BAB 100
Semua dokumen itu berada dalam bentuk
digital. Jackie segera melakukan pengecekan menggunakan laptop-nya. la duduk dalam
kamar kerjanya dan mulai memeriksa arsip yang diberikan Jordan padanya
tersebut.
"Apa yang terjadi
sebenarnya?" batin dia penasaran.
Apa yang dikatakan Jordan bahwa ia
telah mengumpulkan bukti dan kesaksian itu benar adanya. Malahan ada rekaman
suara juga video tersembunyi dari para saksi.
"Sewaktu aku meningatkan Pak
Darna agar jangan memasuki area tersebut, dia cepat-cepat memberi tanda padaku
untuk berdiam diri. Waktu itu Nona Altanta sedang melihat-lihat di tempat lain
Beliau tidak mengetahui aku melarang Pak Darma."
Penuturan suara yang dari sananya
sudah disamarkan tersebut membuat Jackie penasaran. Dia terus menelusuri
seluruh data yang dimiliki Jordan.
Ada lagi suara seorang wanita yang
juga telah dimanipulasi sedemikian rupa agar tak dikenal sedang bertutur.
"Waktu itu, aku hanya tidak
sengaja mendengar sayup-sayup begitu. Pak Darma bilang di telepon, jika terjadi
sesuatu dengan 'mereka', 'mereka' pasti marah pada... saya cuma mendengar dia
menyebut nama: 'Adi'. Entah siapa..."
"Bukan 'Adi', melainkan, Hadi.
Hadi Juwana," ucap Jackie dalam hati.
"Dia juga bilang, aku punya cara
untuk mengambil alih bisnis-bisnis 'mereka'. Entah siapa yang dia bicarakan.”
Dengan lugu, perempuan yang tidak
tampak wajahnya dan suara yang disamarkan itu bertutur. Tapi Jackie tentunya
bisa memecahkan petunjuk itu.
"Yang disebut 'mereka' adalah
Keluarga Juwana. 'Mereka yang marah, Keluarga Altanta," pasti Jackie dalam
pikirannya.
Sekarang Jackie mengerti. Pada
intinya, apa yang terjadi dengan putri Altanta itu bukanlah sebuah kecelakaan.
"Darma tahu, jika ada apa-apa
dengan perempuan tersebut, ia bisa memainkan perannya. Pura-pura menjadi
mediator... padahal, dia tahu Keluarga Altanta akan marah besar pada Famili
Juwana. Kemudian, ia menggunakan kesempatan ini untuk.."
Dalam benaknya, Jackie berkata-kata.
Karena mengetahui seperti apa permainan Darma yang kotor, dia keki setengah
mati pada si Tetua Rilley.
"Darma Rilley.. berengsek
kamu!"
Keesokan harinya. Menjelang siang
itu, Samuel Wanarto telah berada di kediaman Jackie keduanya berbincang di
ruang tengah rumah mewah sang ketua.
"Jadi Ketua ingin aku
menyerahkan bukti-bukti ini pada Kelaurga Altanta?" ucap Samuel. Dia
melihat arsip yang disimpan Jackie pada sebuah tempat penyimpanan virtual
melalui ponselnya.
"Ya, Kalau mereka bertanya dari
mana mereka mendapatakannya.."
"Aku akan bilang ketuaku yang
mendapatkannya," Samuel menatap Jackie agak kocak sembari mengangkat alis.
Melihat raut yang ditampakkan oleh
Samuel, Jackie tersenyum singkat. Lalu dia berucap, "Ya, betul. Bilang
saja begitu. Sepertinya mereka akan lebih percaya jika kau menyebutku demikian,
bukan?"
Samuel memasukkan kembali ponsel ke
dalam saku, sembari berucap, "Pasti aku akan menyerahkannya, langsung ke
tangan Tony Altanta, Ketua. Aku tahu bagaimana dulu ia terpikir akan kepergian
adik perempuannya tersebut."
"Kasihan dia dan yang kena
getahnya malah Keluarga Juwana," sambung Jackie.
"Aku yakin Tony tidak akan
melepaskan Tetua Rilley begitu saja. 'Tetua' sebutan macam apa itu? Media dan
masyarakat hanya membesar-besarkan dia saja. Mungkin sekarang lebih tepatnya,
dia adalah 'Rilley Si Pembunuh"," Samuel berkata dongkol.
Hari berlalu. Wijaya Pharmaceutical
selaku perusahaan yang memegang lisensi Obat 10 Lengkap menggelar sebuah acara
yang di mana mereka akan mengumumkan obat hasil racikan Jackie tersebut bakal
diproduksi dalam skala besar dan disebarkan lebih luas lagi.
Tidak kalah dengan Darma Rilley yang
waktu itu menggelar acara di Bunga Central untuk menyambut kepulangan Xander,
mereka juga menggelar acara peluncuran tersebut di tempat yang sama.
"Kami ingin membuat Kota Bunga
lebih dikenal lagi. Selama ini kita masih kalah dengan kota-kota lain soal
invoasi. Tapi dengan adanya obat ini ya..., saya tidak mau sesumbar. Mungkin
Kota Bunga bisa disebut sebagai Kota Medis di Makara.”
Itulah yang disampaikan oleh Arthur
ketika ia diwawancarai oleh awak media yang menghadiri acara tersebut.
Di sudut lain balairiung berdesain
modern minimalis sekaligus bergaya klasik itu, Hansen mulai dihampiri oleh
banyak orang. Dia mesti menyapa orang-orang penting, para wiraushawan hingga
praktisi kesehatan.
"Aku tidak mau banyak
membicarakan tentang obat kami ini. Itu adalah bagian ayahku, aku hanya
kecipratan hasil kerjanya saja. Aku akan tetap fokus menangani suplai alat
medis kami."
Itulah jawaban yang disuarakan Hansen
setiap kali ada orang yang bertanya mengenai Obat 10 Lengkap. Orang-orang
memuji dia, akan tetapi si putra Wijaya tetap merendah.
Selain kehujanan pujian, banyak
sekali orang yang mensinyalkan ingin bekerja sama dengan Keluarga Wijaya.
Bahkan hingga ada yang datang dari luar pulau demi menjumpai mereka.
"Nanti, kita bicarakan hal tersebut
dengan ayahku langsung. Jujur, aku hanya bisa menjadi perantara saja. Keputusan
finalnya, ayahkulah yang lebih berhak," ucap Hansen seraya menerobos
kerumunan orang, karena sudah ada orang-orang lain lagi yang mesti ia jumpai.
Setelah sibuk menerima para tamu
mereka, Hansen yang menjauh sedikit untuk istirahat karena ia lelah juga
menerima tamu, memandang berkeliling.
"Ini luar biasa. Sudah lama
rasanya aku tak melihat keluarga kami disambut dengan penuh hormat macam
begini. Sungguh membahagiakan! Terima kasih, Jackie. Ada orang sepertimu yang
didatangkan untuk menyelamatkan ayahku dan keluarga kami," batin Hansen
riang.
Wajar apabila anak dari Arthur itu
merasa senang. Selama sekian tahun lamanya terutama pada saat mereka gagal
menjalin kerja sama dengan pihak militer, Keluarga Wijaya tidak lagi masuk
dalam sorotan warga Kota Kembang.
Lalu jika menengok beberapa waktu ke
belakang yaitu pada saat Arthur sakit, yang mereka terima hanyalah pesan-pesan
dari orang-orang yang turut bersimpati dan mendoakan agar ayahnya cepat sembuh.
Kelam rasanya.
Belum lagi, Hansen harus banting
tulang menjadi pemasok alat-alat medis. Pun, semuanya tidak berjalan dengan
mudah. Tapi sekarang, semuanya berbalik. Ujaran-uajran optimis mengalir bagi
keluarganya.
Tidak lama kemudian, perhatian
seluruh tamu tertuju pada para anggota Keluarga Wijaya yang berjalan menuju ke
pintu masuk Bunga Central.
"Ada apa, mengapa Pak Arthur dan
Hansen juga keluarga mereka melangkah menuju pintu?"
"Apakah mereka akan menyambut
tamu agung?"
"Sepertinya memang
demikian."
"Siapa yang datang,
sampai-sampai mereka sepertinya sangat menghargai orang tersebut?”
Tidak lama kemudian, tampak Jackie
muncul di ambang pintu. Dia melangkah bersama Sherina. Sementara Jackie
mengenakan setelan jas bermodel kasual, adiknya mengenakan gaun yang sangat
modis.
"Ini dia tamu kebesaran kami
yang kita nanti-nanti sejak tadi!" sambut Arthur tersenyum lebar begitu
melihat kemunculan Jackie dan Sherina.
Melihat bagaimana Arthur menyambut
Jackie begitu ramah lagi meriah, para tamu mulai bertanya-tanya.
"Siapa anak muda itu?"
"Kenapa Pak Arthur menyambutnya
sedemikian rupa, ya?"
"Aku pikir, yang akan datang
tadi adalah seorang pejabat. Ternyata hanya seorang pemuda."
"Aku jadi pensaran. Siapa
sebenarnya dia itu?"
Seolah, Jackie mendapat pembalasan
dari waktu lalu saat ia menghadiri Bunga Gala yang digalang oleh Damar Rilley.
1
Jika waktu itu ia sempat ditolak
masuk oleh petugas keamanan dan direndahkan banyak orang, kali ini semua orang
menatap segan padanya.
Arthur meraih tangan Jackie, lantas
memperkenalkan dokternya bak bintang tamu utama. "Inilah dokter jenius
dari Wijaya Pharmaceutical, Dokter Jackie Chandra Winata!”
No comments: