Bab 677
Nindi menatap kakak sulungnya. "
Mengandalkanmu ? Sudah bertahun-tahun
berlalu, tapi nggak ada kemajuan sama sekali. Ayah dan Ibu pasti sangat marah
padamu."
"Itu karena perkembangan
keluarga Lesmana terlalu lambat! Apa menurutmu mudah untuk menyelidiki
kebenaran dan berurusan dengan orang -orang kaya ini?"
Darren mengertakkan giginya.
"Kalau kamu nggak melakukan apa yang aku katakan hari ini, maka seumur
hidupmu jangan harap bisa tahu siapa yang duduk di belakang kendaraan yang
menyebabkan kecelakaan itu."
"Tapi orang-orang keluarga
Morris sama sekali nggak pergi ke Antaram hari itu. Jadi kamu berbohong, kamu
nggak tahu apa pun."
Ekspresi Darren berubah.
"Bagaimana kamu tahu?"
Ternyata gadis sialan ini benar-benar
menyelidikinya.
Nindi sedikit mendongak. "Itu
bukan urusanmu."
Saat itu, Sania berjalan mendekat dan
berkata dengan nada menyindir, "Kak Darren, kamu sedang membicarakan apa
dengan Kak Nindi? Pameran sampel akan segera dimulai dan aku melihat banyak
wartawan sudah datang. Bukankah kita harus pergi bersiap-siap?"
Darren langsung menghentikan
pembicaraan dan menatap Nindi. "Kita lihat saja nanti! Mari kita lihat
siapa yang lebih dulu menemukan kebenaran!"
"Oke, kita lihat saja
nanti."
Nindi menatap punggung Darren dan
Sania yang berjalan pergi. Dia bahkan sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba.
Saat itu, ketua tim mendekatinya dan
berkata dengan kesal, "Ck! Apa-apaan orang itu! Dia bahkan nggak pantas
menjadi kakakmu!"
"Bahkan saudara kandung pun
harus menghitung untung dan rugi," cibir Nindi.
Hari itu tidak akan lama lagi.
Tak berselang lama, acara peluncuran
sampel pun dimulai. Ada enam perusahaan yang memamerkan produk penelitian
mereka.
Nindi melihat urutan presentasi dan
mendapati bahwa Perusahaan Patera Akasia ada di paling akhir.
Dia mengernyit. "Apakah urutan
ini ditentukan oleh pihak yang berwenang?"
Ketua tim mengangguk. "Benar,
tapi ini nggak menguntungkan bagi kita. Grup Lesmana berada tepat di depan kita
dan itu bisa dengan mudah menimbulkan kesalahpahaman."
"Aku tahu."
Nindi bisa menebak niat Darren dalam
membuat pengaturan seperti itu.
Tak lama kemudian tiba giliran Grup
Lesmana untuk memamerkan sampelnya.
Pada saat ini, Witan muncul berdiri
dan mengambil inisiatif untuk mendemonstrasikan produk mereka di depan semua
orang.
Sania berdiri di sampingnya dan
berkata, "Aku sangat senang melihatnya bisa berdiri seperti ini. Selama
bertahun-tahun, aku dan Kak Darren terus meneliti produk ini agar anggota
keluarga kami bisa berdiri dan berjalan seperti orang normal."
Witan berinisiatif memeluk Sania.
"Terima kasih, aku sangat suka hadiah ini."
Sania menunjukkan ekspresi lembut
yang terlihat polos, seolah-olah mereka sedang menampilkan kisah cinta yang
menyentuh hati. Tidak sedikit orang di tempat itu yang tergerak oleh
pemandangan ini.
Nindi menonton dari samping dan
menyadari bahwa produk yang bagus memang membutuhkan cerita yang bagus.
Kisah antara Sania dan Witan
menggambarkan hal ini dengan sangat baik.
Kali ini giliran Perusahaan Patera
Akasia.
Darren mendekati Martha dan berkata
dengan nada puas, "Lihat saja, sebentar lagi Perusahaan Patera Akasia akan
dipermalukan. Saat itu terjadi, perusahaan keponakanmu pasti akan menghadapi
kegagalan total."
"Persaingan bisnis memang kejam.
Aku akan menjelaskan situasi keluarga Gunawan kepada adikku dengan jelas, dan
itu nggak akan memengaruhi hubungan persaudaraan kita."
Martha menatap sampel di samping
Nindi, lalu langsung berkata dengan suara lantang, "Kenapa sampel ini
terlihat persis sama dengan produk Grup Lesmana?"
Orang-orang di sekitar mulai
berdiskusi. "Benar! Memang terlihat persis sama!"
"Bahkan fungsi yang mereka
perkenalkan juga hampir sama. Jangan-jangan ini hasil plagiat?"
Mendengar perbincangan tersebut,
Nindi tetap tenang dan melanjutkan penjelasan tentang fitur-fitur produk
mereka.
Namun saat itu, Witan tiba-tiba
berlutut dengan satu kaki dan melamar Sania, sambil membawa buket bunga dan
sebuah cincin.
Seketika semua orang menoleh dan
mulai bersorak.
Para wartawan yang tadinya fokus pada
produk Nindi juga beralih ke momen lamaran tersebut, sehingga tidak ada seorang
pun yang memperhatikan Nindi.
No comments: