BAB 112
Orang itu tiba-tiba saja memaki-maki
Michael. Melihat tingkah sang pengemudi Lamborghini, Elvi jadi turut
tersinggung. Dia sudah akan melangkah maju dan membalas kata-kata pria
tersebut. Akan tetapi, Michael menyergahnya.
"Elvi, jangan."
Refleks, Michael langsung memandang
ke arah Jackie. Seolah, ia mengetahui. Sang dokter juga sepertinya sudah
bersiap apabila laki-laki bersetelan trendi setengah mati itu ingin mencari
gara-gara.
"Tidak usah kalian meladeni dia.
Biar aku yang akan menghadapi orang itu," ujar Michael.
Terpaksa, Jackie mengangguk-angguk.
la telah mengetahui. Mobil yang dikemudikan laki-laki itu memiliki nomor polisi
yang berasal dari Kota Langit. Sementara, Michael maju untuk menghadapi
rivalnya.
"Steven! Apakah kita berjodoh
sampai-sampai kita malah bertemu di sini?" balas Michael tenang-tenang
saja.
"Tidak usah banyak mulut, kau,
Michael! Aku bisa menyumpal mulut sampahmu itu selamanyal serang balik pria
bernama Steven tersebut. Dia berkata lagi.
"Siapa orang-orang yang
bersamamu itu... kawan-kawanmu? Bawa mereka semua kemari biar aku habiskan
kalian sernual sesumbar Steven
"Hei, tunggu dulu. Mereka tidak
ada urusannya denganmu. Kau hanya memiliki persoalan denganku. Tidak perlu
orang lain juga terseret," Michael mengingatkan.
Sekonyong-konyong dengan setengah
berlari, Louis mendatangi Michael. la merundukkan tubuh, kemudian menyodorkan
tangannya untuk bersalaman dengan Steven.
"Kak Steven, selamat datang di
Gunung Worong, Kota Bunga. Aku telah menanti-nanti kehadiran Kakak sejak tadi,"
ucap Louis.
"Terima kasih untuk sambutanmu,
Louis. Tak ku sangka, kawasan Gunung Worong sebagus ini. Cocok juga jika aku
bisa membuka usaha di sini," ucap Steven dengan gaya angkuhnya.
"Pasti, pasti, Kak. Apakah Kakak
ingin aku menyurvei tempat ini?"
"Tidak perlu, Louis. Lain kali
saja. Oh, ya. Kapan kamu Ke Kota Langit lagi? Ayo, ke sanalah! Kamu bekerja
saja di perusahaanku nanti!" ajak Steven pada Louis.
"Siap, Kak. Aku mesti
bersiap-siap dahulu. Nanti aku akan mengurus segala sesuatunya agar bisa pindah
ke Kota Langit," jawab Louis segera.
"Halah...! Pakai bersiap-siap
segala kamu itu..! Tenang saja, hidupmu akan terjamin bila bekerja padaku.
Sudah jangan ragul
"Baik, Kak. Baik."
"Di mana tempat nongkrong yang
enak, malas aku ada di sini bersama dengan orang-orang rendahan seperti
merekal" ujar Steven sembari beranjak. Yang ia maksud adalah Michael dan
yang lain.
"Parkir di sebelah sana saja,
Kak. Nanti aku menyusul," sahut Louis menganjurkan. Steven pun memasuki
mobil sports mentereng miliknya.
"Dasar penjilat kamu, Louis.
Sungguh memalukan. Kau bertingkah seperti ini pada saat aku membawa
teman-temanku, pula. Malu aku jadinya!" omel Elvi yang tidak tahan melihat
sikap menjilat Louis pada Steven.
"Hehehe...! Kamu tidak mengerti
apa-apa, Elvi. Apakah kau tahu Kak Steven Juanto itu siapa? Beliau bisa ada di
hadapan kalian saja itu berarti kalian beruntung. Sebab, banyak orang yang
ingin berjumpa dengan dia!" Louis membalas ujaran Elvi.
"Maaf. Aku tak peduli dia siapa.
Prilakunya saja seperti itu, sama sekali tidak elegan!"
"Hahaha..! Elvi, Elvi. Jangan
kamu sombong mentang-mentang kau adalah seorang Wijaya! Kamu tidak ada
apa-apanya di hadapan Kak Steven. Biar aku beritahu: hati-hatilah! Dia bisa
memerintahkan orang untuk membabat keluargamu, tahu tidak!"
Celotehan Louis tersebut mengundang
reaksi Jackie. Keluarga Wijaya telah menjadi koleganya sekarang. Wijaya
Pharmaceutical adalah yang membesut nama Jackie menukik naik. Hingga barusan,
Michael tiba-tiba bisa mengenali dirinya.
Sontak, Jackie menatap Louis
dalam-dalam. Aura naga mengamuk yang bisa tampak dari sorot mata Jackie kembali
terlihat.
Karena tatapan kedua netra Jackie
tersebut, Louis langsung merasa ciut. la sendiri terheran-heran. Bagaimana bisa
dirinya merasa demikian. Dia sudah mengetahui sosok Jackie sejak lama. Tapi
baru kali ini, Jackie menampakkan gelagat menyeramkan.
Menyadari ada yang aneh dari mantan
pacar wanita yang pernah dia kejar habis-habisan tersebut, Louis memalingkan
wajah dan berkata pada si putri Wijaya.
"Kalau kamu mau tahu siapa Kak
Steven, silahkan cari tahu saja sendiri. Oh ya, aku ingatkan padamu. Jangan kau
dekat-dekat dengan si Michael yang dikenal sebagai sampah dari Kota Langit
itu!" Louis berkata-kata dengan merendahkan suara karena takut pada
Jackie.
Setelah berbicara pada Elvi, Louis
langsung membalikkan badan. Sambil berlari-lari kecil, dia berkata setengah
berteriak.
"Ayo, teman-teman, balapan akan
segera dimulai! Mari kita berkumpul... jangan lupa panaskan mesin kalian!"
Sembari memandangi Louis, kening Elvi
mengerut tipis. Karena, dia sedang memikirkan apa yang disampaikan oleh
kawannya itu barusan.
Steven tiba-tiba memaki Michael, lalu
baru saja, giliran Louis yang meyebut Michael sebagai 'si sampah dari Kota
Langit. Padahal saat mereka berbincang-bincang tadi, Michael menunjukkan bahwa
dirinya adalah orang yang menyenangkan.
"Ada apa sebenarnya dengan Kak
Michael?" batin Elvi bertanya-tanya.
Orang introvert bukan berarti tidak
bisa bergaul. Akan tetapi, ia akan kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang
yang baru dikenal. Atau seperti sekarang, Sherina merasa canggung karena
balapan segera dimulai.
Dia melihat, Michael dan Holland
telah bersiap-siap menuju kendaraan mereka masing-masing. Mungkin juga Sherina
merasa tegang karena Holland akan beraksi.
"Kak," Sherina bersuara
singkat sambil meraih lengan Jackie.
"Tenang, Sher. Tidak usah gugup.
Aku yakin. Holland adalah pembalap berpengalaman. Terlihat dari pembawaan dan
kendaraan yang akan dirinya kemudikan."
Kocak. Sherina menjadi semakin kikuk
karena kakaknya berkata demikian. Seolah, Jackie baru saja memuji Holland demi
dia.
Dasar iseng, Jackie buru-buru berkata
lagi. "Begitu juga dengan Kak Michael. Benar, bukan? Dia kemungkinan lebih
berpengalaman dibanding Holland," senyum Jackie. Dia berusaha menutupi
bagaimana ia sebetulnya ingin menyandingkan Sherina dengan Holland.
Mobil-mobil bergerak untuk memastikan
mereka tidak menghalangi lajur balapan. Para calon penonton ramai-ramai
membunyikan aparat dengung. Malah, ada yang iseng menembakkan confetti segala
dan membuka sampanye.
"Yang tidak turut serta,
silahkan menunggu di garis start/finish! Kalian bisa melihat balapan dari layar
besar di sebelah sana. Kita punya drone untuk menjamin kalian menikmati balapan
kita inil Louis terus berseru-seru.
Diantar oleh Elvi, Jackie dan Sherina
tiba di garis yang ditentukan sebagai start sekaligus finish dari balapan yang
bakal digelar.
Setibanya di sana, Elvi mengajak
Jackie dan Sherina untuk menjumpai Holland dan Michael yang tengah bersiap-siap
untuk memacu kendaraan mereka.
"Semangat Kak Holland... dan...
euh agak aneh kalau aku berpesan agar Kakak jangan negbut-ngebut, bukan?"
pesan Sherina grogi pada Holland. Kulit wajahnya memerah.
Padahal, Holland juga seperti itu.
Walau tersenyum, ekspresi wajahnya agak kaku sejenak akibat perasaan malu-malu
yang dirinya rasakan.
"Mungkin kata yang lebih tepat
adalah: 'berhati-hati, Sherina," ujar Holland.
"Nah, iya. Itu maksudku.
Hati-hati Kak Holland," ulang Sherina.
"Pasti," jawab Holland
mantap.
Sedangkan Michael terlihat
santai-santai saja. Saat Jackie dan Elvi berpesan semoga dia menang, Michael
mengajak mereka untuk silih membenturkan kepalan.
Jackie, Sherina dan Elvi berniat
untuk menyatu dengan para penonton yang tampak bersemangat di sana. Tapi
tahu-tahu saja, terdengar Louis bersuara.
"Hei, Jackie. Buat apa kamu kemari?
Hanya ingin menejadi penonton saja?! Ayo, ikut balapan jugal" ejek Louis.
Dia sudah melupakan tatapan maut Jackie yang ia lihat sebelumnya.
No comments: