BAB 38
Setelah dia tertawa, Cresia berkata,
"Kamu membeli rumah di Komplek Awania, atau... 'di dekat Komplek Awania'?
Sebab itu adalah dua hal yang sangat berbeda Jackie!" katanya menganggap
remeh.
Bahkan Sukiman saja tak dapat mempercayai
perkataan Jackie. Dia menggelng-gelengkan kepala tipis sembari menghela napas.
Lalu, dia berucap.
"Jackie, mengapa kamu berdusta?
Apa maksud kamu berbicara seperti itu? Tiga tahun yang lalu aku mengenalmu
sebagai anak baik-baik yang tidak pernah membual. Apakah penjara telah
mengubahmu menjadi seperti sekarang?"
Yang ditududh bergeming. Jackie hanya
memandangi Sukiman dan keluarganya nyaris tanpa eksrpresi, barulah dia
menanggapi.
"Percuma saja aku menjawab
pertanyaan-pertanyaan kalian itu. Biar nanti kalian melihatnya sendiri,"
santai Jackie bertutur.
"Ayah itu kalau berbicara macam
Jackie ini benar saja," giliran Aldo angkat suara. "Begini, Jackie.
Kau belum pernah melihat rumah mewah, bukan? Jadi nanti kamu boleh melihat
rumah kami dan aku akan mengantar dirimu berkeliling agar bisa melihat seperti
apa rumah-rumah di sana..."
Sementara Aldo bercerocos, Jackie
sama sekali tidak bereaksi. Ja diam saja sedangkan Aldo meneruskan apa yang
ingin dirinya sampaikan.
"Nah, setelah kamu melihat semua
rumah tersebut, kau bisa bermimpi memiliki sebuah rumah di Komplek Awania,
Jackie!" tutur Aldo. Mimiknya menunjukkan bahwa dirinya merasa puas bisa
berkata demikian pada lawan bicaranya.
"Bermimpi? Buat apa? Aku memang
sudah memiliki rumah di Komplek Awania!"
"Hahahaha...!"
Cresia dan Aldo kembali tergelak.
Kali ini, dengan lebih nyaring dari sebelumnya. Sedangkan Sukiman berusaha
menasihati Jackie.
"Aku tahu, kau mengalami masa
sulit selama tiga tahun ini, Jackie. Tetapi setelah melaluinya, kamu harus
selalu siap menghadapi realita!"
Petuah Sukiman hanya dijawab oleh
Jackie dengan mengangkat bahu. Dia sudah merasa tidak perlu untuk menanggapi
keluarga tersebut.
Hingga akhirnya, Hendra, Anita dan
Sherina telah selesai bersiap-siap. Mereka memang merasa kikuk dengan
perdebatan yang terjadi antra Jackie dengan Sukiman dan keluarganya.
Namon, itu tidak membuat keluarga
Jackie mundur. Mereka tetap percaya, bahwa Jackie telah mempersiapkan rumah
bagi mereka di Komplek Awania.
Tidak lama kemudian, Jackie dan
keluarga telah tiba di rumah baru Aldo, Rumah tersebut memiliki luas 200 meter
persegi lebih. Bangunnya bertingkat, pun memiliki halaman depan yang cukup
lega.
"Hendra, berapa pendapatan kamu
sekarang? Siapa tahu, kamu juga nanti bisa menabung, kemudian membeli salah
satu rumah di sini," kata Sukiman.
Ditanya mengenai berapa uang yang
dirinya miliki sekarang, tentu saja Hendra tak mampu menjawab. Hampir seluruh
uang yang ia miliki telah dipakai untuk pengobatannya waktu lalu. Entah berapa
yang tersisa sekarang.
"Setelah aku dirawat?"
Hendra balas bertanya. "Entahlah. Ya..., sepertinya, aku belum bisa untuk
berharap memiliki rumah yang bagus seperti ini sekarang. Kau juga memiliki
halaman yang bisa ditumbuhi berbagai tanaman dan bunga."
"Ya, seperti yang pernah kita
bicarakan bersama. Di hari tua nanti, kita berharap bisa pensiun dengan makmur,
menikmati masa tua dengan merawat tumbuhan, bukan?" Sukiman menimpali.
Sedikitnya, ada perasaan iri dalam
hati Hendra melihat salah satu kawannya sekarang memiliki rumah impian mereka.
Apa yang dikatakan Sukiman itu benar
adanya. Dulu, mereka pernah membicarakan hal itu. Ingin mempunyai rumah dengan
halaman yang cukup besar dan mereka akan menekuni hobi bercocok tanam.
Sekarang, Sukiman sudah berhasil mewujudkannya.
Dalam benaknya, Hendra hanya bisa
berharap dirinya mampu bangkit dan membuktikan kepada orang lain bahwa taraf
hidup dia dan keluarganya dapat beranjak naik.
"Aku baru saja melampaui fase
paling sulit dalam kehidupanku, Sukiman. Aku hampir saja meninggal karena sakit
yang aku derita. Bagiku, bisa sembuh saja sudah merupakan anugerah yang tak
terhingga," papar Hendra.
Tersentuh dengan perkataan temannya,
Sukiman menyentuh bahu Hendra. Ja pun berucap, "Kamu tidak perlu khawatir.
Keberuntungan pasti akan menyambangimu nanti."
"Tapi, anak laki-lakinya yang
seharusnya menjadi harapan keluarga malah pernah dipenjara. Apakah dia masih
bisa dihinggapi keberuntungan?" celetuk Cresia menyindir dengan suara
rendah.
Walaupun Cresia berusaha berbicara
dengan suara samar, kata-katanya bisa ditangkap jelas oleh telinga semua orang
yang ada di situ. Terang saja, raut Anita dan Sherina sontak tertekuk.
"Cresia, sudahlah! Tidak usah
kamu berkata-kata seperti itu!" larang Sukiman.
"Lho aku kan berbicara berdasarkan
fakta? Lihat, mereka juga membawa begitu banyak barang. Mungkin mereka pikir
mereka bisa menumpang tinggal di rumah kita ini!" sengit Cresia melawan.
Tidak salah. Cresia memang keheranan
karena Hendra dan keluarganya membawa begitu banyak barang. Sukiman kembali
mengingatkan istrinya.
"Hei, kamu itu apa-apaan?
Sembarangan menuding orang akan menumpang tinggal di sini. Bukankah Jackie tadi
sudah bilang bahwa mereka akan pindah rumah?"
Memang benar. Jackie sempat
mengatakan pada Sukiman agar keluarganya diizinkan untuk ikut ke sana dengan
membawa barang-barang mereka. Sukiman setuju.
Cresia tidak mau mendengar perkataan
suaminya. Dikuasai oleh keangkuhan, dia lanjut bersuara. "Jangan-jangan
kau sedang berpura-pura agar mendapat belas kasihan dari kami, ya, Hendra? Kamu
akan pinjam uang atau apa? Ayo, mengaku saja!"
Jelas saja tuduhan Cresia membuat
Hendra merasa kikuk. Dia memandang pada putranya seolah berharap Jackie dapat
meredakan situasi. Tentunya, Jackie menangkap kode yang dilayangkan ayahnya.
"Bukankah sejak tadi aku sudah
bilang pada Bu Cresia, kami ikut kemari, karena kami sekeluarga akan pindah ke
komplek ini," ujar Jackie dengan gayanya yang tenang.
Jelas saja tidak ada yang mempercayai
perkataan Jackie. Ia membuat Cresia tersenyum masam dan menggeleng-gelengkan
kepala. Mungkin, dia menyangka Jackie sudah gila.
Bahkan Sukiman sendiri yang sedikit
banyak membela keluarga sobatnya tak bisa menentukan apakah dirinya mesti
mempercayai Jackie atau tidak.
"Begini saja. Tidak ada gunanya
bagi kita untuk terus menanggapi Jackie yang sedang meracau. Bagaimana kalau
kita sekarang mengantar keluarga Pak Hendra, agar kita juga bisa membuktikan
sendiri, bahwa Jackie telah memiliki rumah di sini!"
Aldo yang sejak tadi diam saja
berkata setengah menyindir. Mendengar putranya berkata demikian, Cresia
langsung menyambut.
"Nah, betul itu! Ayo, kita pergi
ke rumahmu itu sekarang, Jackie!" Cresia berucap dengan mata mendelik
pongah terkesan menantang ke arah Jackie. la sudah ingin mempermalukan Jackie.
"Tunggu sebentar. Aku masih
ingin berbincang dengan Hendra. Bagaimana kita baru akan pergi setelah aku dan
Hendra minum barang segelas dua gelas?" ajak Sukiman.
"Ah, kamu ini ada-ada saja,
Sayang! Minum-minum itu bisa nanti. Bukankah Jackie bilang rumahnya tidak jauh
dari sini? Kalau memang benar, kalian bisa kembali ke sini untuk minum-minum
nanti!" Cresia mengusulkan.
"Ibu betul, Ayah. Nanti saja
minum-minumnya. Sekarang, mari kita antar Jackie dan keluarganya menuju rumah
impian dia. Karena mungkin, masih berada di dalam mimpinya!" Aldo berkata
seolah penuh semangat.
"Mari kita pergi sekarang. Aku
dengan senang hati menyambut kalian di rumahku," pasti Jackie begitu
mantap.
No comments: