Bab 36
"Entahlah, aku tidak suka
diperlakukan seperti ini. Aku merasa dijebak. Lantas orang-orang seperti Pak
Sukarman dan Dokter Farhan itu sungguh kampungan. Jika aku tahu bakal begini,
aku tak akan datang ke sana, apalagi memberimu undangan!"
Sambil menikmati burger-nya, Vanessa
berceloteh. Jackie tersenyum tipis sebagai sinyal bahwa ia tak ingin memancing
emosi Vanessa.
"Aku menghadiri Bunga Gala
karena ingin menghargai Xander. Tetapi ternyata, dia sudah merencakan semuanya.
Masih geli aku rasanya mengingat tingkah diatadi," lanjut Vanessa dengan
mulut penuh makanan. "Maafkan aku, Jackie."
Senyum Jackie yang juga tengah
menikmati burger semakin melebar. Seraya mengambil minumnya, Jackie menanggapi
Vanessa.
"Tidak perlu meminta maaf,
Vanessa. Apa yang terjadi di sana tadi bukan masalah bagiku. Ingat, aku pernah
berada di tempat yang lebih parah lagi dari... orang-orang yang hanya ingin
menjatuhkan," ujar Jackie lalu menyeruput minuman kolanya.
Vanessa tersenyum kocak, sekaligus menaruh
simpati. Untuk sejenak, keduanya bertukar kisah-kisah lain agar tidak terus
mengingat apa yang terjadi di Bunga Central tadi.
"Berapa lama kamu akan tinggal
di Kota Bunga, Vanessa?" tanya Jackie kemudian.
Terdiam sejenak untuk menikmati lemon
tea miliknya, Vanessa pun menjawab. "Tergantung."
"Maksudmu, tergantung berapa
lama kamu menyelesaikan urusan-urusanmu?"
"Bukan, bukan itu. Tergantung
dari kamu. Apakah kau masih ingin aku tinggal di sini?"
Terang saja Jackie agak terkejut
dengan apa yang dikatakan Vanessa. Kilat mata gadis itu terlihat jenaka. Senyum
tipisnya begitu lepas, tanpa bebas.
Baru kali itu Jackie melihat sisi
manis Vanessa. Di hadapan orang lain, Vanessa selalu menunjukkan sikap dingin
dan beriwaba. Seolah, ia mengisolasi diri sehingga terlihat elegan..
Namun sekarang di mata Jackie,
Vanessa lebih terlihat terbuka. Walau ada persitiwa menyebalkan yang menimpanya
di Bunga Gala tadi, sepertinya kejdian itu tidak lagi diingat-ingat olehnya.
"Sejujurnya...." Jackie
mulai berkata-kata lambat. Rupanya dia bermaksud berhati-hati dengan apa yang
akan dirinya ucapkan. "... aku ingin kamu tinggal lebih lama di
sini."
"Mengapu... begitu...?"
balas Vanessa bertanya. Sama seperti Jackie dia seolah tak ingin perkataan yang
keluar dari bibirnya malah terkesan tidak ramah.
"Aku merasa nyaman kamu ada di
sini. Maaf, Vanessa. Harap maklum. Aku ini adalah mantan napi Bawah Sembilan
yang kata orang-orang beringas. Lalu aku melihatmu bagai dewi turun dari langit
yang mengusir kesendirianku
"Hahaha...!"
Sengaja, Jackie mengucapkan kata-kata
yang keluar dari bibirnya belakangan dengan nada setengah serius. Sehingga,
Vanessa tertawa riang. Meski begitu, Vanessa tersanjung karenanya.
Terus terang, Jackie khawatir Vanessa
akan menanggapi perkataannya dengan negatif. Namun, kulit wajah sang putri
Halim agak memerah. Dia juga terlihat berseri-seri.
"Kalau memang... kamu sangat
ingin aku masih berada di kotamu ini..., baiklah. Aku akan tinggal di sini
beberapa hari lagi," tutur Vanessa malu-malu.
Sudah dari sananya Jackie memiliki
pembawaan yang begitu kalem. Tapi begitu Vanessa mengatakan bahwa ia masih akan
tinggal di Kota Bunga selama beberapa hari ke dapan, wajah Jackie melukiskan
bahwa dia merasa girang.
"Senang aku mendengarnya,"
ucap Jackie walau ia bak memiliki perasaan yang tak dapat dilukiskan dalam
hatinya. Vanessa sendiri terlihat riang mengetahui Jackie menyambut
keputusannya dengan suka hati.
Beberapa hari sudah Vanessa belum
kunjung kembali ke Kota Jaya. Setiap hari, ia dan Jackie menghabiskan waktu
bersama.
Ada saja urusan keluarga Halim yang
mesti Vanessa selesaikan. Mungkin Tuan dan Nyonya Halim memanfaatkan anaknya
yang sebetulnya melancong tersebut untuk mengurus bisnis-bsinis mereka.
Sempat dipagut ular dan makanannya
mengandung racun, Vanessa juga jadi memiliki alasan agar ia dapat selalu
bersama dengan Jackie,
"Temani aku menemui Pak
Iskandar, Jackie. Dia ini orangnya agak misterius bagiku dan sepertinya hanya
menurut pada ayahku. Kehadiranmu mungkin bisa sedikit membuat suasana menjadi
lebih cair."
Selain pertemuan-pertemuan penting,
Vanessa juga sesekali bercanda pada Jackie agar mereka bisa mendapat waktu
berdua.
"Mari kita makan siang bersama.
Supaya, aku dapat mengetahui apakah makanan yang akan aku santap aman atau tidak!"
canda Vanessa.
Sering menghabiskan waktu berdua,
Jackie merasa bahwa dia mulai benar-benar menaruh hati pada Vanessa.
Terutama, Vanessa kini seolah lebih
terbuka padanya. Anak perempuan pasangan Halim itu tidak segan-segan
menunjukkan diri dia yang sebenarnya di hadapan Jackie. Sebaliknya, begitu pula
Jackie.
Sementara Jackie sendiri sengaja
memanfaatkan waktu yang ada demi mempererat hubungan mereka dan selanjutnya,
meresemikan hubungan mereka. Namun, Jackic menyadari sesuatu.
"Tetap saja aku bukan
siapa-siapa di depan Vanessa apa lagi bagi kelaurga Halim. Ya, aku memiliki
uang hasil dari mengobati orang-orang selama di Bawah Sembilan. Tapi, aku tidak
bisa terus-terusan bergantung padanya. Aku harus memiliki penghasilan
tetap."
Itulah yang dipikirkan oleh Jackie.
Sehingga, dia memutuskan. Ja harus segera menghasilkan Pil Esensi, obat yang
dia bahas dengan Wanarto saat menghadiri Bunga Gala.
Pil Esensi bukanlah pil yang umum di
dunia pengobatan. Apalagi, cara mengolahnya juga tidak main-main.
Di Penjara Bawah Sembilan, resep yang
Jackie dapatkan. dari Dewa Agung tersebut sudah terbukti keampuhannya. Satu pil
tersebut yang berukuran kecil saja mampu menyelamatkan nyawa seseorang.
Hari itu, Jackie terpaksa melepas
Vanessa yang kembali ke kota kediaman gadis tersebut dengan agak berat hati di
sebuah mall.
"Vanessa, tunggu aku. Setelah
Pil Esensi ini aku buat, aku akan memiliki modal untuk bersanding
denganmu!" tekad Jackie dalam hati.
la kembali ke rumahnya dan
mempersiapkan kepindahan keluarganya ke Perumahan Awania yang berada dekat di
Danau Lembang.
Pembuatan Pil Esensi memerlukan
dukungan energi spiritual, dan hanya kawasan itu yang menyimpah aura spiritual
yang dia butuhkan.
Begitu tiba di rumahnya, Jackie
melihat keluarganya kedatangan tamu yang merupakan kelaurga rekan kerja
ayahnya.
"Tak ku sangka. Ternyata, kamu
sudah benar-benar keluar dari penjara, Jackie. Pada saat ayahmu memberitahu,
aku pikir dia hanya sedang berharap kau akan keluar dari Bawah Sembilan!"
Teman dari Hendra itu bernama
Sukiman. la muncul bersama Cresia, istrinya dan anak laki-laki mereka yang
bernama Aldo.
"Aku mendapat abolisi karena
berkelakuan baik selama di Bawah Sembilan, Pak. Halo Bu Cresia, Aldo. Senang
bertemu kalian," jelas Jackie, lalu menyapa istri dan anak Sukiman.
Tetapi, Cresia dan Aldo menyambut Jackie dengan dingin.
"Hmmm," gumam Cresia. Dia
memandangi Jackie layaknya merasa risi.
Sedangkan Aldo malah bagai tidak
menganggap Jackie. Dia menyibukkan diri dengan merapikan jas yang dirinya
kenakan, tanpa melirik sedikit saja pada Jackie.
Sikap yang ditunjukkan Cresia dan
Aldo tidaklah mengherankan bagi Jackie. Dia tahu. Cresia itu sangat sok
orangnya dan menganggap dirinya lebih dari orang lain.
Aldo mewarisi sifat ibunya yang
angkuh dan suka membanggakan pengalamannya saat berkuliah di luar negeri.
"Aku harap, mendekam di Bawah
Sembilan bakal menjadi pengalaman yang berguna bagimu dan menjalani hidup lebih
baik lagi, Jackie."
No comments: