BAB 110
Bukan apa-apa. Malam itu, adik Jackie
tersebut memang tampak sangat manis di mata Holland, padahal hanya dengan tata
rias wajah yang sederhana.
"Apakah itu teman-temanmu,
El?" tanya Holland kemudian.
"Yal Ayo, aku perkenalkan kalian
pada mereka! ajak Elvi.
Keduanya pun berjalan menuju
kendaraan yang dibawa oleh Elvi. Setelah mendekat, Elvi yang sangat supel itu
langsung berkata pada pasangan kakak adik tersebut.
"Kak Jackie, Kak Sherina...!
Perkenalkan, ini adalah tmanku. Holland namanya!"
"Halo, Holland," sambut
Jackie seraya menjulurkan tangan.
Sherina berbeda dengan Jackie yang
kalem tapi ekstrovert. Kebalikan dari abangnya, dia adalah seorang introvert.
Melihat ada pemuda tampan dengan gaya berpakaian kekinian maksimal menyodorkan
tangan pada dia, Sherina membalas dengan agak ragu.
"Hai," sapa Sherina
singkat.
"Eh tunggu, tunggu. Apakah kamu
tidak mengenal atau minimal, pernah melihat Kak Sherina?" tanya Elvi bak
keheranan.
Segera itu. Holland mernalingkan
wajah pada Elvi. "Euh maksudmu?
"Kak Sherina itu adalah murid
ayahmu, Holland! Bagaimana sih, kamu itul Apa kamu belakangan ini tidak pernah
ke studio utama ayahmu sehingga belum pernah bertemu dengan dia?!" tanya
Elvi bercerocos dengan nada tinggi.
Selain menjadi seorang guru musik
kenamaan, Morgan Kalsino juga menjalankan beberapa bisnis selain sekolah
musiknya.
Kantor dari perusahaannya berada di
satu bangunan dengan sekolah musik utama dia. Holland juga membantu perputaran
bisnis sang ayah. Sehingga semestinya, kemungkinan ia bertemu Sherina sangat
besar.
"Aku baru mengetahuinya,"
lugu Holland berkata.
"Memangnya kamu kemana saja
selama ini?" tanya Elvi berbau ketus sekaligus heran.
"Aku sedang pulang-pergi ke Kota
Langit, Elvi. Malahan kemarin ini, aku berada di sana hampir satu bulan,"
jelas Holland.
"Berbuat apa saja kamu di
sana?" Elvi kembali mencecar. Tapi kali itu, nada berbicaranya sudah
kembali rendah.
"Mengurus pembukaan sekolah
musik baru ayahku di kawasan Bernada. Selain itu, aku juga memiliki teman di
sana, Holland menerangkan.
"Siapa dia?" singkat Elvi
bertanya.
"Dia ada di sini sekarang.
Nanti, aku akan memperkenalkan dia padamu," ucap Holland kemudian dia
berbicara pada Jackie dan Sherina.
"Kebetulan, aku adalah putra
dari Morgan Kalsino, kakak-kakak. Maaf Kak Sherina. Kita belum pernah bertemu.
Jadi, jelas saja aku tidak mengenalmu. Elvi ini memang main labrak saja,
Holland mengucapkan kata-kata yang kelaur dari mulutnya belakangan dengan
jenaka.
Gaya sopan nan elegan juga penuh
hormat dari Holland membuat Jackie menaruh respek pada anak laki-laki dari guru
musik adiknya tersebut.
"Senang bisa berkenalan
denganmu, Holland. Karena... kamu adalah anak dari Kak Morgan, kau bisa bekawan
dengan adikku, nanti," ujar Jackie lagi.
Terjadi sedikit kekocakan. Holland
menatap kikuk pada Sherina yang cantik dan tampil manis malam itu. la
tersenyum.
Apalagi Sherina. Jelas saja dia agak
grogi. Karena, ada pemuda tampan yang memandangi dia lekat-lekat dari jarak
yang begitu dekat.
Malahan, Jackie dapat melihat. Wajah
Sherina yang tersenyum kaku bersemu merah. Diam-diam, ia juga mengamati
Holland. Tatap mata Holland terlihat menyorot ke arah sosok Sherina begitu
lembut.
"Hmmm..., Holland terpukau pada
adikku? Sherina memang cantik. Lantas kalau dilihat-lihat, sepertinya mereka
berdua cukup serasi juga," pikir Jackie iseng.
Kemudian terlihat, ada beberapa orang
berbusana super trendi berjalan mendekat ke arah Jackie dan yang lain.
Mengetahui kedatangan mereka, Elvi menoleh dan bermaksud memperkenalkan mereka
pada kawan-kawannya.
"Hai, teman-teman..."
Baru saja Elvi bersuara, satu dari
tiga orang yang menghampiri mereka menatap Jackie dingin, lalu berkata, "Bagaimana
bisa kau ada di sini, Jackie? Bukankah aku dengar dirimu dicebloskan dalam
penjara? Atau jangan-jangan..., sekarang kamu adalah seorang buron?"
Alkisah saat Tina menuntut ilmu di
Universitas Worong, ada seseorang bernama Louis Wiyanto yang seolah
tergila-gila pada dirinya. Louis berusaha mendekati Tina mati-matian.
Rentang waktu yang ditempuh oleh
Louis pun tidak main-main. la berusaha mendapatkan hati Tina selama
berbulan-bulan. Akan tetapi dia harus menerima kenyataan pahit. Karena
ternyata, Tina lebih memilih untuk bersanding dengan Jackie.
Sekarang, orang itu berdiri di
hadapan Jackie. Ya. Louis rupanya masih merasa tidak suka pada Jackie.
Sehingga, ia memilih untuk mendatangi mantan rivalnya dan bertanya seperti
demikian.
"Maaf, Louis. Mengapa kamu
tiba-tiba bilang seperti itu?" Holland yang menanggapi Louis, sedangkan
Jackie bergeming memandang orang yang pernah mendekati Tina sampai
habis-habisan itu.
"Dia adalah Jackie Chandra
Winata. Mantan kekasihnya-yang sekarang entah di mana-adalah temanku,"
terang Louis singkat.
"Benarkah demikian, Kak
Jackie?" tanya Holland dengan agak mengangkat alis.
"Ya, benar, Holland. Aku memang
seorang mantan napi Penjara Bawah Sembilan," Jackie mengakuinya dengan
tegas.
Tampak benar, Holland tak merasa
terganggu dengan pengakuan Jackie tersebut. Dia malah ikut memandang ke arah
Louis.
Saat itu, Jackie agak merasa khawatir
citra Sherina ikut ternodai. Padahal barusan, ia bisa hampir memastikan Holland
sepertinya tertarik pada adiknya. Untuk mencairkan situasi, Jackie langsung
meneruskan kata-katanya.
"Tapi sekarang aku sudah bebas
karena mendapat abolisí. Selain itu, aku juga berkelakuan baik Selama di Bawah
Sembilan. Jadi..., di sinilah aku sekarang."
"Bung, mungkin kamu juga sudah
mengetahuinya. Gunung Worong tempatnya orang-orang berduit. Bukan bekas
narapidana seperi dirimu," salah satu kawan Louis berkomentar.
"Kenapa kamu bisa ada di sini,
Bung? Apakah kau sedang mengincar salah satu mobil di sini untuk kamu
curi?"
"Sebaiknya kita mengingatkan
yang lain. Jangan sampai ada mobil yang dibawa lari oleh orang ini."
Kawan-kawan Louis mengikuti jejaknya.
Mereka bak menunjukkan bahwa diri mereka keberatan ada seseorang yang pernah
mendekam di Penjara Bawah Sembilan.
"Teman-teman, jangan seperti
itu. Kak Jackie itu datang kemari bersama dengan Elvi. Kalian sendiri mendengar
apa yang Kak Jackie bilang mengenai hukumannya. Aku rasa, tak perlu kalian
bereaksi berlebihan," Holland mulai membela Jackie.
"Holland, jika ada satu saja
mobil di sini yang hilang, bagaimana? Apa kamu bersedia untuk menggantinya? Aku
sih tidak mau bertanggung jawab apabila yang karni khawatirkan benar-benar
terjadi!" lawan Louis.
"Tidak usah kamu mengada-ada
Louis! Kau dengar sendiri apa yang dikatakan Kak Jackie barusan. Setahuku,
abolisi didapatkan oleh seseorang melalui pertimbangan yang tidak sembarangan.
Jadi, tak perlu lagi kau mengungkit-ungkit latar belakang Kak Jackie."
Sejujurnya, Jackie agak terkejut
karena Holland menyokong dirinya sedemikian rupa. Semakinlah Jackie menaruh
hormat pada putra dari Morgan Kalsino tersebut. Lantas, Elvi pun turut angkat
bicara.
"Dengar Louis dan kamu semua.
Kak Jackie ini adalah kolega dari kakek dan ayahku. Jangan kalian memandang
remeh dia. Apabila kalian masih juag bertingkah seperti itu, awas saja. Aku
tidak akan lagi mau bergaul dengan kalian!"
Karena Elvi yang berbicara,
teman-teman Holland langsung berdiam diri. Maklum. Yang bersabda adalah putri
dari Keluarga Wijaya yang semenjak Keluarga Harianto ditandaskan, menjadi
keluarga disegani nomor satu di kota mereka.
Namun Louis sepertinya belum mau
terima bagaimana lelaki yang menjadi penyebab dirinya patah hati sedemikian
rupa di masa lalu, seolah mendapat perlindungan dari Holland dan Elvi.
"Bisa-bisanya kamu berdua
membela orang ini. Terserah kalian saja pokoknya, aku sudah mengingatkan
kalian!”
No comments: