Bab 31
Seorang laki-laki setengah baya yang
rambutnya telah berwarna perak begitu juga dengan kumis dan janggutnya berjalan
mendekat ke arah Jackie, Vanessa dan Yeni.
Ia mengenakan setelan jas bermodel
klasik yang kelihatan mahal dan memegang tongkat pada tangan kanannya. Pria
tersebut tidak lain dan tidak bukan, Darma Rilley!
"Om Darma!" Vanessa membalas
dengan senyum ramah dan bahasa tubuh penuh hormat.
Berdiri di sebelah Vanessa, Jackie
menyaksikan bagaimana Darma menjabat tangan Vanessa, kemudian keduanya saling
menempelkan pipi-pipi mereka.
"Astaga! Sejak tadi aku sudah
ingin menjumpaimu tapi banyak sekali tamu yang ingin berbincang denganku.
Rasanya baru satu langkah aku beranjak, sudah ada orang yang menyapa,
ngobrol... ya..., begitulah!" ucap Darma seperti kelelahan.
"Om. Om jangan terlalu aktif.
Carilah tempat untuk duduk, minum dan makan dulu," Vanessa menasihati.
"Tidak, tidak...," Darma
berkata sembari menggerak-gerakkan tangan tanda menolak. "Aku juga sudah
duduk tadi dan makan kue. Lagi pula, aku masih menunggu Xander. Katanya dia
sebentar lagi tiba. Kemudian aku ingin berjumpa denganmu dan aku senang
akhirnya kita bertemu."
"Maaf jika kau membuat Om
mencari ke sana kemari," balas Vanessa merendah.
Untuk sejenak, Jackie menyimak
perbincangan basa-basi antara Darma dengan Vanessa. Keduanya membicarakan
bisnis, Kota Bunga, hingga akhirnya membahas tentang keluarga.
"Senangnya mendengar kedua orang
tuamu sehat-sehat. Ya, kamu tahu. Xander telah ditinggal oleh kedua orang
tuanya sejak dia masih remaja. Sekarang akulah keluarga dia yang tersisa. Kami
harus saling menjaga," tutur Darma.
"Sepertinya, Om dan cucu Om itu
sangat dekat, bukan?" Vanessa menanggapi.
"Sekarang dia adalah
kesayanganku satu-satunya, Vanessa. Aku berharap, umurku ini masih lebih
panjang lagi. Supaya, aku bisa melihat Xander berumah tangga dan menimang
cucu."
"Tetua, bukankah Tuan Muda
Xander itu adalah seorang pria yang tampan lagi cerdas. Dia sudah selesai
berguru pada Dian Diagano. Tentunya ia sudah menajdi seseorang yang hebat
sekarang. Ilmu bela dirinya pun mungkin sudah sampai Tingkat Bumi sepertiku,
bahkan Tingkat Langit."
Yeni menanggapi perkataan Darma.
Mendengar pujian asisten Vanessa terhadap cucunya, Darma tersenyum lebar tanda
bangga.
"Semoga saja, semogal Kalau
begitu, tinggal mencari calon yang pantas untuk mendampingi hidupnya,"
riang Darma.
"Pasti banyak perempuan yang
ingin menikah dengan Tuan Muda Rilley. Contohnya di sini. Ada banyak nona muda
konglomerat yang bakal menyukai beliau. Harapan Tetua Rilley pasti akan segera
terkabulkan," hibur Yeni.
Darma menarik napas, kemudian
mengembuskannya hingga menimbulkan bunyi. "Hahhh...!"
menggeleng-gelengkan kepala sejenak, ia kembali bersuara. "Selera Xander
itu... sangat tinggi. Sepertinya agak sulit bagi dia untuk menemukan calon
pasangan yang pas."
Sembari berkata demikian, Darma
memperhatikan Vanessa. Matanya memandangi si putri Halim lekat-lekat penuh
perhatian. Ia juga tersenyum.
Saat itulah Jackie menyadari.
Sepertinya dari ucapan dan gerak-gerik Darma, kemungkinan dia memendam
kerinduan agar cucunya dapat bersanding dengan Vanessa.
"Jadi, dialah Darma Riley,"
batin Jackie.
Sewaktu Jackie menerima kunci rumah
dari Wanarto tadi, Jackie sempat melihat. Sukarman adalah satu dari sekian
orang yang menjumpai si tetua. Lantas, Jackie melihat kedutnya berbincang cukup
lama.
Secara tidak sengaja, ia melihat
Darma memandang dengan berhati-hati pada Jackie bagai tidak ingin ketahuan.
Singkat saja, orang tua itu pun mengalihkan tatapannya.
"Hmmm..., sepertinya, ada
kongkalingkong di antara mereka berdua," pikir Jackie.
Ada kemungkinan, Sukarman sudah tahu
Darma memiliki rencana untuk mempertemukan Xander dengan Vanessa.
Melihat Vanessa seperti sangat dekat
dengan Jackie, perwira tersebut berusaha membuat Jackie tampak seperti pria
rendahan di depan sang putri Halim. Maksudnya, dia ingin mengingatkan Vanessa
bahwa perempuan cantik itu lebih pantas bersanding dengan Xander Rilley.
Sewaktu masih bersekolah, Jackie
melihat sosok Darma di televisi. Seorang pengusaha sukses yang berhasil
membangun bisnisnya dari bawah. Sehingga, Jackie kagum padanya. Bahkan, ia
sangat ingin untuk bisa menjadi seperti sang tetua.
Namun sekarang, Jackie bukan lagi
memandang Darma sebagai panutannya. Melainkan, dia harus berhati-hati dengan
wirausahawan tersebut.
"Aku dengar tadi... kamu
memiliki seorang teman baru, Vanessa," ucap Darma. Ia mengarahkan
padangannya pada fackie, kemudian berkata lagi. "Apakah ini dia
orangnya?"
Mengetahui bisa jadi 'ada main'
antara Darma dan Sukarman, Jackie sudah ingin bersikap dingin. Akan tetapi, ia
menghargai Vanessa. Sehingga, dia langsung membalas.
"Tetua Rilley, saya sudah
mengikuti sepak terjang Anda sejak remaja. Senang bisa bertatap muka dengan
Anda. Perkenalkan, aku Jackie."
"Katanya..., kau memiliki
kemampuan sebagai seorang dokter. Apa benar begitu? Lalu, kamu juga pernah
melindungi Vanessa, bukan? Jadi, apakah ini artinya Vanessa sekarang telah
memiliki... seorang tabib sekalgus pengawal pribadi juga?" tanya Darma
seolah dia merasa penasaran.
"Sesungguhnya, Vanessa tidak
pernah mendapuk aku sebagai dokter pribadinya, apalagi pengawal pribadi,
Tetua," Jackie menjawab dengan dingin.
Melihat sikap yang ditunjukkan oleh
Jackie, Yeni sontak menoleh pada rekan majikannya dengan agak melebarkan mata.
"Kak Jackie, maaf. Barusan Tetua
Rillet memujimu. Tolong hargai beliau. Setidaknya, berterimakasihlah
padanya!" tegur Yeni.
"Yeni, sudahlah. Kamu itu
terlalu tegas orangnya. Santai sedikit. Aku mendengar juga, Jackie ini baru
keluar dari penjara, bukan? Tolong harap maklumi gayanya. Di Bawah Sembilan itu
keras, mungkin Jackie belum terbiasa untuk bersosialisasi lagi."
Saat itulah Jackie dapat memastikan.
Damar ternyata benar-benar sudah mendapatkan informasi mengenai dirinya. Dari
siapa lagi, kalau bukan dari Sukarman.
Kini Jackie bukan hanya berhati-hati.
Melainkan, dia mulai merasa dongkol karena ujaran Damar barusan. Orang tua itu
memang terdengar berusaha menenangkan Yeni. Namun, ia seolah menekankan latar
belakang Jackie yang baru saja dibebsakan dari Bawah Sembilan.
"Kalau memang begitu, menurutku
justru kita harus mengajari dia tata krama, Tetua. Ayo, Kak Jackie, ucapkan
terima kasih dan meminta maaf pada Tetua sekarang juga!" Yeni ngotot.
"Bu Yeni, memangnya, apakah ada
dari ucapanku yang menyinggung atau tidak sopan terhadap Tetua? Aku rasa
tidak," kalem Jackie menanggapi.
Menganggap niatnya mendapat perlawan
dari Jackie, Yeni tampak mulai naik pitam. Sorot matanya menjadi tajam dan
ekspresi wajahnya menunjukkan perasaan geram.
"Dengar, kamu itu hanya
beruntung karena kami memilih untuk menemuimu di Bawah Sembilan demi menyelamatkan
nyawa Kak Vanessa. Lalu secara kebetulan kau melindungi Kak Vanessa dari racun
dalam makanannya, sehingga Kak Vanessa mengundanmu kemari!"
Yeni berucap dengan nada tinggi. Tapi
Jackie tetap menghadapi dia dengan kalem. "Apakah aku bisa menghindar dari
keberuntungan, Kak Yeni? Vanessa sepertinya tidak keberatan dengan semua ini,
tetapi mengapa Anda yang repot?" balas Jackie berlagak lugu.
"Tidak usah kau berkelit, mantan
napi! Aku hanya ingin kamu memiliki sikap hormat terhadap Tetua Rilley. Jangan
kamu menghindar seolah memanfaatkan Kak Vanessa mentang-mentang beliau sudah
mengangkatmu dari selokan dan bisa berada di sini sekarang, paham kamu?!"
No comments: