Bab 23
"Tunggu sebentar, nanti kita
lanjutkan lagi," kalem Jackie berkata pada orang-orang yang mesti dirinya
hadapi. Nada dering tanda pannggilan masuk terdengar dari telepon genggamnya.
Gerald, Tina, Alex dan Cindy menatap
dia dengan ekspresi jiik tanda meremehkan. Tapi sorot mata Tina agak berbeda.
Harus ia akui, ada perasaan kagum bercampur gemas dalam dirinya terhadap Jackie
yang berpenampilan cukup perlente malam itu.
Melihat nama yang tampil pada layer
ponselnya, Jackie langsung menerima panggilan tersebut. "Ya?"
"Apakah kamu sudah sampai?"
terdengar suara Vanessa dari seberang sana.
"Sudah. Tetapi, petugas keamanan
tidak memperbolehkan aku masuk karena busanaku tidak sesuai dengan dress code
pesta..."
"Tunjukkan undanganmu!"
"Sudah, mereka tidak percaya aku
memilikinya. Padahal sudah di-scan..."
"Katakan undanganmu itu
dariku!"
"Sudah juga, tapi keadaan
semakin rumit karena...." Jackie terus menyahut perkataan Vanessa
sementara memandang lawan-lawannya. "Ada orang-orang dungu turut campur
dan terus menghalang-halangi."
"Hhhh...!" Vanessa
menyuarakan napas, sinyal bahwa kesabarannya sudah menipis. "Siapa
orang-orang bodoh itu?! Ya sudah, aku sudah berjalan ke luar!"
Panggilan diputus dari sebelah sana.
Jackie sendiri sekarang merasa tidak enak hati karena Vanessa mesti menghubungi
dia. Saat mengembalikan ponselnya ke dalam saku, petugas keamanan yang bertubuh
kekar berkata pada dia.
"Bagaimana, apakah kamu bisa
membuktikan bahwa kau betulan kenal dengan Kak Vanessa Halim?"
Rekannya yang berbadan jangkung
menambahkan, "Ingat, Bung. Kalau kamu tak bisa membuktikannya, kamu akan
kami lempar dari sini!"
"Sabar, Pak. Barusan Kak Vanessa
menghubungiku. Beliau akan datang ke mari," jawab Jackie tenang saja.
"Hahahaha...!"
Gerald, Tina, Alex dan Cindy
sekonyong tertawa. Masih saja mereka tidak percaya bahwa Jackie datang ke situ
karena kebaikan hati Vanessa.
"Kamu itu memang senang sekali
membual, Jackie!" tuduh Gerald. "Aku ingin tahu apakah semua yang kau
katakan itu benar. Bagaimana jika kita bertaruh?"
"Oh, begitu? Boleh saja,"
Jackie menanggapi begitu kalem.
"Jika Vanessa tidak menjemputmu
dalam satu menit, kau harus pergi dari teras ini, menuruni tangga dengan gaya
squat. Kemudian, merangkak ke gerbang depan sana dengan merangkak,
bagaimana?" Gerald menantang.
"Lalu jika aku berhasil
membuktikannya padamu bagaimana?" Jackie bertanya balik.
"Silahkan süruh aku melakukan
apapun yang kau inginkan!" sambut Gerald yakin.
"Boleh juga," sambut
Jackie. Dia tersenyum singkat dengan enggan.
"OK," Gerald memastikan
sembari melihat pada jam tangannya. "Satu menit dari-"
"Jackie...!"
Suasana di teras dari Gedung Bunga
Central itu bak menjadi hening seketika. Gerald dan kawan-kawan sontak menoleh
ke arah datangnya suara yang menyapa Jackie.
Orang-orang yang nimbrung untuk menyimak
apa yang terjadi bak membubarkan diri. Mereka mundur menjauh dari Jackie
tatkala mengetahui. Vanessa. Dia datang dengan didampingi oleh Yeni.
"K-kak Vanessa..." sapa
Gerald dengan suara yang sumbang karena gentar.
Kemungkinan besar, Vanessa yang berjalan
dengan langkah-langkah panjang mendengar sapaan Gerald. Namun, dia sama sekali
tidak menanggapi putra keluarga Harianto tersebut.
Dia melangkah mendekat pada Jackie.
Otomatis, Gerald dan kawan-kawan juga para petugas keamanan menyingkir untuk
memberi dia jalan.
"Apa yang terjadi, sih? Kamu
sudah memiliki undangan, seharusnya petugas membiarkanmu masuk. Masalah dress
code tidak masalah karena kamu adalah tamuku!" omel Vanessa.
Agak lucu juga jadinya. Vanessa
memang memiliki raut wajah yang terkesan ketus. Sehingga, Jackie sendiri agak
takut-takut juga menghadapi sang putri Halim.
"Mereka ini menuding undangan
darimu palsu..., aku memalsukannya... meretas, merampasnya dari orang lain. Tak
tahulah!" lugu Jackie mengadu. Sembari menuturkan, ia memandang ke arah
Gerald dan yang lain, juga petugas keamanan.
Seketika itu, Vanessa memandang pada
mereka yang telah merepotkan Jackie. Raut Vanessa tampak geram. Matanya
membesar dan menyorot tajam.
Wajah Gerald kini menjadi kuyu
seperti tersiram air comberan. la bermaksud melihat pada teman-temannya. Tetapi
mereka semua seperti menghindar dari tatapan Vanessa. Kulit muka Cindy dan Alex
memucat. Keduanya menelan liur malahan gemetaran lagi gelisah.
"Apa urusan kalian sehingga
kalian menghalang-halangi tamuku untuk masuk?" tanya Vanessa dingin. la
bersedekap.
"Maafkan kami, Kak Vanessa, kami
hanya..." Alex berucap tapi tak mampu melanjutkan. Dia menatap kikuk pada
Cindy. Sementara, kekasihnya itu tertunduk lemah.
Bukan apa-apa. Keluarga Hawono dan
Keluarga Rahmanto yang merupakan keluarga Cindy sama-sama memiliki usaha yang
berkembang baik.
Ada yang membantu mereka membuka
jalan sehingga dua keluarga itu dapat memajukan usaha mereka. Siapa lagi kalau
bukan Keluarga Halim yang memberi mereka kesempatan untuk mengembangkannya.
"Siapa kamu?" tanya Vanessa
kontan.
Saat itulah Alex dan Cindy merasa
mereka semakin kecil. Sebab tentu saja, di hadapan Vanessa mereka berdua
bukanlah siapa-siapa.
Keluarga Halim membantu keluarga
keduanya lewat seseroang yang mengenal mereka. Vanessa maupun kedua orang
tuanya sama sekali tidak mengenal Keluarga Hawono dan Rahmanto.
"Namaku Alex dan ini Cindy
pacarku..." Alex berusaha memperkenalkan diri. la berharap, siapa tahu
Vanessa mengetahui nama keluarga mereka. Vanessa menimpali.
"Kalian sudah menuduh Jackie,
tamu istimewaku yang bukan-bukan! Aku tidak pernah melihat kalian dan kalian
hadir di sini, pasti kalian ingin masuk ke dalam. Apakah kalian sendiri
memiliki undangan?"
Merasa niereka bisa datang ke sana
atas bantuan Gerald, pelan-pelan Alex dan Cindy menoleh ke arah Gerald yang
berdiri kaku menenggak saliva.
Malu untuk mengakui dirinya yang akan
membonceng Alex dan Cindy, Gerald sama sekali tidak mau balas memandang pada
dua kawannya.
"Oh, aku tahu. Kalian adalah
para pemanjat sosial yang ingin eksis di acara kelas atas ini dengan
memanfaatkan teman kalian Gerald Harianto yang... rajin menjilat Tetua Reilly.
Begitu, bukan, Gerald?" sindir Vanessa sinis.
Disebut pemanjat sosial, Alex dan
Cindy layu sudah. Sekarang pasangan kekasih itu tertunduk tak berdaya. Gerald
termangu. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Vanessa tahu, dia memang
berusaha meraih hati Darma Rilley dengan segala cara.
"Gerald, maaf. Kebetulan kita
berjumpa lagi. Aku jadi ingin bertanya... aku dengar, kamu menderita disfungsi
ereksi. Apa benar?"
Sekujur tubuh Gerald serasa disengat
aliran listrik beribu-ribu volt. Dia tertegun karena Jackie ternyata mengetahui
rahasia yang selama ini dipendam oleh dia dan keluarganya. Gemetaran, Gerald
berusaha menjawab tapi suaranya menghilang entah ke mana.
Wajah Vanessa juga Yeni menunjukkan
keterkejutan, sekaligus perasaan kocak. Kedua alis mereka terangkat, karena
masih tidak percaya Jackie mengungkapkan hal itu di depan orang banyak.
"Itu tidak benar!" tentang
Tina lemah. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
"Lalu kamu bisa tahu dari mana
kalau pasanganmu tidak mengalami seperti yang Kak Jackie katakan barusan?"
sambar Yeni. Ia berusaha menggiring opini bahwa Tina telah membuktikan sendiri
kondisi yang diderita oleh kekasihnya.
"Ak-aku hanya..."
"Gerald, bukankah kita memiliki
taruhan yang mesti diselesaikan?"
No comments: