Bab 2371
Selly mengerutkan
alisnya dan berkata dengan nada dingin, "Apa ini artinya kamu nggak mau
membantu Yang Mulia?"
Lorian hanya terdiam.
"Segera suruh
adikmu memanggil Saka keluar!"
Selly memutuskan telepon
tanpa memberi ruang untuk berdebat. Lorian menggenggam ponsel, wajahnya menjadi
kelam. "Dasar wanita keras kepala! Kenapa harus cari masalah
sendiri?" pikirnya.
Namun, saat itu juga,
sebuah suara ragu-ragu terdengar dari luar pintu.
"Uh... Tuan Muda,
Saka datang lagi. Dia sedang berkunjung ke rumah Anda. Mau menemui dia
sekarang?"
Saka lagi?
Mendengar itu, pandangan
Lorian langsung menggelap.
Sementara itu, di vila
Lorian.
"Nyonya Jovelin,
aku mungkin akan meninggalkan Kota Sentana selama beberapa hari. Kamu harus
menjaga dirimu baik-baik," ujar Saka dengan nada lembut.
Saka sedang tenggelam
dalam momen penuh keintiman bersama Jovelin... Oh, maaf, maksudnya dalam
suasana penuh kasih dan kemesraan.
Hari ini, Jovelin
mengenakan gaun sederhana, tetapi memikat, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang
anggun. Sebuah apron melingkar di pinggangnya, rambutnya diikat menjadi sanggul
sederhana ala ibu rumah tangga, dengan beberapa helai rambut halus yang
menjuntai di dahinya.
Gaün berwarna merah muda
itu menonjolkan kesan feminin yang anggun.
Sementara itu, Saka
berdiri di belakangnya, memeluk pinggangnya dengan santai, dagunya bertumpu di
bahunya.
"Kamu masih
memanggilku Nyonya Jovelin!" seru Jovelin sambil mendongak ke arahnya.
Mata jernihnya
memancarkan kegembiraan dan rasa malu yang tidak bisa disembunyikan. Dengan
gerakan cepat, dia mengambil segenggam tepung dan menepukkannya ke wajah Saka.
Ya, dia sedang membuat
pangsit.
Saka, tanpa kehilangan
momentum, menjawab dengan tenang, "Baiklah, kalau begitu aku panggil kamu
Kakak Ipar."
Bagaimanapun, tidak ada
yang lebih enak daripada pangsit, dan tidak ada yang lebih menyenangkan
daripada ... membuat pangsit.
"Dasar, kamu
ini!"
Jovelin memandangnya
dengan mata penuh rasa kesal bercampur manja. "Kamu mau pergi ke mana?
"tanyanya sambil melanjutkan membuat pangsit.
Meski baru tujuh hari
mereka saling mengenal, Jovelin sudah merasa dirinya mulai tergantung pada
kehadiran Saka.
"Ke tempat yang
sangat jauh. Sebelum pergi, aku ingin melihatmu dulu, Kakak Ipar, dan sekaligus
memperingatkan Lorian supaya dia nggak menyulitkanmu saat aku nggak ada,"
ujar Saka dengan nada lembut, penuh perhatian.
Dia benar-benar tampak
seperti pria yang bertanggung jawab.
Mendengar kata-kata yang
begitu tulus, hati Jovelin yang polos terasa hangat. Dia semakin malu, tetapi
tidak bisa menahan diri untuk berkata, "Tapi kamu juga harus meluangkan
waktu untuk istrimu. Dia pasti sangat merindukanmu. Dan ingat, jangan
macam-macam di luar sana. Apa yang kita lakukan ini saja sudah salah. Kamu
harus setia pada istrimu."
Jovelin, sebagai wanita
yang sangat tradisional, selalu memikirkan posisi istri sah.
Namun, dia tidak tahu
bahwa Saka pergi jauh justru untuk mencari kesenangan.
Saka tersenyum, menatap
bibir merah Jovelin yang terlihat basah dan menggemaskan. Dia ingin menggoda
lebih jauh.
"Jangan buat
pangsit dulu. Ikat rambutmu dulu," katarnya dengan nada bercanda, niatnya
untuk beraksi semakin jelas.
Namun, sebelum dia
sempat melangkah lebih jauh, terdengar suara ketukan di pintu diikuti dengan
suara Lorian yang sedikit gugup. "Tuan Saka, ada hal penting yang ingin
aku bicarakan dengan Anda," kata Lorian dari luar.
Alis Saka sedikit
berkerut. Suasana hatinya yang tadi bagus mendadak hilang, dan dia terlihat
tidak senang.
Jovelin, yang wajahnya
sudah merah padam, buru-buru mendorong Saka menjauh sambil berkata, "
Bicarakan urusanmu dulu. Jangan ganggu aku masak. Nanti aku buatkan pangsit
untukmu."
Saka memutar matanya
dengan malas, lalu berkata, "Masuklah."
Pintu dapur terbuka, dan
Lorian melangkah masuk.
Namun, begitu dia
melihat pemandangan di depan matanya, tubuhnya seketika membeku.
Saka sedang memeluk
istrinya, Jovelin, yang wajahnya merah seperti apel matang.
Dan Jovelin, dengan rona
malu yang memancarkan kelembutan, tampak seperti gadis yang baru jatuh cinta.
Pemandangan itu
menghancurkan hati Lorian.
"Seharusnya ini
adalah momen yang dia nikmati!" pikirnya dengan kemarahan yang hampir
meledak.
No comments: