Bab 678
Sania berpura-pura terkejut saat
menatap Witan. Matanya memerah, seolah-olah sangat tersentuh.
Sania menoleh dan sengaja menatap
Nindi dengan ekspresi puas di wajahnya. Semua yang terjadi hari ini memang
sudah direncanakan secara khusus.
Nindi langsung merasa kesal dan
menghentikan presentasinya setelah melihat ekspresi puas wanita licik itu.
Ketua tim berjalan mendekat dan
berkata dengan marah, "Si wanita licik itu sangat menyebalkan, aku paling
benci tipe wanita seperti itu sekarang."
Nindi meliriknya dan berkata,
"Jangan terpancing. Produk kita yang terbaik. Mereka cuma bisa menggunakan
trik kotor seperti ini untuk bersaing, tapi konsumen juga nggak bodoh. Mereka
pasti bisa membedakan mana yang lebih baik."
"Tapi cara mereka benar-benar
menjijikkan. Nanti kita perlu berdiskusi dengan tim pemasaran, agar bisa
menyusun strategi promosi yang lebih baik."
"Grup Lesmana pasti akan menuduh
kita plagiat. Kita harus berhati-hati."
Nindi segera menelepon Zovan untuk
memberitahukan situasi ini. Dia harus bersiap lebih awal untuk menghadapi
serangan lawan.
Namun, Zovan tidak mengangkat
teleponnya.
"Kamu mau telepon Zovan,
ya?"
Darren tiba-tiba berjalan mendekat.
"Sayangnya, kamu nggak akan bisa menghubunginya dalam beberapa hari ke
depan. Saat dia kembali, semuanya sudah terlambat. Konsumen hanya akan tahu
kalau kalian adalah plagiator, sementara produk Grup Lesmana akan dikenal semua
orang dengan kisah cinta yang indah."
Nindi meletakkan ponselnya dan
menatapnya dengan sinis. "Aku sudah menduga kalian akan bermain licik
dalam persaingan bisnis!"
Tak heran Sania bisa menjadi
eksekutif di perusahaan. Ternyata, dia hanya dimanfaatkan untuk menciptakan
kisah cinta palsu dengan Witan demi mendongkrak penjualan produk.
Darren tertawa kecil. "Kamu
pikir ini cuma permainan, ya? Persaingan bisnis memang kejam."
Nindi tersenyum dingin.
"Permainan ini belum berakhir, bagaimana kamu tahu kamu akan menang? 11
"Dasar keras kepala. Kamu akan
sadar kalau semuanya sudah terlambat."
Darren kemudian menoleh ke arah
panitia acara dan berkata, "Aku melaporkan bahwa Perusahaan Patera Akasia
telah melakukan plagiasi dan melanggar hak paten kami."
"Nggak mungkin! Semua teknologi
kami sudah dipatenkan. Nggak mungkin ada pelanggaran!"
Nindi sangat yakin akan hal ini.
Namun, Darren mengeluarkan dokumen
sertifikat paten dan berkata dengan santai, "Ini buktinya."
Nindi hendak mengambil dokumen itu,
tetapi Darren dengan cepat menariknya kembali.
Dia lalu menyerahkan dokumen itu
kepada panitia dan berkata, "Sebelum masalah ini diumumkan ke publik, aku
harap kalian membatalkan kualifikasi Perusahaan Patera Akasia dalam lelang ini.
Kalau sampai tersebar rumor buruk, reputasi dewan kota juga akan
tercemar."
"Pak Darren, kami pasti akan
menangani masalah ini."
Setelah itu, panitia langsung
berpaling ke Nindi. " Silakan tarik kembali produk sampel kalian untuk
sementara waktu. Kita akan membahas ini setelah acara selesai."
"Ini nggak adil! Cuma dengan
selembar sertifikat permohonan paten, kalian langsung percaya begitu saja kalau
kami melakukan plagiat?"
"Bukankah sudah kubilang kita
akan menyelidikinya dengan cermat setelah acara selesai? Tapi untuk
berjaga-jaga, kita harus menarik sampel kalian untuk sementara."
Panitia mulai kehilangan kesabaran.
"Cepat singkirkan produknya, dan jangan berdiri terlalu dekat saat
wartawan mengambil foto."
Nindi menatap tajam ke arah Darren.
"Kamu yang merencanakan semua ini, 'kan?"
Jika hanya Darren, dia mungkin tidak
akan bisa merancang strategi licik seperti ini. Namun, jika Martha ikut campur,
maka ceritanya akan berbeda.
Darren tersenyum tipis. "Dalam
bisnis, yang menang berkuasa, yang kalah nggak berarti apa-apa. Kamu sudah
kalah. Kembalilah ke keluarga Lesmana, aku bisa mengenalkanmu dengan pria dari
kelas atas. Tinggalkan saja dokter miskin itu."
Nindi menatap punggung Darren dengan
sangat marah.
Di saat genting seperti ini, Zovan
justru tidak bisa dihubungi.
Akhirnya, dia mengeluarkan ponselnya
lagi. Saat ini, hanya ada satu orang yang bisa membantunya.
Sejak keluar dari rumah sakit, dia
tidak pernah menghubungi Cakra lagi.
Bagaimanapun juga, dia juga memiliki
saham di perusahaan ini, dan dia tidak bisa membiarkan upaya semua orang selama
ini sia-sia.
Nindi menarik napas dalam-dalam, lalu
menekan nomor itu.
Jantungnya tiba-tiba berdegup lebih
cepat, saat mendengar suara berat dari seberang telepon.
No comments: