BAB 108
Seperti yang ia katakan pada dirinya
sendiri tadi, Darren mulai tidak mempercayai Xander.
"Jika aku mengatakan bahwa aku
tak percaya..., itu berarti aku memulai permusuhan dengan Xander. Aku sendiri
menaruh respek terhadap Dian Diagano karena ia adalah guru dari kemenakanku
itu."
Pilihan yang sulit memang bagi
Darren. Dia ingin mengungkapkan bahwa dirinya lebih percaya pada Jackie. Akan
tetapi, kolega dan mendiang keluarganya terkoneksi dengan Perguruan Kuil Surya
Ungu.
"Aku memahami posisi Paman. Aku
hanya sekedar ingin tahu sudut pandang Paman mengenai persoalan ini. Semoga
nanti, Paman bisa mengetahui yang sebenarnya," ucap Jackie. Kemudian, ia
beranjak meninggalkan Darren.
Saat itu, para tamu semakin kagum
saja terhadap Jackie. Sebelumnya, mereka menyaksikan sendiri bagaimana dia dan
Darren sudah saling berhadapan. Tapi sekarang, Jackie menghadapi bekas musuhnya
dengan begitu kalem.
Orang-orang yang tadinya meragukan
Jackie dan masih menganggap Xander luar biasa karena bisa menghilang begitu
saja dari hadapan lawannya mulai berubah pikiran.
"Hebat Dokter Jackie itu. Dia
sama sekali tidak memiliki perasaan takut."
"Bisa saja si paman dari
Keluarga Karlos itu menyerang dia lagi. Akan tetapi, Dokter Jackie malah
mendekati dia tanpa menaruh curiga.”
"Jagoan sejati seharusnya memang
seperti itu. Tahu kapan saatnya untuk mengerahkan kekuatan, kapan untuk
mengayomi."
Hari itu, nama Jackie mulai menjadi
harum di kalangan atas Kota Bunga. la dikenal sebagai dokter ahli yang jenius
karena merupakan peracik dari Obat 10 Lengkap. Selain itu, orang-orang tersebut
juga mengetahui, ia merupakan petarung yang hebat.
Pastinya, semua orang juga
bertanya-tanya. Siapa Jackie sebenarnya? Seperti Darren yang segera undur diri
tidak lama setelah dia santap malam.
Berpamitan pada Jackie dan Keluarga
Wijaya, begitu dirinya tiba di luar Bunga Central, Darren menyalakan rokok.
Dalam kepalanya, ia terpikir akan sesuatu.
"Orang itu... setiap kali
ditanya tidak pernah menjawab. Tapi aku merasa cukup yakin. Dia merupakan
seorang Ahli Tak Tertandingi. Hanya saja, anak itu masih menutup-nutupinya.
Sekuat apa kamu, Jackie? Dan benarkan kau bisa mengatasi Dian Diagano?"
Hari berganti. Pagi itu usai melatih
ilmu spiritualnya, Jackie terlihat sedang berdiri memandang ke arah Danau
Lembang. la memegang ponsel telinga.
"Aku akan datang ke Kota Bunga
besok," terdengar suara berat Vanessa di seberang sana. Bagi Jackie, suara
kekasihnya tersebut serasa bak melodi membuai telinga.
"Aku jadi tidak sabar ingin
segera bertemu lagi denganmu, Nona Halim, balas Jackie.
"Kau merindukanku, bukan?"
canda Vanessa.
"Apakah kamu akan menolak
perasaan rinduku?"
"Hahahal Tentu tidak, Dokterku.
Justru aku senang mendengarnya. Oh ya, sekedar informasi. Aku tidak datang
sendiri. Sebab sebetulnya, ini adalah rencana ayahku. Jadi... bersiap-siaplah
untuk bertemu dengan Pak Robert Halim, jagoan!"
Perasaan riang bercampur gugup
menyatu dalam diri Jackie setelah Vanessa menyampaikan kabar yang membahagiakan
tersebut. Tentu saja yang membuat dia grogi adalah karena Robert akan hadir
bersama sang putri.
"Tuan Halim akan datang bersama
Kak Vanessa...?! Astaga, Kak Kak Jackie harus memanfaatkan momen ini dengan
baik. Kakak harus tampil sekeren mungkin agar bisa memberi kesan yang baik di
hadapan calon mertua!"
Sherina menyemangati kakaknya dengan
sangat antusias, setelah Jackie menyampaikan pada keluarganya mengenai kabar kedatangan
Vanessa bersama Robert.
"Tetap saja dia adalah Robert
Halim, Sher. Beliau adalah penguasaha yang lebih dihormati lagi dibanding
kakeknya Xander. Bahkan hingga dua kali... kemungkinan lima kali lipat disegani
orang," seloroh Jackie membuat mimik jenaka.
Hendra turut berkomentar, "Kalau
ayah lihat-lihat, Vanessa adalah wanita yang baik. Buktinya, ia mau dekat-dekat
denganmu. Perangainya pasti merupakan wariskan dari keluarganya, dia lanjut
bertutur.
"Lagi pula, selentingan yang aku
dengar tentang para Halim memang seperti itu. Mereka disegani bukan hanya
karena mereka adalah orang-orang hebat. Yang jelas... jarang aku mendengar
tingkah miring mereka. Tidak seperti Keluarga Harianto
"Meski begitu, aku tidak boleh
lengah, bukan, Ayah? Aku tetap harus menunjukkan sisi terbaikku di hadapan Pak
Robert," ucap Jackie. Jari jemari kedua tangannya bertemu dan
bergerak-gerak sebagai tanda bahwa dia merasa gugup.
"Ayolah, Jack. Kamu pasti bisa.
Ingat, yang datang adalah Vanessa. Paling tidak, kamu melakukannya demi dia.
Iya 'kan?" Anita turut memberikan dukungan bagi putranya.
Sementara Jackie mengangguk-anggukkan
kepala. Ada satu hal yang Jackie pikirkan. Dia telah memberi Robert Pil Esensi
untuk memulihkan luka dalam yang diderita ayah dari Vanessa.
Namun, Jackie enggan jika Robert
nantinya akan berterima kasih pada dia. Sedang Jackie berbincang-bincang
bersama keluarganya, telepon genggam dia berdering tanda ada sebuah panggilan
masuk.
Dengan gayanya yang tenang, Jackie
meraih ponsel miliknya. Kemudian, dia memandang layar ponselnya. Di situ
tertera nama Elvi.
Sebagai Elvi adalah putra dari orang
yang berbisnis dengannya, Jackie langsung menerima panggilan tersebut.
"Halo, El?"
"Hai, Kak Jackie! Apakah kamu
lagi santai?"
"Ya.., aku tengah berbincang
dengan keluargaku."
"Aku sudah tahu bahwa Kakak
pasti sedang tidak sibuk. Lagi pula, bagaimana Kakak bisa sibuk? Kakak adalah
ahli medis Wijaya Pharmaceutical. Secara tidak langsung, Kakak merupakan
jajaran bos di perusahaan kami.”
"Terima kasih untuk pujiannya,
Elvi. Ada apa gerangan sehingga kamu menghubungiku. Apakah ada urusan
perusahaan yang ingin kau bahas?"
"Baru saja aku bilang bahwa
sebagai bos, Kakak pasti sedang santai-santai saja. Aku menghubungi kakak bukan
untuk urusan keerjaan. Berani sekali aku mengganggu bos?!"
"Lantas, ada apa?"
"Kak, teman-temanku akan
menggelar balapan di Gunung Worong. Aku ingin mengajak Kakak bergabung.
Bagaimana?"
Yang Jackie pikirkan saat itu
bukanlah tentang balapannya. Setelah resmi menjadi dokter ahli Wijaya
Pharmaceutical, dia harus lebih sering meracik Obat 10 Lengkap. Lalu kemarin,
ia juga mesti berhadapan dengan ulah Xander yang membawa serta Darren.
Maksudnya adalah: Jackie merasa dia
perlu piknik sedikit sembari bersosialisasi. Istilahnya, rehat dari kesibukan
dia sekarang. Tidak perlu jauh-jauh. Mungkin menerima ajakan Elvi juga akan
cukup menyenangkan baginya.
"Oh, begitu. Baiklah. Aku
ikut," pasti Jackie.
Sekira dua puluh menit kemudian,
sebuah sedan bermerek Porche tiba di depan halaman kediaman Keluarga Winata.
No comments: