini menjadi masuk akal.

 

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 663 Bangkit dari Luka ~ Bab 663 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on May 09, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.