Bab 679
Nindi menggenggam ponselnya erat
erat. Seolah-olah semua suara bising di sekitarnya menghilang begitu saja.
"Ada apa?"
Suaranya tetap berat dan berkarisma
seperti sebelumnya.
Nindi berpikir sejenak, lalu berkata,
"Apa kamu senggang sekarang? Aku butuh bantuanmu untuk 11
"Ya."
Cakra tidak menunggu Nindi
menyelesaikan kalimatnya. Dia langsung menghentikan rapat, bangkit dari
kursinya, dan berjalan keluar ruangan.
Nada suaranya terdengar sedikit
tegang. "Kamu di mana? Aku akan segera datang."
"Hari ini ada acara pameran
sampel di pusat pameran sebelumnya. Ada masalah sekarang, tapi aku nggak bisa
menghubungi Zovan. Jadi aku hanya bisa meneleponmu."
"Hmm, jangan terlalu khawatir.
Tunggu aku datang.
Cakra menatap asistennya yang mengejarnya
keluar, lalu menutup telepon. "Aku ada urusan mendesak, harus pergi
sekarang."
"Tapi, bos, rapatnya belum
selesai."
"Kamu saja yang pimpin. Harga
terendah untuk negosiasi adalah harga yang telah kita sepakati. Kalau mereka
nggak setuju, lupakan saja."
Setelah berkata demikian, Cakra
langsung bergegas meninggalkan gedung.
Sementara itu, Nindi menatap
sambungan telepon yang sudah terputus. Selama Cakra datang, maka masalah ini
tidak akan berakhir begitu saja.
Dia mengirim pesan kepada Cakra, menceritakan
secara singkat apa yang baru saja terjadi.
Saat ini, dia tidak bisa pergi dari
tempatnya untuk menyelidiki apakah klaim hak paten yang disebutkan Darren benar
atau tidak. Namun, jika Cakra turun tangan, dia pasti bisa langsung
mengetahuinya.
"Kalian sedang apa? Jangan
sentuh sampel kami. Apa kalian sanggup tanggung jawab kalau sampel kami
rusak?"
Nindi menoleh dan melihat seseorang
mengusir rekan-rekannya.
Dia berbalik dan langsung
menghampiri. "Sebelum masalah ini diselidiki dengan jelas, kalian nggak
berhak melakukan ini."
"Kami hanya menjalankan
perintah. Sebentar lagi ada sesi foto bersama, jadi tolong kalian geser ke
samping agar nggak masuk dalam kamera."
Ketua tim menggulung lengan bajunya
dengan kesal. "Kami diundang secara resmi ke acara ini! Perusahaan kami
dulu adalah bintang utama! Kalau kalian memperlakukan kami seperti ini, kalian
pasti akan menyesal!"
Nindi menarik tangan ketua tim.
"Tenang, untuk sementara kita geser dulu barang-barang kita."
"Mereka keterlaluan! Hanya karena
ada dukungan dari keluarga Ciptadi, mereka seenaknya mengusir kita!"
"Benar! Mereka hanya
mengandalkan selembar dokumen paten untuk menyingkirkan kita. Jelas -jelas ada
permainan kotor di sini!"
Nindi menatap mereka dengan tenang.
"Jangan gegabah, tunggu sebentar lagi."
"Nindi, kamu mau menunggu sampai
kapan pun juga nggak ada gunanya."
Sania tiba-tiba berjalan mendekat
sambil memeluk buket mawar, wajahnya penuh dengan senyum mengejek. Dia
menendang salah satu sampel Nindi. "Apa barang palsu seperti ini pantas
bersaing dengan Grup Lesmana?"
"Sania benar. Nindi, menurutku
lebih baik kamu keluar dari perusahaan rendahan itu sebelum reputasimu ikut
hancur."
Witan juga berjalan mendekat,
langkahnya sedikit lambat dan tertatih.
Nindi melirik kakinya, lalu
mendecakkan lidah. " Apa kamu merasa agak nggak nyaman sekarang? Seperti
ada sensasi panas dan perih?"
"Apa maksudmu?"
Mata Witan langsung dipenuhi
kewaspadaan. Bagaimana Nindi bisa tahu apa yang dia rasakan saat ini?
Nindi tersenyum samar. "Rasa terbakar
itu berarti ada pendarahan. Sebaiknya kamu memeriksanya."
Witan tidak bisa menahan diri untuk
menunduk dan mengangkat celananya untuk memeriksa, tapi Sania buru-buru
menghentikannya.
No comments: