Bab 30
"Tuan Wanarto," sapa Jackie
dengan agak merundukkan kepala.
""Tuan'... sapaan macam apa
pula itu! Apa kau mau aku panggil dengan sapaan: 'ketua' atau..." Wanarto
membalas dengan seringai iseng yang sinis. Dia bermaksud bercanda. Jackie pun
buru-buru-buru menimpali.
"Bisakah kamu to the point saja,
Samuel. Tak usah melakukan hal-hal jahil!" ujar Jackie. la khawatir
Wanarto akan mengungkap bagaimana sebutan Jackie di rutan mereka adalah 'dewa
muda' atau 'Dewa Bawah Sembilan.
"Hehehe...! Aku hanya bercanda,
De-, maksudku Jackie," balas Wanarto tercengir. la memalingkan kepala pada
Vanessa yang berada di sebelah Jackie. "Nona Muda, salam hormatku. Anda
terlihat serasi dengan ketuaku ini," puji Wanarto riang lagi manis.
"Terima kasih Pak Wanarto,"
ucap Vanessa diiringi senyutu.
"Maaf Vanessa, aku akan berbincang
dengan Tuan Wanarto yang terhormat ini berdua, sebentar saja," izin
Jackie,
"Wanarto yang terhormat.... aku
kedengaran dungu jadinya jika dia yang mengucapkannya. Jangan dengarkan ketuaku
ini, Nona Halim. Aku hanyalah seorang anjing penjaga! canda Wanarto bak ingin
membetulkan kata-kata Jackie.
Vanessa pun terkekeh ringan. Jackie
dan Wanarto agak menjauh dari Vanessa, kemudian mereka mulai
berbincang-bincang. Wanarto merogoh saku, lalu mengeluarkan satu set kunci pada
Jackie.
"Kunci rumahmu, Dewa," ucap
Wanarto serius.
"Tak mengapa jika aku meminjam
rumahmu?" Jackie berkelakar.
"Pinjam? Yang benar saja! Rumah
itu milikmu sekarang, Dewa!" jawab Wanarto bersungguh-sungguh.
Jackie tersenyum dengan wibawa,
kemudian dia berkata lagi. "Samuel, aku butuh bantuanmu."
"Sebutkan saja apa maumu. Akan
aku kerjakan," sahut Wanarto mantap.
"Aku butuh bahan
obat-obatan...." untuk sejenak, Jackie menyebutkan sederet bahan yang
dirinya perlukan. Wanarto cepat-cepat mengambil ponsel dan mencatat apa yang
Jackie sebutkan dalam aplikasi note-nya. 'Sang ketua' lanjut berbicara.
"Aku akan membuat Pil Esensi.
Jika sudah siap, kamu juga bisa menjualnya. Aku akan memberimu komisi sepuluh
persen, bagaimana?" jelas Jackie.
"Hehehe...! Kamu beri aku
sepersen atau terserah kamu saja aku tidak akan protes. Euh... tunggu Dewa.
Sepertinya aku pernah mengenal pil ini, apa betul?"
Sewaktu di Bawah Sembilan, Samuel
Wanarto yang mengabdi pada Jackie juga banyak membantu orang yang telah dia
anggap sebagai pemimpinnya. Salah satunya adalah dengan mempersiapkan berbagai
ramuan yang Jackie butuhkan.
"Ya, kamu familiar
dengannya," jawab Jackie singkat.
"Pil ini... adalah obat yang
menyembuhkan Andy Minjaya 'kan, Dewa?"
Bibir Jackie membentuk senyum lebar.
Dia senang salah satu anak buahnya' ternyata masih ingat benar dengan keakraban
yang mereka jalin semasa menjadi tahanan.
"Tepat sekali!" Jackie
mengiyakan tegas.
"Mantap! Oh..., akhirnya aku
akan berbisnis denganmu... ini bakal seru! Wanarto menanggapi dengan penuh
semangat. "Kamu akan menjadi kaya, sedangkan aku... ya, seperti biasa.
Menyokongmu."
Wanarto telah menyaksikan sendiri
betapa ajaibnya Pil Esensi hasil olahan Jackie. Sebab, obat itu bisa
menyembuhkan seseorang yang meski sudah tersisa napas terakhirnya dapat sembuh
sempurna.
Bahkan, dia pernah menyaksikan
sendiri bagaimana Jackie menyelamatkan nyawa seseorang menggunakannya. Itulah
kenapa dia sekarang terlihat sangat riang.
"Sekarang, pergilah mencari
bahan-bahan itu," ucap Jackie seraya kembali beranjak menuju Vanessa
diikuti Wanarto.
"Sampai ke ujung dunia pun aku
akan mendapatkan bahan-bahan itu, Dewa! Bagaimanapun caranya. Yang kau titahkan
ini adalah Samuel Wanarto! Hehehe...!" girang Wanarto. Dia mempertemukan
kedua telapak tangannya dan melakukan gerakan mengusap-usap.
Sementara, Yeni telah kembali
mendampingi Vanessa. la melihat bagaimana Jackie begitu akrab dengan Wanarto
dan menyaksikan ekpresi puas penuh gelora.
Sejak awal, Yeni memang kurang suka
dengan Jackie. Karena, dia adalah seorang mantan napi. Namun ia harus
menghormati junjungannya yang sepertinya sangat menghargai si Dewa Bawah
Sembilan.
Sekarang, Yeni melihat Jackie akrab
dengan seorang kaya raya berpengaruh yang terkenal akan cara berbisnisnya yang
kotor. Malahan, Wanarto juga pernah mendekam di Bawah Sembilan. Sehingga, Yeni
agak keki melihat keduanya.
Dalam hatinya, Yeni bertanya-tanya.
Apa sebenarnya yang dibicarakan oleh dua orang itu hingga Wanarto terlihat
cerah ceria?
"Sepertinya, ada hal penting
yang baru saja Anda bicarakan sampai harus menjauh seperti itu. Aku harap.
kalian berdua tidak memikirkan hal-hal yang melanggar aturan, Yeni menyindir
Jackie dan Wanarto.
"Tidak, tentu tidak, Ibu Yeni
yang aku hormatil Anda boleh memandang aku sama seperti orang lain
menganggapku. Tapi Tuan Muda Jackie itu berbeda!" Wanarto menjawab dengan
ekspresi kocak. "Orang ini adalah Dewa Muda, Dewanya Bawah
Sembilan...!"
Orang yang disapa Jackie dengan nama
dia sebenarnya itu menyuarakan julukan Jackie layaknya tengah mendongeng pada
anak kecil.
Begitu Wanarto menyebut gelarnya saat
masih di rutan, Jackie mengarahkan tatapannya pada Vanessa diikuti mengehela
napas bak menunjukkan rasa bosan. Vanessa memandangi dia dengan senyum kocak.
Sedangkan Wanarto terus bercerocos.
"Dewa Muda memiliki kemampuan yang
luar biasa. Jika ia membiarkan seseorang hidup, orang itu pun akan hidup
baik-baik. Sebaliknya, jika ia ingin seseorang mati, dia akan membuat orang itu
mati betulan. Semua orang di Bawah Sembilan mengetahuinya!"
Dia belum selesai. "Dewa
Muda..., Dewanya Bawah Sembilan bisa menentukan mati hidup seseorang...!"
tandas Wanarto berapi-api. Dia benar-benar seperti sedang menuturkan dongeng
kepahlawanan.
Menyaksikan tingkah Wanarto, Yeni
tidak bereaksi. Dia tahu benar seperti apa Vanessa. Majikannya tidak mudah
percaya pada seseorang.
Entah mengapa, kali ini Vanessa
sepertinya sangat menaruh kepercayaan terhadap Jackie. Sesungguhnya, ia tidak
mau junjungannya bergaul dengan mantan napi seperti Jackie. Namun, ia tak bisa
berbuat apa-apa.
"Vanessa...." Jackie
berkata pada si putri halim sembari merogoh saku bagian dalam dari jasnya.
"Ada sesuatu yang ingin aku berikan padamu."
"Apa itu?"
Baru saja Vanessa bertanya, Jackie
mengeluarkan sebuah kalung dengan liontin berwarna biru. "Liontin ini bisa
membantu dan menyelamatkanmu apabila kamu berada dalam bahaya seperti
kemarin-kemarin itu." jelasnya.
"Wow, terima kasih,
Jackie!" terima Vanessa senang hati,
Tanpa ragu sedikitpun, Vanessa
melepaskan kalung emas yang tergantung pada lehernya dan menukarnya dengan
liontin pemberian Jackie. Dia menyerahkan kalung yang sebelumnya ia kenakan
pada Yeni.
Tapi Yeni rupanya tidak senang
apabila Vanessa mengenakan kalung pemberian Jackie yang terlihat biasa, bahkan
menurutnya murahan.
"Kak, kamu sedang berada di
sebuah acara besar. Tidakkah lebih baik jika kau menyimpan dulu kalung
pemberian Kak Jackie dan menggunakan kalung ini saja?" ucap Yeni.
"Tidak mengapa, Yen. Aku suka
bentuk liontin ini dan warnanya cocok dengan gaun yang aku kenakan!" sahut
Vanessa bernada riang. la mengusap-usap perhiasan bermata berwarna biru yang
tergantung pada kalung dari Jackie tersebut.
Memang, kebetulan malam itu Vanessa
memang mengenakan sebuah gaun panjang berwarna biru dengan bagian pundak dan
dada yang terbuka.
Tak bisa menentang kehendak
atasannya, Yeni hanya bisa memperhatikan kalung pemberian Jackie itu dengan
keki.
"Vanessa sayang...!"
No comments: